Gugatan AKD DPRD Kepri

Lima Anggota DPRD Kepri Masuk Tergugat Intervensi

Lima Anggota DPRD Kepri Masuk Tergugat Intervensi

Suasana sidang gugatan AKD DPRD Kepri di PTUN Tanjungpinang, di Batam. (Foto: Edo/batamnews)

Batam - Sidang gugatan terhadap penetapan susunan pimpinan dan alat kelengkapan dewan (AKD) DPRD Kepri periode 2019-2024 kembali digelar untuk kelima kalinya di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Tanjungpinang, di Sekupang, Batam pada Kamis (9/1/2020).

Sidang gugatan SK nomor 13 tahun 2019 DPRD Provinsi Kepri digelar dengan agenda penentuan sikap para pihak intervensi yang tercantum namanya dalam SK AKD.

Awalnya, majelis hakim PTUN Tanjungpinang mengagendakan pemanggilan terhadap 41 anggota DPRD Kepri. Namun dalam persidangan kali ini, hanya dihadiri oleh lima orang anggota dewan.

Sidang dipimpin oleh Hakim Ketua, yaitu Ali Anwar, dengan anggota Averroes sebagai pengganti hakim Putri Sukmiani (cuti) dan juga hakim anggota Dien Novita.

Hermanto Tambunan, tim kuasa hukum dari Uba Ingan Sigalingging selalu pihak penggugat dari perwakilan fraksi mengatakan sidang yang digelar itu merupakan penentuan sikap pihak intervensi yang nama tercantum. Nantinya mereka akan menentukan akan masuk ke dalam pihak mana.

"Agenda penentuan sikap, tadi hanya enam orang yang datang dari 41 orang dipanggil," kata Hermanto kepada Batamnews.

Adapun enam anggota DPRD yang memenuhi panggilan tersebut ialah Asmin Patros, Taba Iskandar, Yudi Kurnain, Sahat Sianturi, Sahmadin Sinaga dan Saproni. Namun dari keenam anggota DPRD ini, hanya Yudi yang tidak menyatakan dalam pihak tergugat intervensi karena masih satu fraksi dengan penggugat.

Baca: Hakim PTUN Tanjungpinang Panggil 41 Anggota DPRD Kepri, Siapa Hadir?

Dijelaskan Hermanto, gugatan tersebut merupakan wujud langkah hukum atas penolakan atas SK AKD yang masih merunut pada tata tertib DPRD Kepri periode lama yaitu 2014-2019.

Untuk penetapan SK tersebut, seharusnya disetujui oleh seluruh anggota atau fraksi yang ada di DPRD. Sehingga dianggap cacat hukum secara prosedural.

"Jadi, ini kesepakatan bersama dan itu secara prosedural tidak bisa. Dari tatib yang lama, kan sudah beda fraksinya, seharusnya ada revisi," ucap Hermanto.

Seharusnya, setelah pelantikan anggota dewan baru, ada ketentuan tata tertib baru yang digunakan sebagai dasar hukum.

Ada dua fraksi yang menyatakan menolak dalam SK AKD yang tidak mengacu dalam tatib, yaitu Fraksi Gerindra dan Harapan (Hanura-PAN).

Gugatan itu bisa mengacu pada pasal 83 undang-undang PTUN. Dimana, setiap orang yang dilanggar kepentingannya, berhak masuk dalam perkara.

"Jadi, sidang ini untuk menentukan sikap. Jika kepentingannya dilanggar, berhak masuk dalam perkara," ucapnya.

Sidang akan kembali digelar pada tanggal 16 Januari, dengan agenda penentuan sikap hakim terhadap sikap pihak intervensi.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews