Jokowi Naikkan Gaji PNS Jelang Pilpres

Jokowi Naikkan Gaji PNS Jelang Pilpres

Jokowi

Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya resmi meneken aturan tentang kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS) tahun 2019. Ketentuan tersebut mulai berlaku sejak 1 Januari 2019.

Kenaikan gaji PNS ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedelapan Belas Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil.

Mengutip dari salinan PP tersebut, Sabtu (16/3/2019), aturan ini ditandatangani Jokowi pada 13 Maret 2019 lalu. Dengan pertimbangan meningkatkan daya guna dan hasil guna serta kesejahteraan PNS, maka pemerintah menaikkan gaji pokok PNS.

Selanjutnya, tidak lama lagi atau dalam hitungan hari Kementerian Keuangan akan mengeluarkan peraturan atau petunjuk teknis berupa PMK beserta surat edaran (SE) dari Ditjen Perbendaharaan sebagai dasar pembayaran rapel atau kenaikan gaji PNS Tahun 2019.

Besaran gaji baru PNS

Dalam aturan kenaikan gaji itu disebutkan, mengubah lampiran II Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2015.

Dalam lampiran PP ini disebutkan, gaji terendah PNS (golongan I/a masa kerja 0 tahun) menjadi Rp 1.560.800 (sebelumnya Rp 1.486.500). Sementara gaji tertinggi PNS (golongan IV/2 masa kerja lebih 30 tahun) menjadi Rp 5.901.200 (sebelumnya Rp 5.620.300).

Untuk PNS golongan II (II/a masa kerja 0 tahun), kini gaji terendah menjadi Rp 2.022.200 (sebelumnya Rp 1.926.000), tertinggi (II/d masa kerja 33 tahun) menjadi Rp 3.820.000 (sebelumnya Rp 3.638.200.

Golongan III (III/a masa kerja 0 tahun), kini gaji terendah menjadi Rp 2.579.400 (sebelumnya Rp 2.456.700), tertinggi (III/d masa kerja 32 tahun) menjadi Rp 4.797.000 (sebelumnya Rp 4.568.000).

Sedangkan gaji PNS golongan IV terendah (IV/a masa kerja 0 tahun) menjadi Rp 3.044.300 (sebelumnya Rp 2.899.500), dan tertinggi (IV/e masa kerja 32 tahun) menjadi Rp 5.901.200 (sebelumnya Rp 5.620.300).

Tanggapan Timses Prabowo-Sandi

Andre Rosiade

Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Andre Rosiade, menilai kebijakan Jokowi dalam menaikkan gaji PNS jelang Pilpres ini berbau politis.

"Kita ingin menyampaikan bahwa ini unsur politiknya tentu ada. Bagaimana Pak Jokowi ingin mempertahankan kekuasaan, tidak ingin kalah. Sehingga beliau melakukan apapun, ya mulai dengan menaikkan gaji PNS," kata Andre.

Andre menilai langkah yang diambil Jokowi ini hanya mengikuti Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto yang juga hendak menaikkan gaji aparatur sipil negara (ASN) alias PNS.

Sebab, kata Andre, dalam ajang debat pertama Pilpres 2019 Prabowo menyatakan akan menaikkan gaji ASN namun Jokowi tak setuju. "Ini kan di debat pertama publik sudah melihat, Pak Prabowo sudah menyampaikan secara terbuka akan menaikkan gaji PNS. Tapi pak Jokowi tidak setuju. Ternyata respons masyarakat dan PNS menginginkan kenaikan gaji," kata Andre.

"Ya beliau (Jokowi) jadi follower-nya Pak Prabowo. Karena di debat pertama kan nggak setuju Pak Jokowi, katanya udah cukup gajinya," sambungnya.

Senada dengan Andre, Tim Ekonomi, Penelitian, dan Pengembangan BPN, Haryadin Mahardika, juga mengatakan bahwa dalam debat pertama Jokowi tak setuju untuk menaikkan gaji PNS. "Menurut saya ini kontradiktif dengan ucapan Jokowi di saat debat, di mana dia tidak akan menaikkan gaji PNS," katanya.

"Jokowi mengatakan tunjangan kinerja sudah cukup, tidak perlu ada kenaikan gaji. Seharusnya agenda pembenahan sistem tunjangan kinerja ini dikerjakan sampai tuntas dulu. Masih banyak sekali kelemahan sistem tunjangan kinerja, terutama terkait dengan asas keadilan dan akuntabilitas," sambungnya.

Pembelaan tim Jokowi-Ma'ruf

Ace Hasan. S

Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin menyatakan kebijakan pemerintah dalam menaikkan gaji pegawai negeri sipil (PNS) sudah direncanakan sejak tahun lalu. TKN meminta agar tidak ada yang berpikir negatif dengan kebijakan ini.

"Bahwa kenaikan gaji PNS itu sudah disampaikan oleh Pak Jokowi sejak setahun lalu, waktu beliau menyampaikan pidato kenegaraan di DPR tahun 2018," kata Jubir TKN Ace Hasan Syadzily.

"Jadi sebetulnya kebijakan soal kenaikan gaji PNS itu sudah direncanakan sejak tahun lalu," sambungnya.

Ace mengatakan, kebijakan dalam menaikkan gaji PNS ini dilakukan Jokowi untuk meningkatkan kesejahteraan para aparatur sipil negara (ASN) atau PNS. Dia meminta agar pihak oposisi tak memandang negatif. "Seharusnya, kubu sebelah jangan nyinyir dengan kenaikan gaji PNS tersebut. Masa mau menyejahterakan ASN dinilai negatif. Apa mereka maunya nggak naik?" kata Ace.

Sementara terkait pemerintah yang menerapkan kebijakan ini menjelang Pilpres, Ace mengatakan bahwa ini hal yang kebetulan. "Jadi soal momennya menjelang Pilpres, tentu harus dipahami ini soal kebetulan saja. Dan nanti akan dirapel. ini kan sudah dikalkulasi dengan matang oleh keuangan negara kita," tuturnya.

Apa Kata Ekonom?

Bima Yudhistira

Pengamat Ekonomi Bhima Yudhistira mengatakan bahwa ini merupakan kebijakan yang populis. Pasalnya, di awal pemerintahannya, Jokowi menjanjikan belanja APBN untuk proyek infrastruktur.

"Ini merupakan kebijakan yang berbau populis. Di awal pemerintahan Jokowi kan janji bahwa APBN akan diarahkan untuk belanja infrastruktur yang produktif," kata Bhima.

Namun, menjelang Pilpres belanja pegawai naik sedangkan untuk infrastruktur justru turun. Atas hal tersebut lah kebijakan tersebut berbau populis.

"Faktanya jelang Pemilu 2019 belanja belanja pegawai justru naik 22% dan belanja barang naik 18,4% dalam periode yang sama, sementara belanja modal yang berkaitan dengan infrastruktur turun -9,25%. Ini kan populis banget karena kejar suara pemilu," lanjut Bhima.

Bhima juga mengatakan dampak kenaikan gaji PNS ke ekonomi tidak akan signifikan. Pasalnya porsi belanja pemerintah hanya 10%.

"Terkait dampak ke ekonomi saya kira nggak signifikan. Porsi belanja pemerintah cuma 9-10% dari total PDB. Naiknya gaji PNS belum mampu dorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga secara nasional," kata Bhima.

Sementara itu peneliti dari INDEF Nailul Huda menilai bila dilihat dari kacamata makro ekonomi, gaji PNS memang sudah seharusnya naik. Mengingat gaji PNS sudah lama tak mengalami kenaikan.

"Sama halnya dengan upah minimum, ada faktor inflasi dan pertumbuhan ekonomi sebagai indikator besaran kenaikan. PNS juga perlu untuk dinaikkan gajinya dan itu sah-sah saja," katanya.

Di sisi lain, kata Huda, kebijakan untuk menaikkan gaji PNS ini memang menguntungkan pihak petahana terkait dengan Pilpres. Namun, kata dia, pemerintah juga perlu waspada adanya inflasi jelang Ramadan dengan adanya kebijakan ini.

"Pemerintah juga harus mewaspadai inflasi pada bulan April-Juni karena ada faktor kenaikan pendapatan PNS serta inflasi tahunan (bulan Ramadan)" tuturnya.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews