Nyanyang Harris Berpotensi Gusur Asnah dari Caleg Terpilih

Nyanyang Harris Berpotensi Gusur Asnah dari Caleg Terpilih

Gedung Mahkamah Konstitusi.

Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra mempertanyakan rekomendasi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait perbaikan hasil rekapitulasi penghitungan suara untuk pemilu DPRD Kepulauan Riau (Kepri) Daerah Pemilihan (Dapil) IV. Pasalnya, perkara serupa saat ini tengah ditangani di MK dalam sengketa perselisihan hasil pemilu (PHPU) legislatif.
 
Perkara PHPU tersebut merupakan sengketa antaracalon anggota legislatif Partai Gerindra DPRD Kepri Dapil IV atas nama Nyanyang Haris Pratamura dan Asnah. Permohonan ini diajukan Nyanyang.
 
Nyanyang mempermasalahkan pengurangan suara dalam formulir DAA-1 dan DA-1 dengan formulir C1 di dua tempat pemungutan suara (TPS), yakni TPS 42 Kelurahan Batu Selicin dan TPS 87 Kelurahan Baloi Permai. Pengurangan suara ini berakibat Nyanyang tak mendapat kursi.

Berdasarkan keterangan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Batam, Kepri, Syahrul Huda, perubahan suara adalah tindak lanjut atas putusan Bawaslu. Saldi Isra lalu mempertanyakan urgensi keluarnya putusan Bawaslu ketika perkara dengan substansi sama sudah masuk ke MK.
 
"Saya ingin tanya ke Bawaslu, ini banyak kayak begini. Ketika perkara sudah masuk ke MK, apa pentingnya saudara memberikan rekomendasi?" tanya Saldi di Gedung MK, Jakarta, pekan lalu.
 
Anggota Bawaslu Rahmat Bagja mengatakan perkara tersebut diputus pada Senin, 24 Juni 2019. Perkara didaftarkan ke Bawaslu pada Kamis, 23 Mei 2019, dua hari setelah KPU menetapkan hasil perolehan suara Pemilu 2019 secara nasional. Sementara itu, perkara serupa didaftarkan ke MK pada Jumat, 31 Mei 2019.
 
"Harusnya setelah pleno penetapan 21 Mei itu kan wilayahnya MK-kan? Nah apa yang jadi dasar hukum Anda (Bawaslu) tetap memproses itu?," tanya Saldi.
 
Bagja mengatakan perkara itu dilaporkan ke Bawaslu karena diduga ada persoalan mengenai prosedur dan tata cara saat proses rekap di tingkat provinsi. Bawaslu, kata Bagja, juga memiliki kesepakatan dengan KPU agar permasalahan yang menyangkut prosedur diselesaikan di Bawaslu.
 
Saldi menyebut substansi yang dipersoalkan dalam perkara ini sudah bukan lagi menyangkut prosedur. Perkara sudah memengaruhi hasil yang menjadi ranah MK. Dia juga menggarisbawahi putusan Bawaslu ini menyangkut rekap di tingkat provinsi, sedangkan rekap di tingkat nasional sudah ditetapkan hasilnya.
 
Saldi menegaskan seperti ini terjadi di sejumlah wilayah. Saldi menilai seharusnya jika KPU sudah menetapkan perolehan suara secara nasional, seluruh sengketa yang menyangkut hasil suara ditangani oleh MK.
 
"Kita perlu berpikir keras soal-soal begini, karena kalau Anda merekomendasikan sesuatu kayak begini akibat rekomendasi saudara (Bawaslu), mereka (KPU) melaksanakan, terjadi pergeseran angka dari apa yang ditetapkan dengan hasil pelaksanaan rekomendasi Anda," ujar dia.
 
Lebih lanjut, Saldi menilai keluarnya rekomendasi Bawaslu ini berpotensi menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum. Hal itu bisa muncul jika putusan MK nantinya tidak sejalan dengan putusan Bawaslu.
 
"Jadi semua penyelenggara ini harus taat betul menjaga kepastian tahapan itu. Kalau begini enggak ada kepastian, prosesnya ini berjalan, proses tahapan di belakangnya mengejar juga ke depan," tegas Saldi.

(*)
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews