Menkes Pastikan Iuran BPJS Kesehatan Tak Akan Naik Sampai 2024

Menkes Pastikan Iuran BPJS Kesehatan Tak Akan Naik Sampai 2024

Menkes Budi Gunadi Sadikin. (Foto: ist)

Batam -  Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah kemungkinan besar tidak akan menaikkan iuran premi BPJS Kesehatan sampai dengan 2024 mendatang. 

"Memang secara politik susah menerima (kenaikan premi BPJS), sehingga bapak presiden yang minta kalo bisa jangan naik sampai 2024, jadi kita jaga bener posisi politik pemerintah agar ini tidak naik," kata Budi dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi IX di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (22/11/2022) lalu.

Meski tak menaikkan iuran, pemerintah akan merevisi tarif jaminan kesehatan nasional (JKN) dalam Perpres Nomor 82 Tahun 2018 dan Permenkes Nomor 52 Tahun 2016. Revisi dilakukan terkait penyesuaian tarif kapitasi dan Indonesia case base Groups (INA-CBG's). Ia menargetkan revisi dua aturan tersebut kelar November dan Desember 2022 ini.

Baca juga: Daftar Penyakit yang Kuras Kantong BPJS Kesehatan, Penyakit Jantung Teratas

"Sejak 2014, tidak ada penyesuaian tarif kapitasi dan sejak 2016 belum ada penyesuaian tarif Indonesia case base Groups (INA-CBG's). Memang sebenarnya di aturan kita diminta untuk mereview ini setiap tahun dan setiap dua tahun dilakukan peninjauan untuk penyesuaian tarif," jelas Budi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi IX DPR RI, Selasa (22/11).

Budi juga mengatakan harga sejumlah barang saat ini sudah sangat berubah dan karena itu harus disesuaikan. Ia menambahkan perubahan harus dilakukan karena tarif saat ini dari sisi fairness atau equity antar fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) lebih banyak pelayanan di RS kelas A. Padahal, banyak pelayanan yang sudah bisa dilakukan di RS kelas C dan D.

Selain itu, Budi mengatakan bakal menerapkan kapitasi yang tidak sama rata. Jadi, daerah dengan populasi yang sudah tua tidak bisa disamakan dengan daerah populasi muda. Ia menyebut Yogyakarta sebagai contoh daerah populasi tua di mana Puskesmasnya memikul beban lebih tinggi ketimbang Bali yang lebih banyak populasi muda.

Baca juga: Kelas BPJS Kesehatan Bakal Dihapus Bertahap, Diubah Jadi KRIS

Besaran kapitasi yang naik juga diikuti dengan perbaikan indikator pembayaran kapitasi berbasis kinerja untuk mengontrol mutu pelayanan.

Lebih rinci, dalam revisi Permenkes Nomor 52 Tahun 2016 tentang standar tarif JKN dengan memperbaiki formula perhitungan tarif sesuai dengan yang dipakai di beberapa negara, yaitu Relative weight x Base weight x Adjustment factor. Adjustment factor yang dimaksud dalam rumus tersebut mempertimbangkan regionalisasi antara fasilitas kesehatan.

"Ini sudah kita bicarakan dengan para ahlinya untuk memastikan apa yang nanti kita lakukan adjustment-nya membuat kita bisa mencapai tujuan, tapi juga bisa memastikan agar BPJS tidak mengalami defisit. Setidaknya sampai 2024 BPJS tidak mengalami defisit. Pembicaraan sudah intensif dengan BPJS dan Menkeu, diharapkan dalam waktu dekat kita bisa memutuskan," katanya.

 

Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti yang juga hadir dalam rapat tersebut mendukung rencana kenaikan tarif tersebut.

Ali mengatakan BPJS Kesehatan tentu mendukung dan sangat setuju dengan kenaikan tarif. Harapannya adalah terjadi suatu peningkatan layanan yang berkualitas di fasilitas kesehatan.

"Dalam proses pembahasannya, sampai saat ini telah dilakukan serangkaian diskusi, antara lain rencana penyesuaian tarif di FKTP, FKTL, atau di RS dan pembahasan drafting revisi Permenkes Nomor 52 Tahun 2016. Tentu apa yang disampaikan Pak Menkes tadi kita sangat amat mendukung, yaitu kita naikkan, tapi jangan membuat defisit," jelas Ali.

Di dalam rapat tersebut, Budi juga menjelaskan soal 10 rumah sakit (RS) yang siap melakukan uji coba tahap dua kelas rawat inap standar jaminan kesehatan nasional (KRIS-JKN).

Sebelumnya, uji coba pertama sudah dilakukan di 4 RS, yakni RSUP Surakarta, RSUP dr Johannes Leimena Ambon, RS dr Tadjuddin Chalid Makassar, dan RSUP Rivai Abdullah Palembang.

Budi menjelaskan hasil implementasi KRIS di empat RS tersebut beragam. Namun, dengan adanya uji coba tersebut bisa diseragamkan untuk bisa memenuhi standar layanan minimal tertentu bagi masyarakat Indonesia.

"Lokus dari RS uji coba ini terbatas kepada RS milik pemerintah, sehingga kita memutuskan untuk melakukan perluasan uji coba KRIS ke RS daerah, RS swasta, dan RS kelas A. Karena sebelumnya uji coba yang kami lakukan uji coba adalah RS kelas B dan C," papar Budi dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Komisi IX DPR RI, Selasa (22/11/2022).

Uji coba perluasan ini bakal dilangsungkan mulai 1 Desember 2022. Nantinya, hasil uji coba akan dilaporkan Januari 2023. Ada 10 RS yang masuk dalam daftar uji coba perluasan KRIS ini, yakni milik Kemenkes, Pemprov/Pemkab, hingga pihak swasta.

Ada RSUD Dr.Sardjito Sleman (Kelas A-Kemenkes), RSUD Soedarso Pontianak (Kelas A-Pemprov), RSUD Sidoarjo (Kelas B-Pemkab), RSUD Sultan Syarif M. Alkadri Pontianak (Kelas C-Pemkab), RS Santosa Kopo Bandung (Kelas A-Swasta), RS Awal Bros Batam (Kelas B-Swasta), RS Al Islam Bandung (Kelas B-Swasta), RS Ananda Babelan Bekasi (Kelas C-Swasta), dan RS Edelweis Bandung (Kelas C-Swasta).


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews