Rasa Pilu dan Kelekatu dalam Sajak Itu

Rasa Pilu dan Kelekatu dalam Sajak Itu

Melan.

Oleh: Melan

Perjalanan hidup yang penuh lika-liku selalu menghantarkan manusia pada pelajaran hidup yang berharga. Suka dan duka adalah lukisan indah yang kelak akan diceritakan panjang lebar pada waktu senja.

Tapi pernahkan Anda berada diposisi paling terpuruk dalam hidup, saat keluarga, saudara, kekasih, dan orang-orang terdekat tak lagi menjadi tempat berbagi dalam kesusahan?

Pernahkan pula kamu merencanakan mimpi-mimpi besar namun hancur berantakan begitu saja? Pastinya yang kamu rasakan hanya pilu, seumpama seekor kelekatu yang begitu apik digambarkan dalam sajak sendu pada bait-bait puisi Kelekatu karya Rida K. Liamsi.

Kelekatu
Kepada : Thab

Ada ketika kita menjadi seperti kelekatu
Terbang dari lampu ke lampu
Dari pintu ke pintu
Dan akhirnya terdampar di bawah bangku
Tapi tak ada yang menyapa
Tak ada yang bertanya
Kesepian seperti degup maut yang berdetak di ujung
stateskop
Hanya kita yang merasa Aduhai
Aduhai
       Aduhai
Hanya kita yang tahu, apa yang tak pernah sampai

Memasuki bait pertama saja sudah menarik kesannya, sebab ada saat kita di suatu masa menjelajahi berbagai tempat di bumi ini, untuk mencari jati diri. Namun ada kalanya dihadapkan pada masa-masa sulit, kemudian umpama mencari bantuan dari pintu ke pintu dan pada akhirnya hanya kita sendiri yang mampu menghadapi situasi itu, merasa tersakiti sendiri, tersiksa sendiri, bahkan untuk menyapa dan sekedar bertanya pun orang-orang enggan. Hanya kita yang tahu, segala kegagalan dan harapan-harapan yang usai tanpa sempat sampai.

Itu yang tergambarkan dalam bait pertama sajak Kelekatu itu. Untuk menghadapi situasi seperti ini hendaknya kita sebagai pribadi sosial harus bijak dalam memilih sahabat, umpama ungkapan Raja Ali Haji dalam Gurindam Dua Belas nya pasal keenam bait pertama yaitu `Caharilah oleh mu sahabat, Yang boleh dijadikan obat`.

Sudah jelas pesannya, bahwa sahabat bukan hanya seorang yang hadir dalam suka, namun yang hadir juga dalam duka bahkan mampu jadi obat dalam segala luka karena perjalanan kehidupan kita.

Ada ketika kita menjadi seperti kelekatu
Memandang kilap air dan terhunjam ke batu
Tapi tak ada yang menyapa
Tak ada yang bertanya
Keterasingan seperti sebuah lemari masa lalu tercuguk
di balik pintu
Hanya kita yang merasa kepedihan yang mengalir dalam
kabel lampu-lampu
Hanya Senyap
     Senyap
Senyap
Hanya kita yang tahu, apa yang tak sempat terucap

Penggambaran situasi pada bait kedua ini adalah bagaimana seseorang yang hilang arah kemudian salah langkah. Mungkin saja karena tertipu dengan sesuatu, tertipu dengan apa yang ditawarkan oleh dunia, seperti perwakilan pada makna memandang kilap air dan terhunjam ke batu dan lagi-lagi berujung pada pengasingan diri, hanya kita sendiri yang paham pada situasi ini, situasi yang bahkan tak sempat terucap oleh kata.

Dan tentang tipu daya ini, sudah pula diperingati oleh Raja Ali Haji dalam Gurindam Dua Belas pasal pertama, yaitu:

Barang siapa mengenal dunia,
Tahulah ia barang yang terpedaya.
Barang siapa mengenal akhirat,
Tahulah ia dunia mudarat.

Apapun yang ada di dunia ini, hanyalah sekedar kenikmatan sementara, jadi gunakan hanya untuk ladang menuju kebaikan dan ridho ilahi untuk kehidupan akhirat yang baik. “Katakanlah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu nilainya kecil. Nilai akhirat jauh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa.”(Q.S Annisa:77).

Ada ketika kita menjadi seperti kelakatu
Menunggu resa angin, menjadi isyarat musim
Memburu cahaya, dan gugur saat gelap tiba
Tapi kita tak tahu Bila
Bila
       BILA

(2006)

Dan pada makna bait di atas menunjukkan kenyataan hidup dan tujuan akhir perjalanan manusia, bahwa seberapa panjang pun perjalanan yang kita tempuh, seberapa banyak rasa suka dan duka yang pernah dirasa, tetap kita akan berhenti pada tujuannya, dan tujuan itu adalah kehidupan abadi diakhirat nanti, terwakili lah pada larik-larik:

Memburu cahaya, dan gugur saat gelap tiba
Tapi kita tak tahu Bila
Bila
       BILA

Memburu cahaya adalah diibaratkan sebagai perjuangan untuk menjalani kehidupan dan gugur saat gelap tiba adalah diibaratkan sebagai jalan pulang atau gugur dan meninggalkan dunia, hanya tatapan penuh kegelapan saat tiba nya roh dan jasad akan berpisah. Tapi kita tak tahu Bila
Bila
       BILA

Namun tentang waktu kapan tibanya roh dan jasad kita akan berpisah, tak ada satu pun manusia yang tahu, menebak pun tak mampu, kecuali hanya menjalaninya dengan jalan dan cara terbaik.

“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Dan hanya pada hari kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasan mu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan kedalam surga, sungguh dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.”(Q.S Ali Imran:185).

Penulis adalah Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) Tanjungpinang.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews