Teror di Paris

Muslim di Prancis Mulai Ketakutan, Ini Penyebabnya

Muslim di Prancis Mulai Ketakutan, Ini Penyebabnya

Ribuan warga Muslim di Paris salat di jalan-jalan karena daya tampung masjid yang tidak lagi memadai. (foto: ist/republika)

BATAMNEWS.CO.ID, Paris - Pasca serangan mematikan di Ibukota Prancis, Paris yang diklaim dilakukan oleh kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), menyedot perhatian dunia.

Selain kesedihan bagi keluarga dan korban yang terkena langsung, serangan yang menewaskan ratusan orang ini juga menyisakan kekhawatiran bagi Muslim Prancis. Muslim Prancis takut menjadi target kebencian masyarakat Prancis terhadap Islam.

"Tentu saja, kami takut," kata salah satu jamaah di Masjid Evry-Courcouronnes. "Kami tidak memilih untuk ini terjadi. Orang-orang yang melakukan pembunuhan itu bukan Muslim, mereka tidak fanatik, mereka pembunuh. Tapi, tidak semua orang beranggapan seperti itu," ujarnya.

Dilansir latimes.com, Senin (16/11/2015), saat ini Pemerintah Prancis telah mengeluarkan peringatan akan menindak masjid-masjid yang dianggap menyembunyikan Muslim radikal. Menteri Dalam Negeri Prancis Bernard Cazeneuve mengatakan, akan melakukan pembubaran bagi masjid yang kedapatan menyebarkan kebencian di Prancis.

"Saya tidak sabar untuk melakukan pelacakan terhadap imam-imam radikal," katanya.

Hingga saat ini, belum ada informasi yang menyebut menjadikan Masjid Evry-Courcouronnes sebagai target penyerangan Islamofobia.

Sekitar lima juta populasi Muslim di Prancis memandang betapa mudahnya menghubungkan serangan di Paris Jumat malam lalu dengan serangan di kantor majalah satir Charlie Hebdo dan sebuah swalayan Yahudi yang menewaskan 17 orang Januari lalu.

Dalam beberapa minggu berikutnya, tindakan anti-Muslim seperti penggambaran grafiti di masjid-masjid dan hinaan terhadap perempuan-perempuan berkerudung menjadi marak.

Observatorium Nasional untuk Islamophobia mencatat peningkatan 281 persen insiden semacam itu pada kuartal pertama 2015 dibandingan dengan tiga bulan pertama tahun sebelumnya.

"Kami tidak mengerti apa yang terjadi... Ini semakin mendesak kami ke belakang," kata Ismael Snoussi, jemaah satu masjid di Luce, sebuah kota di luar Chartres.

Malika Chafi, yang bekerja untuk sebuah organisasi nirlaba, marah ketika dimintai tanggapan dia sebagai seorang Muslim soal serangan tersebut.
 
"Saya seorang pemilih, seorang konsumen, seorang ibu, dan seseorang yang mencintai musik klasik. Saya terguncang bukan sebagai seorang Muslim, tetapi sebagai seorang warga negara," katanya.

"Ini bukan masalah Muslim, ini masalah polisi dan terorisme," Chafi menambahkan.

Nabil, staf di stadion Stade de France, tempat dua pelaku meledakkan bom bunuh diri, menolak menyebut para penyerang itu "jihadis" atau "Islamis".

"Mereka teroris. Saya hanya 100 meter dari ledakan pertama dan bom itu tidak akan membedakan seorang Muslim dan seorang Buddha," katanya.

Ia juga mengkritik politikus Prancis.

"Para politikus punya banyak pekerjaan rumah dengan masyarakat Muslim. Islamophobia muncul dan harus ditangani secara institusional oleh para politikus," ujar Nabil seperti dilansir kantor berita Reuters.

(ind/bbs)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews