Anggotanya Digugat, Aspabri Minta Persoalan Force Majeure dalam Pariwisata Jadi Atensi

Anggotanya Digugat, Aspabri Minta Persoalan Force Majeure dalam Pariwisata Jadi Atensi

Ketua Aspabri Kepri, Surya Wijaya bersama Sales Manager PT MYTRIP Indonesia Endrifi, Muhammad Safi’i saat konferensi pers

Batam, Batamnews - Asosiasi Pariwisata Bahari (Aspabri) Kepulauan Riau (Kepri) akan mengedukasi para anggotanya untuk tidak sampai masuk ke ranah hukum. Terutama menyangkut hal yang tak dapat dihindari, seperti persoalan force majeure.

Ketua Aspabri Kepri, Surya Wijaya mengatakan bahwa pihaknya saat ini akan berhati-hati untuk mengingatkan para tamu yang mereka bawa terkait kondisi tak terduga saat melayani tamu.

“Seperti yang dialami anggota kami, PT Mytrip Indonesia yang melayani tamu untuk berlibur ke Labuan Bajo,” ujar Surya di Batam, Selasa (14/3/2023).

Baca juga: Sosok Selebgram Tipu Korban Rp1,3 Miliar, Ajudan Pribadi yang Pernah Viral

Menurutnya kejadian yang menimpa PT Mytrip Indonesia bisa saja terjadi kepada para tavel agen lainnya. Dituntut karena persoalan force majuer yang tidak dapat dihindari.

“Kami ingin ini menjadi atensi pemerintah, maupun pelaku pariwisata lain. Kami juga tidak ingin masuk mengenai keputusan dari pengadilan,” katanya.

Keresahan ini muncul, setelah PT Mytrip Indonesia digugat oleh salah satu tamu mereka yang berlibur ke Labuhan Bajo.

 

Sales Manager PT MYTRIP Indonesia Endrifi, Muhammad Safi’i menjelaskan kronologi perjalanan tamu mereka, yang akhirnya mereka digugat karena diklaim melakukan penipuan.

“Memang benar tamu kami mendaftar perjalanan untuk ke Labuhan Bajo selama 5 hari 4 malam. Tamu kami ini orang Batam,” ujarnya didampingi Surya Wijaya.

Adapun harga paket yang diambil sebesar Rp 46,6 juta untuk 4 orang, mencakup tiket PP pesawat Batam-Labuan Bajo, hotel, makan dan lain-lain.

Para tamu mereka berangkat tanggal 29 Desember 2022, dan sampai hari itu juga di Labuan Bajo. Keesokan harinya, tamu tersebut dijemput dari hotel menuju ke pelabuhan.

“Mereka akan sailing yaitu berlayar dan menginap di kapal, tapi kami mengakui ada keterlambatan selama 12 menit, karena menjemput tamu lain di hotel berbeda. Ini masuk dalam gugatan mereka,” katanya.

Kemudian setelah sampai di kapal untuk berlayar. Pukul 1 siang, mitra lokal mereka mendapat surat dari KSOP, bahwa dilarang ke Pulau Komodo, Pulau Pandar dan Pantai Pink karena cuaca ekstrem.

Surat tersebut kemudian diteruskan kepada tamu melalui pesan WhatsApp. Surat tersebut memang ditandatangani pada tanggal 29 Desember 2022, namun pihak Mytrip Indonesia melalui mitra lokal baru mendapat surat itu sehari setelahnya.

“Kami sudah sampaikan, tetapi para tamu ini tidak mau, karena Pulau Komodo, Pulau Padar dan Pantai Pink masuk destinasi utama dalam itinerary kami,” jelasnya.

Syafi’i mengaku, pihaknya ingin melindungi tamu sehingga menawarkan destinasi lain. Yaitu mengunjungi Pulau Rinca sebagai ganti ke Pulau Komodo.

“Di Pulau Rinca juga ada komodo, harga tiketnya juga sama sebesar Rp 200 ribu. Namu ternyata mereka tidak setuju, tapi tetap berangkat juga, karena sudah terlanjur sailing,” katanya.

Selanjutnya pada tanggal 1 Januari, destinasi yang seharusnya ke Pulau Kanawa diganti ke Pulau Bidadari karena cuaca ekstrem. Namun lagi-lagi, tamu tersebut diklaim tidak setuju dan meminta diturunkan ke pelabuhan.

“Satu hari sebelumnya, kami mengetahui mereka memesan mobil rental, untuk keliling di pulau Labuan Bajo, itu di luar paket kami,” katanya.

Ia menekankan, tamu mereka bukan tamu private, sehingga bergabung dengan tamu-tamu lain.

Setelah itu, Syafi’i menyebutkan tidak ada lagi permasalahan. Namun saat sampai di Batam, tamu tersebut menyampaikan keluhan ke kantor PT Mytrip Indonesia.

“Sebenarnya selama perjalanan, kami sudah dihubungi terkait keluhan mereka, saat itu kami layani dengan baik, dan di kantor juga demikian,” katanya.

Pihaknya kemudian menyampaikan permohonan maaf. Namun tamu tersebut meminta kompensasi, dan disanggupi oleh PT Mytrip Indonesia.

Pihaknya memberikan kompensasi yaitu penggantian harga tiket ke Pulau Komodo sebesar Rp 200 ribu per orang, total Rp 800 ribu. Ditambah dengan biaya ganti transport dari pelabuhan ke hotel sebesar Rp 500 ribu.

“Totalnya Rp 1,3 juta. Akan tetapi tamu tidak terima dan menyampaikan gugatan ke Pengadilan Negeri Batam,” jelasnya.

Persidangan pun mulai dilakukan, dan hasilnya PT Mytrip Indonesia diputuskan melakukan perbuatan melawan hukum. Dengan membayar denda sebesar Rp 1,3 juta sebagai kompensasi kepada tamu serta membayar biaya persidangan sebesar Rp 650 ribu.

“Kami mengajukan keberatan, tamu tersebut juga melakukan hal yang sama,” kata dia.

Pada persidangan berikutnya, Jumat (10/3/2023) PT Mytrip Indonesia tetap diputuskan melakukan perbuatan melawan hukum, dan didenda sebesar Rp 34,8 juta dan membayar biaya persidangan sebesar Rp 650 ribu.

“Jadi kami memang menganggap, tidak masalah gugatan. Kami hanya menyesalkan, keputusan ini terjadi, kami sudah bekerja sesuai SOP kami dan sudah berikan sesuai fasilitas,” katanya.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews