Wawancara Khusus Uba Sigalingging soal Gugatan Alat Kelengkapan Dewan ke PTUN

Wawancara Khusus Uba Sigalingging soal Gugatan Alat Kelengkapan Dewan ke PTUN

Anggota DPRD Kepri Uba Ingan Sigalingging.

Batam - Surat Keputusan (SK) nomor 13 tahun 2019 tentang penetapan susunan pimpinan dan alat kelengkapan dewan (AKD) DPRD Kepri periode 2019-2024 menuai gugatan. Langkah hukum itu diambil oleh Uba Ingan Sigalingging, anggota DPRD Kepri.

Uba kemudian mendaftarkan gugatannya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjungpinang. Dalam sebuah wawancara dengan Batamnews, Uba blak-blakan mengenai latar belakang dirinya melayangkan gugatan itu.

Berikut petikan wawancara jurnalis Batamnews, Harmindo Alba dengan Uba Sigalingging bersama kuasa hukumnya, Richard Rando Sidabutar pada Minggu (12/1/2020),

Sesungguhnya apa yang melatarbelakangi Anda melayangkan gugatan ke PTUN?

Sebetulnya, pokok yang menjadi gugatan adalah pengesahan SK 13 yang berpedoman pada Tata Tertib (Tatib) lama periode 2014-2019.
Padahal, tatib lama untuk mengesahkan SK 13 tersebut, diisi oleh enam fraksi, yaitu Fraksi PDIP, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Demokrat Plus, Fraksi Hanura Plus, Fraksi PKS-PPP, dan Fraksi Kebangkitan Bangsa.

Bukannya komposisi partai yang lolos juga hampir sama?

Sangat berbeda, terutama dalam komposisi anggota DPRD yang lolos pada periode 2019-2024. Fraksi di DPRD Kepri yang merupakan hasil Pemilu 2019 juga berbeda. Kalau saya boleh merinci sekarang ada delapan fraksi yaitu Fraksi PDIP, Fraksi Golkar, Fraksi Nasdem, Fraksi PKS, Fraksi Gerindra, Fraksi Demokrat, Fraksi Harapan dan Fraksi PKB-PPP.

Ada yang beranggapan bahwa SK itu sah karena disetujui dalam sebuah sidang paripurna oleh mayoritas fraksi?

Hal itu perlu dikoreksi. Pengesahan SK 13 tentang Alat Kelengkapan Dewan itu, ada beberapa fraksi tak setuju karena berpedoman pada kebiasaan di lingkungan DPRD Provinsi Kepri.
Fraksinya sudah berbeda, orang di dalamnya juga berbeda. Jadi jangan beralasan karena kebiasaan untuk mengesahkannya.

Tapi pimpinan DPRD Kepri menyetujui dan mengesahkan?

Tugas pokok ketua yang harus diselesaikan yaitu ada tiga, membentuk fraksi-fraksi, merancang dan membentuk tatib DPRD tahun 2019-2024, serta mengumumkan calon pimpinan definitif.
Kenapa yang tatib tidak dibahas atau dirancang, kan ini yang jadi pertanyaan.

Anda menilai ada yang tak beres?

Saya menduga demikian. Sebab, beberapa bulan tidak ada terlihat kegiatan di DPRD. Sementara, Pemprov diam dan tidak ada membahas apa-apa, lalu tim perumus yang diketuai Taba Iskandar hanya menanti.
Dugaan saya, keterlambatan pembahasan memang disengaja Pemprov dan DPRD dalam KUA PPAS. Tapi jangan kemudian mengabaikan tatib.
Saya juga melihat adanya kesalahan yang selalu ada di DPRD Provinsi Kepri yaitu kebiasaan yang dilegalkan (Paripurna). Maka dari itu, untuk AKD tersebut berpedoman pada tatib. Bukan pada kebiasaan yang dilakukan di akhir tahun. Misalnya, pembahasan anggaran tidak ada dokumen, dan itu sudah biasa.

Kolega Anda di DPRD Kepri, Taba Iskandar menilai Anda inkonsisten. Apa pendapat Anda?

Untuk memahami logika undang-undang, jangan beralasan karena tidak ada waktu. Taba Iskandar yang sebagai Ketua Tim Perumus, tidak menggunakan apa yang seharusnya ia gunakan.
Gugatan yang saya layangkan menyangkut lembaga agar bisa menjalankan tugas dengan benar.
Saya juga ingin membantu pak Taba untuk memahami logika undang-undang agar tidak sesat pikir dalam memberikan komentar.
Contohnya, saya gugat ATB, lalu apakah saya tidak boleh menggunakan air ATB. Atau gugat PLN, saya tidak boleh gunakan listrik.
Tidak ada yang inkonsisten, saya jalankan tugas sebagai anggota DPRD. Ya saya jalankam rutinitas saya, tapi tidak ada namanya kunjungan kerja segala macam. Tapi kalau yang dimaksud adalah gaji dan tunjangan, kan itu hak anggota DPRD.

Sejauh ini, langkah apa yang sudah Anda lakukan terkait gugatan ini?

Soal tatib ini saya pernah konsultasi ke Kementerian Dalam Negeri dan disebutkan untuk hal tersebut harus menggunakan tatib baru.
Urutan dalam aturan tidak bisa lompat-lompat. Sehingga suatu lembaga dapat bekerja dengan benar dan sesuai.
Seperti dalam pembahasan anggaran, dimana tidak adanya dokumen sehingga, pembahasan anggaran tersebut babak belur, karena tidak dikaji dan ditelaah.
Contohnya, ketika Pemprov Kepri yang mengajukan anggaran untuk reklamasi Gurindam 12. Tidak ada kajian, tidak dibahas dan ditelaah, padalah dananya cukup besar, yaitu lebih dari Rp 800 miliar.
Artinya, ada kelalaian dan tidak cermat. Dari dari rasio dan struktur anggaran, itu angka yang cukup besar, tapi kita lihat itu tidak masuk skala prioritas.

Batamnews juga berkesempatan mewawancarai Richard Rando Sidabutar, kuasa hukum Uba Ingan Sigalingging dalam kesempatan yang sama. Berikut petikan wawancaranya,

Poin apa yang Anda dapat ketika mendampingi Uba Sigalingging dalam proses gugatan ini?

Gugatan tersebut merupakan hak konstitusional sekaligus bentuk konsistensi, karena penolakan itu dilanjutkan ke pengadilan.
Karena ini kan persoalan administrasi yang menimbulkan perbedaan, dan penggugat punya hak.

Bagaimana Anda menilai tudingan inkonsistensi terhadap klien Anda?

Ini persoalan administrasi dan sah jika dibawa ke ranah pengadilan. Kami juga tidak ingin persolan tersebut menjalar ke mana-mana atau ranah pribadi.
Maka, poin yang saat ini adalah persoalan Tatib. Apakah diperbolehkan menggunakan tatib lama atau tidak, pihak kuasa hukum menunggu proses persidangan.
Kami tidak ingin mendahului, dan hormati proses sidang di pengadilan.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews