Welcome to the VUCA World

Welcome to the VUCA World

PT Unisem Batam, salah satu manufaktur elektronik di Kawasan Industri Batamindo memutuskan berhenti beroperasi dan mem-PHK ribuan karyawannya. Menurut keterangan pihak manajemen perusahaan, operasional perusahaan yang terus menerus merugi menjadi salah satu penyebab.

Beberapa bulan sebelumnya, Hotel Goodway dan Hotel Allium juga stop beroperasi di Batam. Padahal kedua hotel itu berada di lokasi yang sangat strategis dan berusia hampir 20 tahun. Lagi-lagi, ketidakmampuan manajemen menjawab persaingan bisnis memaksa hotel tersebut untuk menyerah.

Di tingkat nasional, kita bisa melihat dan membaca bagaimana kinerja perusahaan milik negara yang terus menerus merugi. PT Garuda Indonesia Tbk contohnya, per 2018 lalu masih mencatatkan rugi bersih hampir Rp2,5 triliun. Belum lagi, PT Krakatau Steel, PT Dirgantara Indonesia, PT Pos Indonesia, dan 20 BUMN lainnya.

Lingkungan bisnis semakin tidak pasti dan susah diprediksi, membuat perusahaan pun kesulitan menyusun strategi sebagai langkah merespon perubahan. Tema besar hari ini, dunia terus berubah dinamis, karena volatility, uncertainty, complexity, dan ambiguity (VUCA)?

Diskusi ataupun diskursus mengenai VUCA terus berkembang sejak beberapa tahun terakhir. Ada banyak sekali artikel yang mengulas tentang bagaimana kondisi dunia hari ini yang kian sulit diprediksi dan tidak pasti. Selain SWOT, para manajer sepertinya juga harus memberikan perhatian serius terhadap VUCA.

Apa itu VUCA, mengapa dia menjadi penting dalam konteks manajemen strategi? Yup, dunia dalam konsep VUCA memang berada dalam ketidakpastian dan susah ditebak kemana arah angin perubahannya, semakin kompleks dan rumit, serta dihadapkan pada situasi ambiguitas dalam berusaha. 

Padahal menurut Robert Rumelt, salah satu pakar strategi, untuk dapat melahirkan strategi yang bagus (good strategy) para pemimpin harus mampu membaca dan memetakan kondisi eksternal dan mengoptimalkan kondisi internal organisasi.

Rumelt selalu mengingatkan konsep dasar strategi adalah bagaimana organisasi mampu memanfaatkan kekuatan (strength) yang dimiliki untuk mengatasi kelemahan (weakness). Artinya, dalam mengantisipasi VUCA, pemimpin organisasi bisnis ditantang untuk memahami kondisi eksternal dan internal organisasi.
 
Kita tentu masih ingat bagaimana ekonomi dunia porak poranda akibat harga minyak mentah yang anjlok tak terkendali. Memaksa sektor bisnis yang terkait ikut merosot dan akhirnya negara-negara yang menggantungkan hidup dari minyak juga terkena dampak.

Begitu juga ketika krisis ekonomi 2007 yang dipicu oleh situasi di Amerika Serikat memberikan efek hingga ke seluruh dunia. Kita juga bisa lihat kejatuhan banyak lembaga keuangan global akibat krisis.

Namun dunia juga menemukan momentum perubahan ketika revolusi industri memaksa perusahaan manufaktur untuk mulai beralih ke teknologi digital, dan memicu kelahiran perusahaan start-up teknologi digital dan e-commerce yang mengubah perilaku konsumen global.

Kita masih ingat ketika kejayaan Palm OS direbut oleh Nokia Inc., dan superioritas Nokia berakhir ketika Blackberry menguasai pasar smartphone global, sebelum akhirnya iPhone dan Android memulai era baru persaingan telepon pintar.

Zaman terus berputar, era kamera polaroid berakhir ketika smartphone semakin pintar dengan menawarkan kualitas camera yang lebih jernih dan canggih dengan bantuan artificial intelligent (AI).

Paham situasi
Sebenarnya VUCA bisa diantisipasi, itu sebabnya dia dikaitkan dengan manajemen strategi, agar para manajer punya kemampuan mengatasi serangan VUCA dalam operasional organisasi. Harvard Business Review dalam banyak artikel dan studi kasus yang dibahas di kelas-kelas manajemen, telah memetakan langkah-langkah antisipatif terhadap VUCA dalam organisasi bisnis.

Bagaimana caranya? Ada dua hal pokok yang harus dipahami oleh para eksekutif, pertama, seberapa dalam dia memahami situasi yang terjadi? Strategi dapat menjadi sebuah alat yang menawarkan bantuan signifikan untuk berhadapan dengan turbulensi lingkungan baik eksternal maupun internal yang kadangkala dihadapi oleh organisasi.

Situasi seperti ini disebut volatility. Tantangannya berupa ketidakstabilan perubahan yang bisa saja tidak diketahui berapa lama situasi itu terjadi. Namun, bukan berarti hal ini tidak bisa diantisipasi, di sini diperlukan fungsi risk and crisis management.

Kondisi ketidakstabilan memicu ketidakpastian (uncertainty). Kegagalan dalam memahami situasi ini bisa berdampak negatif kepada organisasi. Padahal, untuk memahami ketidakpastian, organisasi bisa secara proaktif mengeksplorasi faktor-faktor penyebab kondisi ketidakpastian tersebut.

Sementara itu kompleksitas (complexity) terjadi karena interdepensi dan interkoneksi berbagai kejadian serta saling mempengaruhi satu sama lain dan mengakibatkan timbulnya masalah. Pemicu kompleksitas bisa berasal dari munculnya pesaing, disrupsi teknologi, berubahnya pola konsumsi, regulasi yang kompleks, perubahan pola supply chain, dan lainnya. 

Begitu juga ambiguity ditandai dengan kesulitan mengkonsepsikan tantangan yang ada dan memformulasikan model solusinya. Pada saat menghadapi ambiguitas maka para pimpinan organisasi dihadapkan pada keraguan untuk mengambil keputusan karena hasil yang diharapkan menjadi tidak pasti.  

Kondisi ini relevan dengan cara kedua, bagaimana pemimpin mampu memprediksi outcome/result  dari tindakan yang diambil?

Kemampuan dinamis
Lantas bagaimana kedua cara di atas bisa efektif menjadi langkah kontingensi bagi organisasi dalam menghadapi VUCA? Dalam konteks manajemen strategi, kondisi lingkungan eksternal yang terus berubah menjadi pemicu berkembangnya konsep kapabilitas dinamis (dynamic capability) organisasi.

Di sini penulis akan memaparkan konsep kapabilitas dinamis yang dikembangkan oleh Teece et al (1997) dan menjadi rujukan pengembangan teori manajemen strategi. Kapabilitas dinamis didefinisikan sebagai kemampuan untuk mengintegrasikan, membangun, dan rekonfigurasi kompetensi internal dan eksternal untuk menjawab perubahan lingkungan organisasi. 

Dalam perspektif praktis, selama lebih dari tiga dekade, perkembangan teknologi, siklus produk yang semakin pendek, proses globalisasi, dan batas-batas industri yang semakin tipis, mendorong peningkatan dinamika lingkungan bisnis. Terutama di pasar persaingan yang semakin ketat, kapabilitas dinamis diakui sebagai sumber untuk menjaga keunggulan daya saing dan prasyarat bagi organisasi untuk bertahan dalam jangka panjang.

Kemampuan organisasi mempelajari fenomena perubahan lingkungan eksternal dan dibarengi dengan kemampuan menyerap informasi yang berkembang sebagai upaya efektif untuk merespon situasi yang tidak pasti.

Di sini, organisasi bisnis tidak hanya perlu kemampuan learning capability, tapi juga kemampuan membaca peluang baru (sensing), mengoptimalkan peluang melalui sumberdaya yang dimiliki (reconfiguration), dan didukung oleh kemampuan menyerap informasi dan fenomena lingkungan (absorptive capacity).

Learning capability, merupakan inti dari kapabilitas dinamis, karena menjadi pemasok utama seluruh pengetahuan baru yang memfasilitasi proses penciptaan dan modifikasi kemampuan dinamis dan sumberdaya organisasi.

Bagaimana organisasi mengoptimalkan kapabilitas dinamis ini dalam mengantisipasi VUCA? Nah, disini tantangan itu muncul. Tidak gampang tapi bukan berarti tidak bisa diwujudkan. Para pimpinan hanya perlu lebih fleksibel dalam menyusun strategi organisasi, serta lebih cermat dalam memetakan situasi.

Contoh kasus yang diutarakan penulis pada awal artikel ini tentu bukanlah perusahaan kaleng-kaleng. Mereka sudah pasti memiliki sekumpulan eksekutif yang kompeten dibidangnya masing-masing terutama dalam membaca perubahan zaman. Hanya saja, kita tidak tahu invisible truth behind the problem yang mereka hadapi saat ini.  

'An organisation’s ability to learn, and translate that learning into action rapidly, is the ultimate competitive advantage” —Jack Welch'

Suyono Saputro (Penulis adalah akademisi Universitas Internasional Batam)


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews