Tanahnya Diserobot, Joni Resmi Polisikan Mafia Tanah di Bintan

Tanahnya Diserobot, Joni Resmi Polisikan Mafia Tanah di Bintan

Lokasi tanah Joni Lausu yang dipagar mafia tanah (Foto:ist)

Bintan - Joni Lausu, pemilik sebidang tanah di RT. 002/RW. 001 Kampung Galang Batang, Desa Gunung Kijang, Kecamatan Gunung Kijang, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau, resmi polisikan mafia tanah di daerah itu.

Laporan pengaduan Joni yang ditujukan ke Kapolres Bintan, AKBP Boy Herlambang, dilengkapi dengan copy Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor : 195 atas namanya sendiri yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Riau (saat ini Bintan) pada tanggal 21 November 1996 dengan luas 17.202 M2.

Selain itu, Joni juga menyertakan copy Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) Nomor : 88/ SKPT/ 2019, tanggal 5 Juli 2019 yang ditandatangani oleh Kepala Seksi (Kasi) Hubungan Hukum Pertanahan Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan, Amdani, SH, M.Kn.

Baca: Satgas Diminta Tangkap Mafia Tanah di Bintan

Usai menandatangani bukti penyerahan laporan, Joni langsung memberikan keterangan tambahan kepada anggota Unit I Satreskrim Polres Bintan, Bripka Astri Zonnaidi sebagai bahan penyelidikan.

"Alhamdulillah, laporan saya tentang penyerobotan tanah di Galang Batang sudah diterima oleh piket jaga Satreskrim Polres Bintan. Mudah-mudahan, laporan saya ini bisa jadi pintu masuk untuk membongkar mafia tanah di Bintan," kata Joni, Kamis (11/7/2019).

Joni Lausu (Foto:ist)

Kepada penyidik, Joni mengaku menceritakan awal mula ia mengetahui tanahnya diserobot oleh orang yang tak dikenalnya melalui Yufritis Rolotan Banua alias Novi dan Dessy Ettina Chancy yang datang ke rumahnya di Jalan Hutan Lindung, Tanjungpinang pada hari Rabu, 29 Mei 2019 lalu.

"Sekitar seminggu sebelum lebaran, Novi dan Desi datang ke rumah menginformasikan bahwa tanah saya di Galang Batang dipagar seng oleh orang yang diduga suruhan KC dan W," katanya.

Dua hari kemudian, tepatnya hari Sabtu, 1 Juni 2019 pagi, ia melakukan pengecekan langsung ke lokasi tanahnya di Galang Batang. Ternyata, informasi yang diperolehnya dari Novi dan Dessy benar adanya.

"Dari situlah, saya mulai mencari tahu, siapa sebetulnya yang memagar tanah saya. Rupanya, informasi dari orang di sekitar tanah itu, sama dengan informasi Novi dan Dessy. Orang yang diduga menyuruh pemagaran tanah saya itu adalah KC dan W," jelasnya.

Ketikanya ditanya asal usul perolehan tanahnya, Joni menjelaskan dengan gamblang, bahwa tanah tersebut diperolehnya dari Nuba berdasarkan Surat Perjanjian Ganti Rugi yang ditandatanganinya bersama pada tanggal 29 Juni 1985.

Dalam surat perjanjian itu, Nuba disebutkan menjual tanah seluas 200 meter x 100 meter atau seluas 2 hektar kepada Joni dengan bukti kepemilikan Surat Keterangan Tebas No. 06/ GK/ Rt.2/ Rk. I/ 1982 yang ditandatangani oleh Ketua RK. I Gunung Kijang, Abdul Ajis, tanggal 5 Juli 1982.

"Waktu itu, harganya disepakati Rp120 ribu dengan luas 2 hektar dan langsung saya bayar lunas kepada Nuba. Saksinya waktu itu, ada Abdul Rahim dan Muhsin," jelasnya.

Kemudian pada tahun 1991, lanjut Joni, Mr. Lee, pemilik PT. Pulau Batu Mulia, tempat dia bekerja jadi operator tambang pasir melakukan pengurusan sertifikat tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Kepulauan Riau.

"Karena saya bekerja sama beliau, saya minta tolong tanah saya juga diuruskan sekalian sertifikatnya. Maka, jadilah sertipikat No. 195 itu pada tahun 1996," katanya.

Tanah yang berbatasan dengan kebun Atio di sebelah utara dan kebun Abdul Rahim di sebelah selatan itu, pernah ditanami kelapa oleh Joni. Namun, karena tanah tersebut sering terendam air laut, pohon kelapanya mati semua.

"Sejak itulah, tanah itu tak pernah saya urus lagi. Kemudian, pada tahun 1999 lalu, saya memutuskan berhenti bekerja dengan Mr. Lee dan tak pernah lagi melihat tanah itu. Bayangkan, ada 20 tahun lamanya saya tinggalkan tanah itu," beber Joni.

Pria berdarah Bugis itu mengaku tambah kaget ketika mengetahui di atas tanah miliknya dan tanah sempadannya yang dipagar orang itu, muncul lima sertifikat hak milik yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Bintan pada tanggal 24 Desember 2013 dengan nomor SHM 00977 - 00981.

"Makanya, saya lapor polisi. Biar polisi yang mengungkap, siapa yang memagar dan menerbitkan sertipikat di atas tanah saya itu? Tanah saya kan sudah ada sertipikatnya, tapi koq ada lagi orang yang mengaku punya sertipikat juga di lokasi yang sama? Ini berarti ada yang tak beres," kata Joni.

(ruz/rls)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews