Filipina Siap Kirim Tentara Bertempur Lawan Rusia di Ukraina

Filipina Siap Kirim Tentara Bertempur Lawan Rusia di Ukraina

Tentara Filipina. (Foto: ist)

Batam, Batamnews - Pemerintah Filipina menyebut siap membantu Amerika Serikat (AS) bila nanti pertempuran terjadi melawan Rusia pascaserangan Moskow ke Ukraina. Hal ini menjadi bagian dari perjanjian pertahanan bersama yang diteken pada 1951 lalu.

Mengutip Associated Press, Kamis (10/3/2022), Duta Besar Filipina untuk AS, Jose Manuel Romualdez, menyebut bahwa serangan Rusia ke Ukraina merupakan hal yang salah di mata Presiden Rodrigo Duterte. 

Baca juga: Rusia-Ukraina Gagal Capai Kesepakatan Akhiri Perang saat Pertemuan di Turki

Manila juga mendukung resolusi Majelis Umum PBB yang menuntut penghentian segera serangan Moskow ke Ukraina.

"Jika mereka meminta dukungan dari Filipina, sangat jelas bahwa, tentu saja, jika ada dorongan, Filipina akan siap untuk menjadi bagian dari upaya, terutama jika krisis Ukraina ini meluas ke Wilayah Asia," kata Romualdez dalam briefing online dengan wartawan.

Baca juga: Ide Gila Rusia yang Bakal Bikin NATO Kalang Kabut

"Beri mereka jaminan bahwa jika diperlukan, Filipina siap menawarkan fasilitas apa pun atau hal apa pun yang dibutuhkan AS untuk menjadi sekutu utama kami."

Meski begitu, Romualdez mengatakan Manila belum berpikir untuk menjatuhkan sanksi ke Rusia seperti apa yang dilakukan negara-negara Barat pimpinan AS.

Perjanjian Pertahanan Bersama tahun 1951 sendiri mewajibkan AS dan Filipina untuk saling membantu jika terjadi serangan. Ini sendiri dibuktikan dengan bantuan Washington baru-baru ini yang diberikan kepada Manila pasca ketegangannya dengan China di Laut China Selatan (LCS).

 

Perang Batal Kelar

Pertemuan antara Rusia dan Ukraina melalui menteri luar negerinya masing-masing di Turki berakhir antiklimaks. Dalam agenda yang berlangsung Kamis waktu Ankara, tidak ada kesepakatan konkret terkait pengakhiran perang.

Seperti diwartakan CNBC International, diskusi antara Menlu Rusia Sergey Lavrov dan Menlu Ukraina Dmytro Kuleba hanya berlangsung sekitar 1,5 jam. Tak ada kemajuan berarti dalam pembahasan mengenai gencatan senjata 24 jam maupun jalur evakuasi warga sipil dari kota Mariupol.

Kuleba menyatakan pembicaraan itu berlangsung dengan mudah sekaligus sulit. Ia pun mengaku kecewa karena Lavrov tampaknya tidak memiliki kapasitas untuk mengambil keputusan karena ada pihak yang lebih berwenang di Rusia.

"Mudah karena Menteri Lavrov pada dasarnya mengikuti narasi tradisionalnya tentang Ukraina," katanya.

"Tetapi sulit karena saya berusaha melakukan yang terbaik untuk menemukan solusi diplomatik atas tragedi kemanusiaan di medan pertempuran dan di kota-kota yang terkepung."

Jumlah Korban

Sementara itu, jumlah warga sipil yang tewas akibat serangan Rusia ke Ukraina terus bertambah. Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) mengatakan sedikitnya 549 warga jadi korban, dengan 41 di antaranya anak-anak.

Angka ini diyakini masih akan terus bertambah. Setidaknya sedikitnya 975 warga sipil terluka akibat serangan.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews