Editorial

Penolakan Tarif Listrik yang Kalah Nyaring

Penolakan Tarif Listrik yang Kalah Nyaring

Ilustrasi. (foto: ist/net)

SEBULAN terakhir, kenaikan tarif UWTO merupakan isu "seksi" yang ramai diberitakan media lokal di Batam. Wajar saja karena ini menyangkut kepentingan semua warga Batam. Namun, ada yang terlupakan yaitu rencana Bright PLN Batam yang juga akan menaikkan tarif listrik rumah tangga di Batam.

Tarif baru UWTO tidak menyentuh semua kalangan. Yang terkena kenaikan tertinggi adalah kalangan dunia usaha dan komersial. UWTO pemukiman dengan tanah di bawah 200 meter persegi justru turun. UWTO rumah mewah saja yang ikut naik.

Meski begitu, kenaikan UWTO di sektor usaha dan komersial tentu akan berimbas ke sektor lain seperti naiknya harga jual barang, sewa tempat dan sebagainya. Akhirnya, dampaknya ikut dirasakan masyarakat secara umum.

Kedua isu kenaikan tarif ini jelas ditolak masyarakat Batam. Lumrah saja karena sangat jarang kenaikan tarif pelayanan yang diterima dengan lapang dada oleh masyarakat. Bedanya, PLN harus mendapatkan restu Gubernur dan DPRD. Tapi UWTO tidak memerlukan izin keduanya.

Tapi, penolakan terhadap rencana kenaikan tarif listrik rumah tangga tidaklah seramai penolakan tarif UWTO. Suaranya kalah nyaring. Spanduknya kurang banyak.

Padahal, tarif PLN untuk rumah tangga akan "menghantam" warga secara umum. Tidak terkecuali pengusaha atau pekerja. Tidak terkecuali pegawai negeri atau buruh.

Kenaikan tarif listrik rumah tangga ini akan secara langsung memukul kelompok berpendapatan menengah ke bawah. Kenaikan pembayaran sebesar hampir 50 persen setiap bulan bukanlah angka yang kecil.

Kalkulasikan saja. Jika seorang ibu rumah tangga biasa membayar listrik atau memakai listrik di rumah rata-rata Rp 400 ribu sebulan, maka akan menjadi Rp 600 ribu dengan tarif baru. Yang akan menjerit adalah kalangan ibu. Yang akan mengurut dada pasti para ayah.

Saya meyakini, PLN Batam terus melobi berbagai pihak yang berkepentingan untuk memuluskan usulan tarif baru rumah tangga yaitu sebesar 47 persen dari tarif lama.

PLN Batam mengusulkan tarif baru rumah tangga karena mengklaim mengalami kerugian. Tapi itu sepertinya hanyalah alasan klise yang dilontarkan setiap akan menaikkan tarif listrik.

Tahun 2015, Walikota Batam Ahmad Dahlan meminta data kerugian PLN Batam saat meminta kenaikan tarif. Namun, data kerugian itu tidak pernah muncul.

Tahun ini, Walikota Batam M Rudi juga meminta PLN membuka data mengenai kerugian yang kembali dinyanyikan. Dan hingga saat ini data kerugian itu pun tidak pernah ada.

Rudi juga menyindir PLN Batam agar tidak memikirkan untung saja. Apalagi di tengah kondisi perekonomian yang sedang lesu.

Alasan merugi itu tampaknya hanya akal-akalan para pimpinan PLN Batam saja.

Sejak beralih dari solar ke gas sebagai bahan bakar pembangkit mulai 2013, PLN Batam mencatat peningkatan keuntungan hingga Rp 50 miliar per tahun. Seluruh pembangkit listrik di Batam saat ini tidak lagi menggunakan BBM sebagai bahan bakar. Peningkatan keuntungan ini dikarenakan biaya produksi dengan gas lebih murah ketimbang BBM.
 
PT PLN Batam mencatat pendapatan dari penjualan listrik sebesar Rp 496,13 miliar pada Maret 2013, atau naik 10,5% dari periode yang sama tahun lalu Rp 448,8 miliar. Penambahan omzet ini tentu masih satu "kamar" dengan peningkatan laba.

Di media sosial, muncul data soal keuntungan yang diraup PLN Batam. Pada tahun 2015, PLN Batam mencatatkan laba Rp 164 miliar dan tahun 2014 sebesar Rp 126 miliar dengan omzet rata-rata di atas Rp 500 miliar per tahun. Tentu patut dipertanyakan dimana ruginya.

Ya, PLN menuntut hak mereka atas tarif yang sama untuk rumah tangga dengan tarif yang berlaku nasional. Namun, apakah PLN Batam sebagai perusahaan yang memegang monopoli kelistrikan menjalankan tanggung jawabnya dalam bidang pelayanan?

Sejauh mana publik tahu mengenai informasi pemadaman yang masih sering terjadi?

Selama ini, banyak warga yang tidak tahu mengenai hak mereka soal seringnya pemadaman listrik oleh PLN Batam.

Hak pelanggan itu diatur di Perwako Batam No 57 Tahun 2013 tentang Tingkat Mutu Pelayanan dan Pengurangan Tagihan Listrik. Di Perwako ini, PLN wajib memberikan pengurangan tagihan listrik pada konsumen apabila ada gangguan pemadaman sebesar 10 persen dari biaya beban atau rekening minimum dan diperhitungkan dalam tagihan listrik bulan berikutnya.

Pengurangan sebesar 10 persen, bila jumlah gangguan, lama gangguan, kecepatan pelayanan, kesalahan membaca KWH, serta waktu koreksi kesalahan rakening di atas sepuluh persen dari Tingkat Mutu Pelayanan (TMP).

Tidak hanya Perwako, Permen ESDM No 33 Tahun 2008 juga mengatur hal yang sama.

Di Permen ESDM dicantumkan, Direksi PLN Batam wajib mengumumkan standar mutu pelayanan untuk masing-masing Unit Pelayanan setiap awal triwulan.

Dan, Apabila standar mutu pelayanan tidak dapat dipenuhi khususnya yang berkaitan dengan lama gangguan, jumlah gangguan, dan atau kesalahan pembacaan meter melebihi 10 persen di atas nilai yang diumumkan, maka PLN Batam wajib memberikan pengurangan tagihan listrik kepada konsumen yang bersangkutan sebesar 10 persen dari Biaya Beban.

Sekarang kita bisa mempelototi rekening listrik rumah atau toko masing-masing. Apakah ada pengurangan atau kompensasi akibat pemadaman?

Peraturan ini diragukan dilakukan oleh PLN Batam sebagai anak perusahaan PLN Persero padahal sifatnya wajib. Ini sangat berbanding terbalik ketika konsumen terlambat membayar tagihan listrik maka konsumen dikenakan denda dan pemutusan.

Seperti kata Walikota Batam Rudi, PLN jangan hanya memikirkan untung saja. PLN Batam juga harus memikirkan dampak sosial atas kenaikan tarif listrik. Apalagi jika kenaikan tarif listrik dibarengi dengan naiknya UWTO.

PLN Batam dituntut transparan dan terbuka mengenai data soal laba, ongkos produksi dan harga jualnya.

Bagaimanapun, meski berstatus swasta, PLN Batam tetap perusahaan yang diberi hak memonopoli oleh negara. Bukan hak yang datang dengan sendirinya alias simsalabim.

Bright PLN Batam tetaplah hanya pemegang unit usaha usaha kelistrikan di Batam dan sekitarnya. Bright PLN Batam juga hanya perusahaan yang diberi mandat melalui keputusan menteri penanaman modal.

Klaim merugi harus dibuktikan dengan terbuka. PLN Batam wajib transparan mengenai pemadaman yang masih sering terjadi. Benarkah akibat kekurangan daya. Apakah bukan karena adanya pengalihan daya ke Bintan melalui interkoneksi hingga mengurangi hak warga Batam?

PLN Batam juga diingatkan bahwa mandat rakyat adalah mandat tertinggi di negeri ini.

Indrawan, Pemimpin Redaksi Batamnews.co.id


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews