Nilai Tukar Rupiah Bertahan di Rp 15.600 Terhadap Dolar AS, Sejumlah Kebutuhan ini Terancam Naik

Nilai Tukar Rupiah Bertahan di Rp 15.600 Terhadap Dolar AS, Sejumlah Kebutuhan ini Terancam Naik

Ilustrasi Uang Rupiah (Foto: HO)

Jakarta, Batamnews - Dalam perdagangan dua hari terakhir, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) telah tetap stabil di level Rp 15.600. Meskipun terjadi fluktuasi, rupiah berhasil bertahan di kisaran ini, meskipun ada potensi dampak terhadap beberapa sektor ekonomi di dalam negeri.

Menurut data dari Refinitiv, pada hari kemarin, rupiah ditutup di level Rp 15.610 per dolar AS, menunjukkan penguatan sebesar 0,10% terhadap mata uang AS. Meskipun rupiah masih bertahan di area Rp 15.600-an, tren pelemahan yang berlangsung selama tiga hari beruntun mulai terhenti. Kurs Jisdor Bank Indonesia juga masih berada di level Rp 15.601.

Dilansir dari CNBC Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, mengungkapkan bahwa pelemahan kurs rupiah dalam beberapa hari terakhir dapat berdampak negatif pada sektor-sektor usaha yang bergantung pada impor bahan baku, seperti industri farmasi, makanan dan minuman, tekstil, serta industri petrokimia. 

Baca juga: Inilah Besaran Terbaru Tunjangan Kinerja Camat di Jakarta - Fantastis!

Josua juga mengingatkan bahwa pelemahan rupiah berpotensi mendorong tekanan inflasi pangan yang berlanjut, terutama jika pemerintah terus mendorong impor pangan strategis. Hal ini dapat berdampak pada daya beli masyarakat dan tingkat konsumsi.

Hingga September 2023, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat tingkat inflasi pangan telah mencapai 3,62% year-on-year, naik dari level Agustus 2023 sebesar 2,42%. Meskipun naik, angka ini masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan tingkat inflasi pangan pada Februari 2023 yang mencapai 7,62% year-on-year.

Josua menekankan bahwa pelemahan rupiah juga dapat membuat impor minyak menjadi lebih mahal, sehingga harga bahan bakar non-subsidi akan meningkat, yang berpotensi menurunkan daya beli dan permintaan masyarakat.

Namun, Kepala Ekonom BCA, David Sumual, melihat bahwa pelemahan rupiah belakangan ini memiliki sisi positif dalam pengendalian impor, terutama impor barang dari China yang dianggap mengganggu iklim usaha di Indonesia. 

David juga mencatat bahwa tekanan dari inflasi impor masih berada pada level negatif sebesar 11% secara year-to-date hingga Agustus 2023.

Baca juga: 7.280 KPM di Kota Tanjungpinang Menerima Bantuan Pangan dari Pemprov Kepri

Dengan demikian, meskipun pelemahan rupiah berpotensi memengaruhi sektor manufaktur yang banyak mengandalkan bahan baku impor, seperti yang diungkapkan oleh Josua, David menganggap bahwa efek tersebut tidak akan terlalu mengganggu iklim bisnis secara keseluruhan.

David juga menekankan bahwa pelemahan rupiah yang berada di kisaran Rp 15.600 per dolar AS masih sesuai dengan fundamental ekonomi saat ini. Hal ini dipengaruhi oleh tekanan harga minyak dan kekhawatiran terhadap suku bunga bank sentral AS, The Federal Reserve, yang masih tinggi pada akhir tahun ini dan awal tahun depan.

Secara keseluruhan, pelemahan rupiah memiliki dampak yang kompleks pada ekonomi Indonesia, dengan potensi dampak negatif pada beberapa sektor tetapi juga memberikan peluang untuk mengendalikan impor. 

Kondisi pasar mata uang dan faktor-faktor ekonomi global akan terus memengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah dalam waktu yang akan datang.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews