Manusia dalam Kerangkeng Rumah Bupati Langkat Diduga Disiksa

Manusia dalam Kerangkeng Rumah Bupati Langkat Diduga Disiksa

Tim gabungan dari Polda Sumut mendatangi kerangkeng di belakang rumah Bupati nonaktif Langkat, Terbit Rencana Perangin-angin.(Dok. Polda Sumut)

Langkat, Batamnews- Kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-Angin, di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara sudah ada sejak 2012. 

"Ternyata kerangkeng itu sudah ada sejak 2012. Informasi awal dijadikan tempat rehabilitasi untuk orang atau masyarakat yang kecanduan narkoba atau ada yang dititipkan orangtuanya terkait kenakalan remaja," kata Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi, Senin (24/1/2022) sore. 

Baca juga: Secarik Kertas dari Calon ART Ungkap Dugaan Penyekapan di Batam

Kerangkeng itu diketahui ketika operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (OTT KPK) beberapa waktu lalu. Ukuran 6x6 meter Hadi menjelaskan, ada dua kerangkeng manusia di rumah Bupati nonaktif Langkat yang berukuran 6x6 meter. 

Kedua sel itu diisi 27 orang yang setiap hari bekerja di kebun sawit. Saat pulang bekerja, mereka akan dimasukkan ke dalam kerangkeng lagi. 

"(Saat ini) mereka masih ada di situ (kerangkeng)," katanya. Menurut polisi, 27 orang tersebut diantarkan sendiri oleh orangtua masing-masing. Bahkan, para orangtua dan menandatangani surat pernyataan. 

"Mereka datang ke situ diantarkan oleh orangtuanya dengan menandatangani surat pernyataan. Isinya antara lain, direhabilitasi, dibina dan dididik selama 1,5 tahun. Mereka umumnya adalah warga sekitar lokasi," kata Hadi. 

Belum ada izin Dijelaskan Hadi, pada 2017, BNNK Langkat sudah sempat berkoordinasi dengan Terbit Rencana Perangin-angin, jika memang dijadikan tempat rehabilitasi harus ada perizinannya. 

"Namun sampai detik ini belum ada (perizinannya) dan saat ini sedang didalami oleh tim gabungan," katanya. 

Dikatakannya, mengenai hal-hal atau informasi yang berkembang saat ini masih digali informasinya di lapangan.

 "Selnya ada. Ruang tahanan itu ada, betul dan ini yang sedang didalami tim. Tim sudah meminta keterangan dua penjaga di tempat itu," ungkap Hadi. 

Diduga disiksa dan tak digaji Dugaan tindak perbudakan manusia itu pertama kali diungkap oleh Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat (Migrant Care).

 Menurut Migrant Care, pihaknya menerima laporan adanya kerangkeng manusia serupa penjara, yakni berupa besi yang digembok, di dalam rumah Terbit. Diduga, kerangkeng itu digunakan sebagai penjara bagi para pekerja sawit yang bekerja di ladang bupati tersebut. 

"Kerangkeng penjara itu digunakan untuk menampung pekerja mereka setelah mereka bekerja. Dijadikan kerangkeng untuk para pekerja sawit di ladangnya," kata Ketua Migrant Care Anis Hidayah, Senin (24/1/2022). 

Anis mengungkapkan, ada dua sel dalam rumah Terbit yang digunakan untuk memenjarakan sekitar 40 orang pekerja. Jumlah pekerja itu kemungkinan besar lebih banyak daripada yang saat ini telah dilaporkan. 

Baca juga: Polisi Tetapkan Tersangka Penyekapan di Perumahan Cipta Asri Tembesi

Mereka disebut bekerja sedikitnya 10 jam setiap harinya. Selepas bekerja, mereka dimasukkan ke dalam kerangkeng, sehingga tak memiliki akses keluar. 

Para pekerja bahkan diduga hanya diberi makan dua kali sehari secara tidak layak, mengalami penyiksaan, dan tak diberi gaji. 

"Mereka tentu tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar. Mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka," ujar Anis. 

"Selama bekerja mereka tidak pernah menerima gaji," ungkapnya. Migrant Care menilai bahwa situasi ini jelas bertentangan dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip pekerjaan layak yang berbasis HAM, dan prinsip antipenyiksaan.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews