Banyak Masyarakat Miskin Belum Punya Rumah, Apa Solusinya?

Banyak Masyarakat Miskin Belum Punya Rumah, Apa Solusinya?

ilustrasi

Jakarta. Batamnews - The HUD Institute menyatakan pembiayaan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) non formal masih tertinggal dalam target realisasi pembiayaan bersubsidi. Pemerintah diminta menyelesaikan permasalahan tersebut agar tidak terjadi darurat pembiayaan perumahan bagi kelompok tersebut.

Ketua Umum The HUD Institute Zulfi Syarif Koto mengatakan perlu ada beberapa model pembiayaan perumahan bagi MBR non formal ke depan. Tujuannya agar tercipta akses lebih luas bagi kelompok sasaran.

"Perlu dukungan sistem pembiayaan dan pengembangannya dalam rangka membuka akses MBR informal termasuk pendanaan. Badan Pusat Statistik memiliki data rumah tangga sesuai kelompok penghasilan, data-data tersebut bisa digunakan sebelum membuat kebijakan bagi MBR non formal," kata Zulfi via detikom, Minggu (3/4/2022).

"Pihaknya berharap agar yang menjadi garda terdepan soal pembiayaan bagi MBR non formal ini adalah BP TAPERA dengan didukung PT SMF, PT SMI, Koperasi dan Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) lainnya, serta Perum Perumnas sebagai pengembang perumahan rakyat.

"Sedangkan BTN menjadi bank khusus pembiayaan perumahan rakyat yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden," tuturnya.

Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur PUPR Herry Trisaputra Zuna menyebut sebanyak 59,95% masyarakat bekerja pada sektor non formal di mana 74% di antaranya belum memiliki rumah dan 41% di antaranya ingin membangun rumah sendiri. Dari 26% yang sudah memiliki rumah, 87% di antaranya memerlukan perbaikan rumah.

"Karena itulah pembiayaan mikro perumahan bagi MBR non formal merupakan tantangan yang serius ke depan. Bagaimana kita bisa membangun lewat skema program yang sudah ada dan terus dikembangkan," ujarnya.

Herry menilai perlu perangkat yang harus disiapkan agar sektor non formal bisa masuk ke formal. Pilihan pembiayaan yang sudah ada harus terus dikembangkan namun jangan sampai bertabrakan satu sama lain.

"Segmentasi harus dirancang secara benar dan terstruktur. Sanitasi dan air minum yang sebelumnya minim perhatian, harus diprioritaskan atau diintegrasikan," tegasnya.

Deputi Komisioner BP Tapera Bidang Hukum dan Administrasi, Nostra Tarigan menyebut selama 2010-2021 realisasi penyaluran dana FLPP masih didominasi oleh pekerja formal (827.052 unit). Sementara pekerja non formal (meliputi petani, nelayan, wiraswata murni, dan pekerja sektor jasa lainnya) baru mencapai 116.527 unit.

"BP Tapera akan bekerja sama dengan program dari kementerian/lembaga, BUMN, swasta serta platform dan komunitas untuk kolaborasi program dan data yang memungkinkan MBR non formal menjadi lebih mudah dijangkau, serta membantu menekan risiko bagi perbankan," imbuhnya.

 

Dalam prakteknya, menurut Direktur Pengawasan Lembaga Keuangan Khusus OJK Agus Maiyo tidak mudah bagi MBR khususnya pekerja sektor non formal mengakses pembiayaan perbankan untuk memiliki rumah. Untuk itu, terbuka peluang bagi lembaga keuangan non bank melayani MBR non formal.

OJK di dalamnya, kata Agus, memastikan lembaga atau pihak-pihak yang terlibat dalam pembiayaan perumahan bisa memetakan risiko terhadap kredit MBR non formal. Dengan demikian bisa dilakukan mitigasi sehingga lembaga keuangan non perbankan memiliki kepercayaan dalam menyalurkan pembiayaan kepada MBR non formal.

Kepala Divisi Subsidized Mortgage Lending Division PT BTN Tbk, Mochamad Yut Penta mengusulkan beberapa program pembiayaan bagi MBR non formal. Menurutnya, pendataan MBR harus dilakukan oleh Pemda maupun komunitas tempat bernaung sekaligus melakukan edukasi dan pendampingan secara intensif kepada target sasaran.

"Lahan rumah disediakan oleh Pemda setempat melalui metode HPL. Bagi MBR tanpa kemampuan mengangsur bisa diberikan bantuan BSPS untuk pembangunan rumah baru atau renovasi unit rumah yang dilengkapi dengan penyediaan lahan rumah oleh Pemda. Untuk Rusunawa pemerintah dengan pembatasan masa sewanya, sedangkan bagi MBR dengan kemampuan mengangsur bisa diberikan program pembiayaan mikro perumahan" tegasnya.

Lanjutnya, harus ada intervensi pendukung berupa pemberian subsidi penjaminan /asuransi dari pemerintah atas seluruh realisasi kredit serta penangguhan pembayaran pokok KPR kepada pemerintah apabila terjadinya wanprestasi dari debitur MBR informal.

Pegiat Perumahan Rakyat Sri Hartoyo meminta pemerintah memperluas partisipasi warga dalam tahap perencanaan pemukiman perumahan swadaya, dan khususnya pada tahap desain rumah inti tumbuh.

Pemerintah dinilai perlu memberikan variasi luas kavling dan luas lantai rumah inti sesuai dengan variasi kemampuan ekonomi masyarakat dan mengantisipasi kenaikan harga tanah dan bahan bangunan.

"Meskipun selama ini masyarakat telah menunjukkan kesediaan dan kemampuannya untuk membangun rumah dengan menggunakan sumber keuangan sendiri, ke depan pemerintah harus memberikan bantuan keuangan baik dalam bentuk tunai maupun pinjaman," tandasnya.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews