Singapura Catat Rekor Tingkat Kesuburan Terendah dalam Sejarah

Singapura Catat Rekor Tingkat Kesuburan Terendah dalam Sejarah

Ilustrasi bendera Singapura. (Foto: ist)

Singapura - Fertility rate (TFR) atau tingkat kesuburan di Singapura tercatat paling rendah dalam sejarah negara itu sebesar 1,05 pada tahun 2022 lalu.

Indranee Rajah, Menteri Singapura mengatakan tingkat kesuburan turun di bawah rekor sebelumnya 1,1 pada 2020 dan 1,12 pada 2021.

Hal itu sebagian karena kepercayaan kalender lunar pada Tahun Macan, yang biasanya diasosiasikan dengan tingkat kelahiran yang rendah di kalangan orang Tionghoa.

“Tahun 2010 yang juga merupakan Tahun Macan, total angka fertilitas adalah 1,15, lebih rendah dibandingkan tahun sebelum dan sesudahnya,” ujarnya saat berbicara dalam debat PMO Supply Committee di Parlemen, Jumat (24/2/2023) seperti dilansir media Malaysia, Berita Harian.

Baca: Penelitian Temukan Pengaruh Covid-19 Mengganggu Kesuburan Pria

Dia mengatakan, tingkat kesuburan total Singapura telah menurun selama bertahun-tahun seperti masyarakat maju lainnya.

“Total Fertility Rate mengacu pada rata-rata jumlah kelahiran hidup per wanita selama tahun reproduksinya. Angka Singapura di bawah 1,2 sejak 2017.

“Namun, Korea Selatan juga kini memiliki total angka fertilitas terendah di dunia yakni 0,78 pada tahun 2022,” ujarnya.

Indranee yang juga Menteri Kedua Kementerian Keuangan dan Pembangunan Singapura mengatakan, pihaknya menyambut baik para imigran yang berperan penting dalam memoderasi dampak penuaan populasi dan angka kelahiran yang rendah di Singapura.

"Sejak pengetatan kerangka kerja imigrasi pada akhir 2009, kami mempertahankan tingkat imigrasi yang terukur dan stabil.

Baca: Penelitian Temukan Pengaruh Covid-19 Mengganggu Kesuburan Pria

"Semakin banyak orang di Singapura yang menunda pernikahan dan semakin banyak juga pasangan yang menunda memiliki anak atau memiliki anak lebih sedikit," katanya.

Ia mengatakan, hal tersebut sejalan dengan tren jangka panjang masyarakat global. Itu juga terjadi karena orang-orang di Singapura hidup lebih lama.

“Angka harapan hidup saat lahir telah meningkat menjadi lebih dari 83 tahun saat ini, naik dari 72 tahun pada tahun 1980. Sekitar satu dari empat warga Singapura akan berusia 65 tahun ke atas pada tahun 2030.

"Singapura menemukan tantangan yang semakin besar untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi karena tenaga kerja penduduk tumbuh pada tingkat yang lebih lambat, katanya.

“Ketika ukuran keluarga menyusut, kebutuhan akan perawatan juga akan meningkat.

"Semakin banyak warga Singapura akan menghadapi tekanan ganda dalam membesarkan anak-anak sambil merawat orang tua mereka yang sudah lanjut usia dan faktanya itu sudah terjadi," katanya.

Menurut Indranee, ada masukan soal sulitnya mendapatkan akses pengasuhan anak yang bisa diandalkan.

"Kami akan mempelajari bagaimana kami dapat mendukung mereka yang baru saja menjadi orang tua untuk merawat bayi mereka dengan lebih baik," katanya.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews