Putin Akan Balas Dendam Atas Sanksi Ekonomi yang Dijatuhkan Barat

Putin Akan Balas Dendam Atas Sanksi Ekonomi yang Dijatuhkan Barat

Presiden Rusia, Vladimir Putin (Foto: Instagram/leadervladimirputin)

Moskow, Batamnews - Presiden Rusia Vladimir Putin mengancam akan melakukan balas dendam terhadap sanksi ekonomi yang dijatuhkan negara barat dan sejumlah perusahaan terhadap negaranya.

Balas dendam akan dilakukan dengan mengambil alih aset perusahaan-perusahaan yang meninggalkan negaranya.

"Kami perlu bertindak tegas terhadap perusahaan yang akan menghentikan produksi mereka. Kami akan mengalihkan perusahaan ini kepada mereka yang ingin tetap beroperasi di Rusia," ujar Putin dalam video yang disiarkan oleh media Rusia, seperti dilansir CNN Business, Jumat (11/3/2022).

Baca juga: Rawan Kena Serangan Bom, WHO Sarankan Ukraina Musnahkan Patogen Berbahaya

Untuk merealisasikan balas dendam Putin, Perdana Menteri Rusia Mikhail Mishustin mengatakan saat ini negaranya tengah menyiapkan undang-undang khusus.

"Jika pemilik asing menutup perusahaan secara tidak wajar, maka dalam kasus itu pemerintah dapat mengusulkan pemberlakuan administrasi eksternal. Bergantung pada keputusan pemilik yang akan menentukan nasib perusahaan di masa depan," kata Mishustin.

Selain itu, organisasi hak-hak konsumen Rusia juga telah menyusun daftar perusahaan yang telah memutuskan untuk angkat kaki yang dapat diambil alih oleh pemerintah, menurut sebuah laporan di surat kabar Rusia Izvestiya.

Baca juga: Rusia-Ukraina Gagal Capai Kesepakatan Akhiri Perang saat Pertemuan di Turki

Daftar yang dilaporkan dikirim ke Pemerintah Rusia dan Kejaksaan Agung, mencakup 59 perusahaan. Di antaranya, Volkswagen, Apple, IKEA, Microsoft, IBM, Shell, McDonald's, Porsche, Toyota, H&M; dan dapat diperbarui dengan lebih banyak merek.

Sebagai informasi,  lebih dari 50 perusahaan kakap dunia  yang memutuskan untuk hengkang dari Rusia sebagai buntut atas kebijakan negara itu menginvasi Ukraina.

Perusahaan-perusahaan ternama mencakup McDonalds, Coca-Cola dan Apple, serta grup minyak besar terkemuka, seperti BP dan Shell.

Langkah itu diikuti oleh Goldman Sachs yang menegaskan bahwa mereka berhenti beroperasi di negara beruang merah sepenuhnya. Bank-bank lain kemungkinan akan mengikuti.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews