Warga Lancang Kuning Bintan Tuding KPH Kepri Tak Aspiratif

Warga Lancang Kuning Bintan Tuding KPH Kepri Tak Aspiratif

Sosialisasi kehutanan oleh KPH Kepri kepada masyarakat Desa Lancang Kuning, Kabupaten Bintan. (Foto: Ary/Batamnews)

Bintan - Warga Desa Lancang Kuning kecewa dengan Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kepri.

KPH menurut mereka tidak mau mendengarkan aspirasi warga saat sosialiasi kehutanan yang dilaksanakan belum lama ini di Aula Kantor Desa Lancang Kuning.

Dalam sosialisasi itupun menuai banyak protes sebab KPH enggan membahas persoalan batas-batas hutan lindung.

Salah seorang warga yang protes, Suwarsono mengaku kesal dan kecewa dengan sosialisasi dari KPH. Karena aspirasi warga soal kepemilkan lahan pemukiman dan pertanian di kawasan hijau tidak dianggap dan melanggar SK Menhut Nomor 76 Tahun 2015.

"Mestinya KPH itu fokus membahas batas-batas hutan lindung yang ada di desa ini. Serta bisa mengambil langkah penegakkan hukumnya," ujarnya, Jumat (9/11/2018).

Namun yang dibahas KPH itu terkait Desa Lancang Kuning yang dinyatakan seluruh wilayahnya masuk ke dalam Kawasan Hijau. Meskipun begitu ceritanya, diminta kawasan pemukiman warga dan perkebunan serta fasilitas umum lainnya tidak diganggu gugat.

Sampai detik ini, kata Suwarsono, warga asli desa ini tidak pernah merambah, merusakan atau menggarap kawasan hutan lindung untuk mengejar keuntungan semata. Melainkan hutan lindung banyak digarap oleh warga di luar desa ini.

"Seharusnya KPH  melihat kondisi sebenarnya. Khususnya bagi kami yang sudah punya surat kepemilikan lahan dan legal. Jangan ini yang dipermasalahkan karena surat kami bersertifikat dari BPN bahkan kami bayar pajak PBB,".

"Kami tidak mau dan tidak akan ganggu hutan lindung, namun tempat tinggal dan perkebunan warga jangan diutak atik," tegasnya.

Warga lainnya, Sugito mengeaskan kepada KPH tidak serta merta hanya mepersoalakan kawasan hutan di Desa Lancang Kuning saja. Tetapi juga melaksanakan tugasnya dalam mengawasi dan menegakkan hukum di kelurahan dan desa lainnya yang  masuk kawasan hutan lindung.

"Kami tidak ada mengganggu hutan lindung sampai saat ini," ucapnya.

Sugita meminta KPH  melihat kondisi di wilayah lain seperti di Kelurahan Tanjunguban Utara, Desa Sebong Pereh. Di sana justru banyak aktivitas pelanggaran kawasan hutan lindung.

Kemudian juga di wilayah hutan mangrove (bakau). Banyak pengusaha melakukan perusakan hutan tersebut untuk mencari keuntungan semata. "Ini harusnya dilakukan KPH," katanya.

Diharapkan KPH juga mampu memberikan solusi terhadap permasalahan warga yang berada di kawasan hutan tapi bukan hutan lindung.

Seperti yang dialaminya. Lahan yang dikuasainya telah memiliki sertipikat terbitan 1983. Namun pada 1992,  lahannya ditetapkan ke dalam kawasan cacthment area tanpa ada sosialisasi dari pihak terkait. Bahkan dia juga tidak pernah menerima ganti ruginya dalam penetapan kawasan hutan di atas lahannya.

"Kita inginkan KPH dapat mencarikan solusinya. Terutama pemutihan area karena sudah banyak yang memiliki sertipikat di atas wilayah tersebut," sebutnya.

(ary)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews