Bupati dan DPR Sentil Pemerintah Pusat Soal Hak Penduduk Meranti

Bupati dan DPR Sentil Pemerintah Pusat Soal Hak Penduduk Meranti

Peta Kabupaten Kepulauan Meranti (Foto:wikipedia)

Meranti, Batamnews - Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, Muhammad Adil mengaku terus mendesak pemerintah pusat untuk mengevaluasi kembali moratorium area pengunaan lain (APL) yang telah diterbitkan beberapa tahun terakhir.

Langkah itu dilakukan untuk melepas belenggu hak penduduk Meranti yang masuk dalam Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB), melalui Inpres Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan juga Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut.

Dalam peta tersebut, tidak kurang 96 persen luas wilayah Meranti masuk dalam zona konservasi gambut dan hutan. Sementara sisa 4 persen permukiman.

Baca juga: Bupati Meranti Diangap Semena-mena Terapkan Kebijakan Pegawai Jaga Jalan

"Sudah kita kirim surat berulang kali agar pemerintah pusat mengevaluasi kebijakan tersebut. Kepada presiden juga sudah kita surati. Namun hingga kini masih stagnan 96 persen wilayah ini, masuk dalam peta itu," ujar Adil, Minggu (31/10/2021).

Bahkan kata dia, Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional (WamenATR/BPN) Surya Tjandra juga pernah berkunjung ke daerah setempat membahas persoalan tersebut. Namun tetap tidak pengaruh dan perkembangan lanjutan.

"Wamen ATR juga sudah ke sini kemarin, tapi tak ada guna. Persentase dan jumlahnya masih sama. Berkurang pun tidak. Untuk itu tolonglah jangan rampas tanah milik penduduk Meranti ini. Cabut saja itu," katanya.

Ternyata kondisi ini tidak hanya menjadi keluhan penduduk dan kepala daerah setempat, tapi juga menjadi atensi DPR RI.

 

"Ini bukan menjadi keluhan warga Meranti saja. Kami di Komisi II juga telah mempertanyakan itu kepada presiden dan sejumlah kementerian terkait Inpres tersebut. Seperti Kemenhut dam KemenATR/BPN," kata Wakil Ketua Komisi ll DPR RI, Syamsurizal.

Hasil sementara, ia menilai dua kementerian tersebut dianggap tak sejalan dalam melaksanakan program skala prioritas, sehingga mengorbankan hak warga.

"Dari hasil yang kami terima dua kementerian ini dianggap tak sejalan sehingga menimbulkan keresahan," ujarnya.

Baca juga: Nasib Sejumlah ASN di Meranti: Sudahlah Nonjob, Disuruh Pula Jaga Jalan 

Seperti diketahui, KemenATR/BPN memiliki fungsi dan tugas strategis nasional melalui program prioritas nasional dalam percepatan pendaftaran tanah sistematis lengkap. Selain itu pengendalian pemanfaatan ruang dan penguasaan tanah, serta penanganan masalah agraria pertanahan dan pemanfaatan ruang.

Sementara di sisi lain, dijelaskan Syamsurizal, fungsi Kemenhut menjaga keutuhan lingkungan termasuk dalam penerbitan PIPPIB yang melarang menerbitkan izin di hutan dan lahan gambut. Sementara 80 persen Sumatera lahannya gambut, apalagi Meranti yang mencapai 90 persen.

"Jadi ini yang kami pandang tidak adil. Sehingga kita juga terus menggesa untuk meminta pertanggung jawaban itu. Berulang kali sudah bincang panjang lebar soal ini," sebutnya.

"Namun belum final karena dua kementerian masih dengan ego sektoralnya masing-masing. Jadi inilah yang mesti terus kita dudukkan di komisi II agar dapat membawa mereka untuk dapat berunding sama," pungkas Syamsurizal.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews