Tambang Pasir Ilegal di Lingga Marak

Tambang Pasir Ilegal di Lingga Marak

Tumpukan pasir siap diangkut dari Pulau Sebangka, Lingga (Foto: Batamnews)

Lingga - Aktivitas pertambangan pasir diduga ilegal marak terjadi di Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau. Diduga aktivitas ini sudah berlangsung lama.

Informasi yang didapat, ada enam perusahaan penambangan pasir darat di Kabupaten Lingga, yang telah terdata di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) setempat, berdasarkan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diterbitkan oleh Pemprov Kepulauan Riau.

"Yang terdaftar di kami, dan mendapat rekomendasi izin lingkungan hanya enam perusahaan," kata Seksi Perencanaan dan Kajian Dampak Lingkungan di DLH Lingga, Joko Wiyono, dilansir Batamnews.co.id dari Antara, Sabtu (27/7/2019).

Namun, mengenai nama-nama perusahaan yang telah dikeluarkan rekomendasi izin lingkungannya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lingga, masih enggan memberikan keterangan, dengan alasan harus menunggu kepala dinasnya, yang sedang tidak berada di kantor.

"Untuk nama-nama perusahaan, saya harus ijin pimpinan dulu," ujarnya.

Berdasarkan data yang dihimpun Batamnews.co.id, perusahaan yang melakukan aktivitas pertambangan pasir darat di Lingga sudah mengantongi izin dari Gubernur Kepri. Bahkan beberapa diantaranya sudah beroperasi sejak dua tahun terakhir.

Namun, diantara yang sudah beroperasi dan melakukan loading tersebut, juga ada perusahaan yang belum bisa membawa keluar hasil tambang mereka karena memiliki kendala di izin. Seperti hal nya di Pulau Sebangka, Kecamatan Senayang dan Pulau Selayar, Kecamatan Selayar.

Kemudian, untuk beberapa aktivitas pertambangan pasir darat lainnya di Lingga juga ada di Kecamatan Lingga Utara, Singkep Selatan dan Singkep Barat. Khusus di Singkep Barat, perusahaan yang beroperasi yakni PT Growa Indonesia.

PT Growa mengeruk hasil bumi di Desa Tanjung Irat. Beredar kabar perusahaan tersebut tidak mengantongi rekomendasi dari Bupati Lingga, Alias Wello. Hal ini pun membuat pria yang akrab disapa Awe itu mengambil sikap meminta Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun segera mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi PT tersebut pada akhir 2018 lalu.

Dalam surat permohonan pencabutan IUP Operasi Produksi (OP) PT Growa Indonesia oleh Dinas ESDM Kepri tertanggal 19 September 2016 silam, poin 6 menyebutkan bahwa IUP OP PT Growa yang diterbitkan Pemkab Lingga sesuai Keputusan Bupati Lingga Nomor 177/KPTS/VII/2015 tanggal 10 Juli 2015, terbit setelah diterbitkannya Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan di bidang pertambangan beralih dari Pemerintah Kabupaten/Kota ke Pemerintah Provinsi.

Artinya, IUP OP PT Growa dikeluarkan semasa kepempinan Pejabat sementara (Pjs) Bupati Lingga, Edi Irawan. Tak menutup kemungkinan, pihak perusahaan juga sudah mengantongi rekomendasi Pjs tersebut dalam beraktivitas.

Sejak pindahnya kewenangan daerah ke provinsi, penerbitan IUP Operasi Produksi Mineral Bukan Logam atau Batuan, khususnya komoditas pasir darat dan pasir kuarsa oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau di Lingga, nyaris tak terkontrol. Apalagi, Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) yang diterbitkan, sudah mengabaikan kewajiban mendapatkan rekomendasi Bupati.

Kemudian, perusahaan lainnya yang juga diduga tak memiliki rekomendasi Bupati Lingga yakni, PT Tri Tunas Unggul yang beroperasi di Lengkok, Desa Limbung, Kecamatan Lingga Utara. PT ini melakukan kegiatan pengangkutan dan penjualan pasir sisa penambangan PT Tri Tunas Utama.

Tapi, berdasarkan informasi yang didapat, pengangkutan hasil tambang tersebut dilakukan PT di pelabuhan yang tk berizin. Hal ini jelas melanggar UU No. 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.

Kemudian, kedua perusahaan tersebut, baik PT Growa Indonesia maupun Tri Tunas Unggul juga tidak memiliki izin terminal khusus (Tersus). Maka, tetap saja melakukan kegiatan pengangkutan pasir menggunakan pelabuhan ilegal.

Kemudian, yang paling fatal semua IUP Operasi pasir darat yang diterbitkan gubernur di Lingga melanggar Perda Kepri No. 1 Tahun 2017 tentang RTRW Provinsi Kepri. Karena di dalam RTRW yang ditandatangani Nurdin itu, Kabupaten Lingga ditetapkan tidak memiliki peruntukan kawasan pertambangan.

Selanjutnya, dalam UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah diperbarui dengan UU No.1 Tahun 2014, juga dilarang pemanfaatan pulau-pulau kecil untuk dijadikan area pertambangan.

UU No.1 Tahun 2014 mengatur pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk 9 jenis kepentingan, seperti konservasi; pendidikan dan pengembangan; dan budi daya laut.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini tengah gencar menyelidiki perizinan di Kepulauan Riau. KPK juga menangkap Gubernur Kepri Nurdin Basirun dan sejumlah pejabat dalam kasus perizinan.

Saat ini sejumlah pihak tengah diperiksa. KPK tak menutup kemungkinan menambah tersangka berikutnya. Termasuk menyelidiki sejumlah kasus di Kepri.

Kapolres Lingga, AKBP Joko Adi Nugroho melalui Kasat Reskrim Polres Lingga AKP Rangga Primazada mengaku akan mengecek perizinan pertambangan tersebut. Terutama untuk perusahaan yang beroperasi di Pulau Sebangka, Kecamatan Senayang.

"Nanti kami akan upayakan turun ke lapangan mengecek perizinan PT yang bersangkutan," ujarnya.

Tak menutup kemungkinan, pihaknya juga akan mengecek satu persatu izin setiap perusahaan tambang pasir yang beroperasi di Lingga. Hal ini guna menertibkan tambang pasir diduga ilegal.

(ruz)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews