Kabiro Umum Kepri Martin Maromon Mendadak Cabut BAP di Sidang Nurdin Basirun

Kabiro Umum Kepri Martin Maromon Mendadak Cabut BAP di Sidang Nurdin Basirun

Martin Maromon (Foto: Ist)

Jakarta - Kepala Biro Umum Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Martin Luther Maromon, mencabut keterangannya dalam berita acara perkara (BAP). Martin menyampaikan keterangannya dalam BAP diarahkan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal ini diungkap saat jaksa penuntut umum KPK membacakan BAP. Dalam BAP itu, Martin mengaku membuat laporan pertanggungjawaban fiktif terkait kegiatan mantan Gubernur Kepri Nurdin Basirun pada 2019.

Martin juga menyebut bakal mengondisikan penggunaan uang senilai Rp200 juta. Uang itu diterima Nurdin dengan pecahan Rp100 ribu dan Rp50 ribu di sebuah hotel di Batam.

"Maaf Pak boleh saya luruskan, itu sebenarnya saya diarahkan oleh penyidik. Saya sampaikan ke penyidik bahwa kalau ini berbahaya buat saya, tapi penyidik mengatakan 'enggak apa-apa Martin'," kata Martin saat diperiksa sebagai saksi untuk terdakwa Nurdin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu, 29 Januari 2020 seperti dikutip Medcom.

Martin dalam kesaksiannya menyebut anggaran kegiatan itu diambil dari anggaran biro umum sekretariat daerah. Martin berkukuh bahwa keterangan fiktif itu atas perintah penyidik.

Jaksa lantas meminta Martin menyampaikan keterangan yang sebenarnya. Padahal di awal persidangan majelis sempat menanyakan Martin apakah mendapat tekanan dari penyidik atau tidak.

"Saya sudah sampaikan Pak bahasa ini sangat memberatkan saya apakah gimana, dari penyidik enggak apa-apa," jawab Martin.

Jaksa mengultimatum Martin dan akan dianggap memberi keterangan palsu jika pengakuannya tersebut bohong. Keterangan saksi palsu dapat diancam pidana selama tujuh tahun.

Dalam Pasal 242 ayat (1) KUHP disebutkan 'mengancam hukuman tujuh tahun bagi siapapun dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik lisan maupun tertulis, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang ditunjuk untuk itu'.

Jaksa bahkan akan memperlihatkan video pemeriksaan Martin di KPK. Hal ini untuk membuktikan apakah Martin mendapat paksaan.

Nurdin didakwa menerima suap Rp45 juta dan SGD11 ribu. Suap untuk memuluskan penerbitan izin pemanfaatan ruang laut di kawasan Kepri.

Suap diduga diterima pada April-Juli 2019. Uang haram itu berasal dari dua pengusaha, Kock Meng dan Johannes Kodrat. Kemudian, seorang swasta atau nelayan bernama Abu Bakar.

Nurdin didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.

Nurdin turut didakwa menerima gratifikasi Rp4,2 miliar. Uang rasuah diduga berasal dari pengusaha yang meminta penerbitan izin pemanfaatan ruang laut, izin lokasi reklamasi serta ditambah dengan penerimaan dari Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepri.

Dalam perkara gratifikasi, Nurdin didakwa melanggar Pasal 12 B Ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews