BPKN Laporkan Kasus Kaveling Bodong PT PMB ke Menteri ATR/Kepala BPN

BPKN Laporkan Kasus Kaveling Bodong PT PMB ke Menteri ATR/Kepala BPN

Ketua Komisi Advokasi BPKN RI, Rolas B. Sitinjak melaporkan kasus penipuan lahan oleh PT PMB di Batam kepada Menteri Hadi Tjahjanto. (Foto: ist)

Batam, Batamnews - Kasus penipuan properti oleh PT Prima Makmur Batam (PMB) akhirnya sampai juga ke telinga Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Hadi Tjahjanto.

Kasus yang merugikan ribuan konsumen di Batam itu dilaporkan oleh Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI, Rizal E Halim dalam sebuah diskusi online bertajuk 'Mafia Tanah Membuat Konsumen Sengsara' pada Senin (15/8/2022). 

"Kemarin kami baru menghadiri undangan DPRD Batam, itu lebih hebat lagi kami laporkan," kata Rizal.

Menurut Rizal, Batam ini seharusnya 2/3-nya merupakan ruang hijau namun sekarang berubah menjadi permukiman.

Kemudian, hutan lindung yang dibuka oleh pelaku usaha dan kemudian dijual. Kasus ini terjadi tahun 2018 dan sudah dilaporkan Menteri LHK

"Sudah ada penegakan hukum. Tahun 2019 ada tersangka dan ditahan," kata Rizal.

Celakanya, lanjutnya, pada 2021 lahan bermasalah itu dibuka lagi dan dikembangkan pada lahan yang lain.

Jumlah korbannya mencapai 3 ribu lebih konsumen dan BPKN telah menyampaikan rekomendasi kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kepala BP Batam untuk segera dicarikan solusi.

Selanjutnya...

 

Sementara, Rolas Budiman Sitinjak, Ketua Komisi Advokasi Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI menambahkan ada 2.700 warga di Batam yang dirugikan dalam perkara kaveling bodong, dimana warga tersebut adalah masyarakat berpenghasilan rendah.

Kepada Menteri ATR, Rolas mengungkapkan kasus ini berawal dari pengusaha yang sedang membutuhkan tanah untuk menimbun pesisir dengan tujuan membangun perumahan.

Hal ini disambut oleh pengusaha lain yang bersedia menyuplai tanah untuk menimbun dengan melakukan pemotongan bukit.

"Nah setelah gunung (bukit) ini rata, lahannya dijual kepada warga, hampir 3 ribu orang yang beli. Tapi ternyata lahan ini berstatus hutan lindung," ujar Rolas.

Saat pengusaha tersebut melakukan cut and fill, lanjut Rolas, warga mengira lahan tersebut legal karena telah berdiri rumah ibadah yang diresmikan oleh pejabat setempat.

Konsumen membeli kaveling tersebut dan telah melakukan kewajiban pembayaran lunas secara tunai bertahap kepada PT Prima Makmur Batam selaku penjual.

Namun sampai saat ini, konsumen tidak mendapatkan kejelasan legalitas sertifikat kepemilikan lahan yang dijanjikan, serta konsumen diminta membayar Rp 35 juta untuk pengurusan izin.

Pada tahun 2019, BPKN menerima pengaduan dari 768 konsumen Kaveling Bukit Indah Nongsa IV dan Kaveling Bintang, Teluk Lengung.

"Pihak-pihak yang sudah diundang dan hadir untuk memberikan klarifikasi kepada BPKN adalah BP Batam, Kepala BPN Batam, Direktur Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK dan PT Prima Makmur Batam selaku pelaku usaha," kata dia.

Didapat keterangan bahwa dua kaveling tersebut berstatus hutan lindung dan BP Batam tidak mengeluarkan HPL.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews