Perencanaan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Batam Perlu Diperjelas

Perencanaan dan Pengembangan Destinasi Pariwisata Batam Perlu Diperjelas

Jembatan Barelang. (Foto: ist)

Kepariwisataan merupakan salah satu sektor yang dapat mewujudkan pembangunan berkelanjutan bagi suatu daerah. The World Tourism Organization (UNWTO) sebagai bagian dari PBB telah menetapkan bahwa pembangunan kepariwisataan adalah pembangunan yang bertanggung jawab dan berkelanjutan (Sustainable and Responsible Tourism).

Batam adalah salah satu kota di Kepulauan Riau yang pada tahun 2019 ditetapkan sebagai kota penyumbang wisatawan mancanegara peringkat kedua Nasional, setelah Bali. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Kepri pada Januari-Juni 2019 mencapai angka 1.13 juta.

Angka tersebut mengalami kenaikan 17,42 persen atau sebesar 267.307 kunjungan dibandingkan periode yang sama 2018 sebesar 17,04 persen atau sebanyak 227.653 kunjungan.

Hal ini disebabkan oleh letak Pulau Batam yang sangat strategis yaitu Berbatasan dengan Negara Singapura dan Malaysia. Masyarakat pulau Batam perlu memberikan apresiasi kepada pemerintah dan dinas terkait dalam pencapaian prestasi tersebut.

Namun sangat disayangkan ketika kenaikan jumlah wisatawan mancanegara ke Batam dipublikasikan, kenaikan jumlah PAD dari kunjungan Wisman tersebut tidak dipublikasikan.

Sehingga publik bertanya-tanya apakah kenaikan jumlah Wisman berbanding lurus dengan kenaikan PAD Batam sehingga kita dapat melihat jenis wisata mana yang menjadi unggulan kota Batam dan penyumbang PAD yang paling besar.

Batam memiliki banyak potensi wisata diantaranya wisata alam atau bahari, wisata religi, wisata belanja, wisata agro, wisata MICE, wisata kuliner, wisata olahraga,dan wisata sejarah. Dengan banyak dan beragamnya potensi daya tarik wisata yang ada di Pulau Batam sehingga kita perlu untuk membuat konsep perencanaan dan pengembangan pariwisata Batam yang matang dan fokus kepada keunikan dan destinasi unggulan yang ada di Batam  dan ini juga berpengaruh untuk untuk pembagian zona dalam perencanaan dan pengembangan kawasan destinasi wisata di Batam.

Batam harus memiliki destinasi unggulan yang iconic dan terkonsep sehingga mudah untuk dipasarkan dengan Brand Destinasi berupa slogan, tagline, logo destinasi, dan lainnya.

Tapi yang ada saat ini Batam mengembangkan semua potensi wisatanya secara merata sehingga para Wisman ataupun Wisnus kebingungan dalam memilih destinasi prioritas mereka.

Walaupun dalam pengembangkan destinasi rumusnya sama yaitu 3A Atraksi, Akses, dan Amenitas tetapi wisatawan juga membutuhkan layanan jasa untuk menjawab tiga kebutuhan dasar mereka ketika berwisata mereka yakni: (a) something to see yaitu sesuatu yang dilihat, diamati, disaksikan atau ditonton bersifat unik dan atraktif. (b) Something to do: sesuatu yang ingin dilakukan berupa kegiatan yang menghibur dan menyenangkan, dan (c) Something to buy: sesuatu yang ingin dibeli sebagai cendera mata (souvenir) berupa produk yang khas daerah serta mudah di kemas.

Namun ketika ada destinasi unggulan, maka konsep perencanaan dan pengembangan destinasi tersebut harus diberikan sentuhan yang lebih. Destinasi unggulan ini bisa ditetapkan melalui banyaknya jumlah wisman yang memilih destinasi tersebut dengan perputaran transaksi yang besar.

Dalam catatan sejarah, BJ Habibie mulai membangun Batam pada tahun 1978  dengan membawa master plan sebagai kawasan industri, jasa, perdagangan, alih kapal dan pariwisata.

 Konsep pengembangan Batam menuju kota wisata sudah ada sejak dulu, tapi belum menjadi prioritas utama waktu itu. Butuh waktu yang tidak singkat dan strategi yang sangat matang serta terkonsep untuk merubah image Batam dari kota industri menjadi kota wisata.

Dan itu bukanlah hal yang sederhana untuk perencanaan dan pengembangan destinasi pariwisata yang berkelanjutan.Perencanaan dan  pengembangan destinasi pariwisata harus dilakukan secara profesional, memiliki konsep yang jelas, terpadu secara sektoral dan kewilayahan.

Dan hal itu harus didukung oleh sistem jasa, infrastruktur dan layanan yang andal, serta diperkuat oleh strategi pemasaran yang aktif, intensif, dan fokus. Dinas pariwisata Batam dan Kepulauan Riau sudah menjalankan hal tersebut dan sudah on the track.

Tapi perlu diingat untuk pariwisata yang berkelanjutan kita harus terus berinovasi.  “Titik fokus dari isu pariwisata Batam, pemerintah akan mengembangkan ekowisata bahari, wisata kuliner, wisata historis dan budaya, meningkatkan iklim investasi pariwisata dan promosi pariwisata.

Dalam perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) pemerintah kota Batam memiliki sasaran meningkatkan pengembangan pariwisata dengan program prioritas pengembangan sektor pariwisata serta program pelestarian pengembangan seni dan budaya.”

Ini jelas sekali tidak tentu arah fokusnya, semua dilaksanakan sekaligus tanpa ada skala prioritas. Batam seharusnya sudah mulai menentukan dan menonjolkan destinasi unggulannya yang menjadi primadona para wisatawan, baik wisatawan nusantara maupun wisatawan mancanegara.

Ketika konsep perencanaan dan pengembangan suatu destinasi tidak fokus dan mengambang, maka suatu daerah akan kehilangan kearifan lokal, brand image dan potensi wisata unggulan mereka karna tidak adanya perhatian khusus.

Sebagian besar kawasan atau kota-kota belum memiliki kebijakan, visi dan misi, arah atau tindakan praktis serta penelitian tentang pariwisata sebagai upaya pengembangan wisata atas potensi wisata yang dimiliki kawasan tersebut.

Akibatnya peran wisata yang diharapkan tidak sesuai dengan ekspektasi.. Mengapa pariwisata perlu direncanakan dengan baik?

Pertama, Fenomena pariwisata makin kompleks dari yang pernah terfikir sebelumnya karena pariwisata melingkupi seluruh sektor kehidupan masyarakat. Kedua,Pariwisata berdampak positif dan negative. Ketiga,Pariwisata makin kompetitif dan promosi destinasi wisata makin gencar.

Keempat,Pariwisata bisa berakibat buruk pada sumberdaya alam dan budaya jika kurang tepat pengelolaannya, dan kelima Pariwisata mempengaruhi semua orang dalam komunitas tertentu dan semua yang terlibat dalam pariwisata perlu berpartisipasi dalam proses perencanaan pariwisata.

Jika pariwisata tidak direncanakan dengan baik akan menimbulkan berbagai dampak bagi kawasan wisata itu sendiri dan masyarakat sekitarnya. Berikut adalah dampak kawasan wisata tanpa perencanaan :1. Dampak fisik kawasan menjadi tidak tertata dan seringkali banyak bangunan terlantar serta kekumuhan yang muncul sehingga mengurangi daya tarik kawasan wisata tersebut.2. Dampak sosial budaya yaitu hilangnya keaslinya budaya lokal akibat kulturalisasi yang berlebihan dan tanpa kontrol. 3.Dampak pemasaran yang berlebihan yaitu terjadinya ketidakefisiensian pemasaran yang dilakukan oleh berbagai pihak tanpa koordinasi yang baik. (**)

 

Penulis: Siska Mandalia

Kepala Kantor Kolaborasi dan Kemitraan, Batam Tourism Polytechnic (BTP)

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews