Jembatan Babin Belum Penting

Jembatan Babin Belum Penting

Robby Patria.

Oleh: Robby Patria

DENGAN kondisi negara yang sedang berjuang memulihkan perekonomian nasional, lalu beban utang negara yang kian menggunung, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan memperhitungkan dengan matang apakah proyek mercusuar seperti Jembatan Batam Bintan (Babin) akan dibangun atau tidak. Kalau nilai ekonomis jembatan itu tidak terlalu besar dibandingkan manfaat, maka sebaiknya ditunda sampai ekonomi negara benar benar siap.

Jika dibangun 2022, jembatan terpanjang di Indonesia itu akan menelan anggaran lebih kurang Rp13 triliun lebih dengan skema didanai swasta BUMN dan APBN. Setidaknya Rp4 triliun APBN akan dikucurkan untuk pembangunan jembatan dari Batam kawasan Telaga Punggur ke Tanjung Sauh.

Sisanya biaya pembangunan jembatan itu akan dilakukan melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KBBU). Memang sudah ada perusahaan asing yang tertarik untuk mendanai pembangunan jembatan. Namun sampai dengan akhir 2021, perusahaan mana yang akan menaburkan duitnya belum jelas. 

Kajian Ekonomis Babin

Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad belum lama ini menulis di sejumlah media massa di Kepri soal manfaat jika pemerintah pusat di bawah pemerintahan Jokowi dapat membangun jembatan tersebut.

Ansar anggap itu peninggalan Jokowi yang luar biasa jika dapat diwujudkan selama pemerintahan yang akan berakhir 2024. Apakah benar Jembatan Batam Bintan memiliki nilai ekonomis yang begitu mendesak untuk dilakukan pembagunan di saat negara memerlukan uang memulihkan kembali perekonomian Indonesia? 

Ini pertanyaan serius yang harus dijawab melalui kajian akademis yang betul betul netral dari segala sisi demi kepentingan bersama. Kemudian juga dipertimbangkan biaya perawatan Jembatan Babin yang membelah laut itu akan didanai dari APBN atau melalui APBD Kepulauan Riau. Jika dana perawatan Jembatan Batam Bintan diserahkan melalui anggaran daerah, maka hal tersebut pasti memberatkan keuangan daerah yang sekarang mulai mengalami pengurangan akibat hantaman pandemi Covid-19.

Sangat mustahil membangun jembatan di tengah kedalaman laut puluhan meter dan kuatnya arus dari Tanjung Uban ke Telaga Punggur tak memerlukan perawatan serius. Jembatan di darat saja mengalami penurunan tanah sehingga perlu dirawat agar sambungan antarjembatan tidak turun terlalu jauh. 

Kita bisa bandingkan Amerika membangun jembatan panjang yang membentang di atas selat dan menghubungkan sisi utara San Francisco dengan Marin County, California. Sebelum ada jembatan tersebut, lalu lintas menggunakan feri. Sampai sejauh ini setidaknya ada 2 miliar kendaraan yang lalu lalang di jembatan ikonik di AS tersebut sejak digunakan 1937.

Dan itu terasa penting bagi Amerika ketika jembatan dengan Panjang 2,7 Km tersebut setiap hari dilalui puluhan ribu kendaraan lalu lalang. Sehingga jembatan panjang di AS tersebut perlu dibangun dengan 35 juta dollar Amerika biaya dikeluarkan menghubungkan dua negara bagian yang padat penduduk serta memicu pertumbuhan ekonomi dua daerah.

Sama halnya dengan China membangun jembatan panjang yang menghubungkan Macau dengan Hongkong. Dua kawasan ini dikenal salah satu pusat perekonomian China. Juga menjadi pusat destinasi wisata di China sehingga China merasa perlu untuk menghubungkan keduanya melalui jembatan.

Jembatan China ke Hongkong dilalui puluhan ribu kendaraan per hari. Ada potensi bisnis yang sangat besar dengan lalu lalang kendaraan puluhan ribu tersebut. Hong Kong Zhuhai Macau Bridge merupakan jembatan di atas laut yang menghubungkan tiga lokasi, yaitu Hong Kong, Zhuhai dan Macau menelan dana Rp 218 triliun yang dibangun selama tujuh tahun. 

Nah sekarang kita hitung berapa kendaraan roda empat dan roda dua yang diprediksi lalu lalang ke Batam dari Tanjungpinang? Jumlah kendaraan di Batam baik jenis roda dua hingga roda empat berdasarkan data Korlantas Polri terkini berjumlah 768.877. Data jumlah kendaraan di Tanjungpinang sebanyak 126.256, dan seluruh kendaraan di Kabupaten Bintan 68.682 unit. Jika seluruh kendaraan tersebut lalu lalang ke Batam melalui jembatan maka aka nada 963.815 kendaraan. Itupun jika seluruh kendaraan mau ke Batam disebabkan kepentingan bisnisi dan liburan.

Ini dengan asumsi, seluruh kendaraan di Batam boleh keluar masuk Batam ke Bintan. Bisa jadi, mobil di Batam banyak yang tak bisa keluar Batam karena status mobil impor dari Singapura yang khusus dapat dipakai di Batam dan tidak dapat dibawa keluar Batam.

Lalu lalang kendaraan Batam Bintan paling banyak di musim lebaran jelang hari H bisa mencapai 1.300 lebih kendaraan yang keluar dari Punggur ke Bintan berdasarkan catatan ASDP di tahun 2019. Dengan melihat data ini lalu lalang kendaraan Batam ke Bintan dalam kondisi normal mungkin tak melebihi 1.000 kendaraan per hari.

Tentu dengan jumlah kendaraan tidak sebanyak daerah Jawa Timur yang dibangun Jembatan Suramadu, pihak investor akan menghitung dengan matang soal kapal mencapai titik impas biaya pembangunan dan pemasukan dari kendaraan lalu-lalang di jembatan tersebut. Ada sejumlah pihak yang menghitung perlu waktu 50 tahun biaya pembangunan jembatan mencapai titik impas atau balik modal. 

Harus ada kajian yang matang menfaat jembatan tersebut untuk memberikan daya ungkit pertumbuhan ekonomi di Kepri. Karena jika pemerintah nekad membangun jembatan Batam Bintan tanpa memberikan impact yang besar bagi pertumbuhan ekonomi daerah maupun nasional, saya kira pembangunan harus ditunda sampai dengan waktu negara memiliki kemampuan keuangan yang cukup.

Pembangunan Jembatan Babin harus dikaji serius. Karena kegagalan kita merumuskan arah pembangunan dan kebijakan baru pascakorona, tak hanya akan memperparah risiko krisis di masa mendatang, tetapi juga kemampuan dan daya tahan kita dalam menghadapi krisis dunia yang kian serius (Gaban,2021).

Dana proyek senilai Rp13 Rp triliun lebih sangat besar. Padahal dalam lingkup regional, Badan Pusat Statistik mencatat, PDRB Kepulauan Riau triwulan I-2021 memberikan kontribusi sebesar 7,65 persen terhadap PDRB Pulau Sumatera.

Pertanyaan yang harus dijawab sejauh mana jembatan tersebut meningkatkan PDRB Kepri? Pertanyaan ini belum terjawab melalui kajian ilmiah. Sangat disayangkan ketika proyek mercusuar dibangun tetapi trickle down effect tidak menetes ke bawah seperti yang diharapkan. Seharusnya pertumbuhan ekonomi yang terpusat pada satu daerah bisa menetes ke daerah sehingga diharapkan terjadi pertumbuhan ekonomi.

Dan nampaknya, seperti kata Farid Gaban, mungkin kita perlu menilik kembali pemikiran Soedjatmoko tentang pembangunan yang mendahulukan pemenuhan kebutuhan dasar dan penghormatan pada kemanusiaan. Intinya bagaimana membangun kesejahteraan bangsa lewat keragaman hayati. Pembangunan di Kepulauan Riau harus menyesuaikan dengan kondisi kebudayaan dan sosio kultur masyarakat kepulauan yang ramah dengan lingkungan. 

Gubernur Kepri Ansar Ahmad di salah satu TV swasta nasional Jakarta menyebutkan, ada beberapa manfaat jika adanya jembatan untuk kawasan Bintan. Misalnya, hasil produksi sayur Bintan sampai ke Batam melalui jembatan, kemudian, Bintan bisa memasok air bersih untuk Batam yang diprediksi akan kekurangan air bersih. Lalu adanya jembatan akan menambah lama kunjungan turis ke Bintan dan Batam. Menurut Ansar, turis yang awalnya menginap di Bintan bisa menambah waktu nginap di Batam sebelum mereka balik ke negeri asal. Dan diharapkan adanya jembatan memberikan perluasan kawasan ekonomi ke Bintan.

Dengan sejumlah alasan ini, maka dapat dijawab dengan ringkas, misanya hasil produk pertanian Bintan mudah untuk dikirim ke Batam. Selama ini hasil produk pertanian di Bintan sudah dikirim ke Batam bisa melalui kapal RoRo maupun melalui kapal kayu. Sampai sekarang proses distribusi barang tidak ada masalah sama sekali. Bukan hanya sayur-mayur, barang konsumsi pun banyak dari Batam masuk ke Tanjungpinang dan Bintan. Budaya maritime selama ini terjadi di Kepulauan Riau bisa kita lihat banyak kapal kapal kargo di perairan Tanjungpinang dan Batam. 

Kemudian soal lahan investasi, Batam masih banyak kawasan pengembangan investasi seperti di Kawasan Barelang. Bintan dengan kawasan KEK Galang Batam masih tersedia lahan yang luas untuk investasi. 

Persoalan utama saat ini kita menghadapi problem ketimpangan dan kemiskinan yang makin kronis. Maka kita layak kembali mempertanyakan apa yang dikatakan Farid Gaban soal filosofi, prinsip-prinsip, dan ukuran-ukuran lama soal pembangunan? Apa yang disebut kemajuan? Apa tujuan hakiki dari pembangunan? “Layakkah kita mengejar pertumbuhan ekonomi, apalagi jika hasilnya adalah konsumerisme, perluasan ketamakan yang pada gilirannya merusak alam tempat kita hidup?”

Pembangunan Jembatan Babin itu bukanlah prioritas untuk meningkatkan layanan public seperti kesehatan, pendidikan, dan meningkatkan kesejahteraan. Proyek itu masih sekedar untuk gagahan yang akan dinikmati mereka yang memiliki kendaraan untuk mempermudah tidak naik kapal ke Batam. Diganti dengan mobil atau sepeda motor. Dampak kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat Kepri adanya Jembatan Babin bisa jadi tak banyak mengubah perekonomian seperti dampak positif Jembatan Golden Gate ataupun jembatan di China. 

Ketika negara dalam situasi berbenah setelah hantaman pandemi, sebaiknya keuangan negara digunakan untuk pembangunan yang begitu penting menyasar kehidupan masyarakat. Stop dulu pembangunan yang sifatnya subtitusi. Katena tanpa adanya jembatan Babin, warga Tanjungpinang dan Batam tetap saling terhubung melalui kapal laut, feri, pompon hingga speed boad, RoRo. Jadi apa urgensinya pembangunan jembatan itu sekarang? Namun jika negara sudah kelebihan duit, maka tidak salah proyek mercusuar seperti jembatan Babin dibangun.*

*Penulis adalah mahasiswa Universiti Tun Hussien Onn Malaysia (UTHM).


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews