Kill or To Be Killed, is it Still Relevant?

Kill or To Be Killed, is it Still Relevant?

BENARKAH dunia bisnis saat ini sudah seperti rimba belantara, siap membunuh atau terbunuh, seperti judul tulisan ini, kill or to be killed, cut-the-throat, or even beat the competition at all cost.

Apakah memang demikian menyeramkan dunia bisnis hari ini, sehingga untuk memenangkan persaingan kita lazim menempuh segala cara? Apakah menghancurkan pesaing merupakan sebuah tujuan utama?

Namun demikian, apakah selamanya nafsu membunuh datang dari para pesaing? Apakah mungkin aksi saling bunuh merupakan konsekuensi dari pertarungan di medan persaingan? Samudera merah yang penuh dengan hiu pembunuh!

Kita tentu belum lupa bagaimana banyak merek terkenal yang sempat merajai pasar global pada satu dekade silam, kini tenggelam.  Begitu juga di level domestik, banyak perusahaan yang harus merasakan kejamnya medan persaingan.

Tapi kegagalan perusahaan/merek tersebut membuktikan satu hal, bahwa popularitas sebuah merek atau perusahaan, tidak akan mampu bertahan hidup jika tidak memiliki kemampuan beradaptasi. The world has changed!

Dalam beberapa tulisan edisi pekan sebelumnya, saya telah menyinggung tentang pentingnya perusahaan mengoptimalkan kapabilitas dinamis yang dimiliki sebagai upaya merespon perubahan lingkungan eksternal perusahaan.

Apakah anda termasuk perusahaan yang sudah masuk kategori mature dan penguasa pasar, atau anda merupakan perusahaan baru rintisan yang sedang membentuk pasar potensial. You need to optimize your dynamic capability.

Lisa Bodell, founder FutureThink, menyarankan sebuah teknik yang cukup efektif memenangkan persaingan yang mematikan bisnis pada masa depan. Kill your company! Strategi ini didisain untuk secara objektif menganalisa keseluruhan bisnis secara internal dan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dimiliki.

Saat ini, pesaing semakin agresif. Dipicu oleh disrupsi teknologi sehingga cara-cara lama sudah berpindah atau shifting menjadi teknologi baru (new way of technology) yang memicu produksi semakin efisien, produk semakin murah, dan pemasaran menjadi semakin efektif.

Kondisi ini belum diperparah oleh perilaku konsumen yang semakin complicated. Pemicunya adalah para milenial, yang punya segudang syarat sebelum membeli produk. Karakteristik milineal yang akrab dengan teknologi membutuhkan pelayanan yang juga tech-minded. Produk yang dijual dengan cara lama otomatis akan ditinggal.

Praktis, generasi milenial menjadi motor berkembangnya era disrupsi digital. E-commerce berkembang semakin pesat karena milenial, sharing economy atau experience-based economy juga semakin diminati.

Generasi ini lebih memilih jalan-jalan ketimbang beli baju atau sepatu. Sensasi bisa ekspos saat sedang berkunjung ke tempat/lokasi baru bahkan mengalahkan hasrat berbelanja barang.

Itulah sekilas gambaran dunia saat ini. Tapi sekali lagi, teknologi tetap menjadi sebuah alat/tools dalam memudahkan pemasaran sebuah produk atau jasa. Untuk menuju sebuah perubahan, perusahaan harus menyusun strategi merespon pasar yang tepat dan efektif.

Melalui tulisan ini, saya ingin berbagi tiga tips untuk menjaga momentum perusahaan di tengah persaingan yang semakin agresif. 

Understand the Market
Para eksekutif dan tim sudah pasti harus paham pasar yang saat ini menjadi medan pertempurannya. Siapa saja pesaing, apa saja yang ditawarkan, apa saja kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, dengan demikian perusahaan bisa memahami apa saja kompetensi yang dibutuhkan untuk bersaing, membangun platform untuk berbeda dibandingkan yang lain.

Memahami pasar juga berarti harus kenal siapa our loyal customer. Kita paham bagaimana ekspektasi konsumen berubah sangat dramatis, apa saja yang memicu pelanggan kita berubah, apakah karena faktor harga, pelayanan yang belum fleksibel, atau lini produk yang semakin tertinggal dari pesaing?

Jika demikian, apakah strategi pemasaran yang ada sudah cukup efektif memperkenalkan produk di tengah para pesaing? Tentunya harus dievaluasi bagaimana kanal-kanal pemasaran yang sudah dibangun mampu menjangkau dan mempengaruhi konsumen.

Optimize the capability
Optimalisasi kapabilitas dipicu oleh ketersediaan sumberdaya manusia yang capable dan memiliki kompetensi. Strategi Kill the Company sebagaimana dirancang oleh Bodell, memberikan peran bagi SDM perusahaan untuk mampu menjawab pertanyaan berikut: what could you do to make the company still in the business today? Atau bahkan sebuah pertanyaan yang cukup ekstrem How can we beat the competition?

Kemampuan organisasi beradaptasi bergantung pada para karyawan yang direkrut dengan kompetensi yang beragam. Bagaimana para key player di dalam perusahaan mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan untuk bertahan atau memenangkan persaingan.

Outcome dari optimalisasi kapabilitas ini adalah kemampuan berinovasi untuk menghasilkan tidak saja produk baru, tapi juga teknologi baru, pola pemasaran baru termasuk bagaimana menciptakan ceruk pasar baru dan pelanggan baru yang lebih prospektif untuk mempertahankan bisnis pada masa depan.

Plan for the Future
Bisnis yang direncanakan untuk tumbuh dan berkembang pada jangka waktu tertentu berpotensi untuk sukses dibandingkan bisnis yang hanya pasrah menerima keadaan. Perencanaan bisnis masa depan memacu perusahaan untuk terus menerus beradaptasi dengan perubahan, walaupun harus menanggung konsekuensi biaya investasi yang bertambah.

Dengan demikian, perusahaan akan mempersiapkan dan mengembangkan SDM di semua sektor, lebih fleksibel dalam mengikuti tren perubahan perilaku konsumen, siap untuk investasi teknologi baru, dan lebih kreatif dalam menghasilkan lini produk baru.

Satu hal yang pasti, perencanaan menyajikan gambaran yang lebih jelas tentang kemana tujuan perusahaan dalam 3 – 5 – 10 tahun mendatang.

So, saya yakin frasa 'to be killed' tidak relevan lagi jika perusahaan mampu beradaptasi dan berubah menyesuaikan perkembangan lingkungan eksternal. Unless they no longer aware of  the change that exist.

Suyono Saputro (Penulis adalah akademisi Universitas Internasional Batam)


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews