Tarif PNPB Bikin Galau Nelayan Kecil di Karimun

Tarif PNPB Bikin Galau Nelayan Kecil di Karimun

Potret nelayan kecil di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau. (Foto: Edo/Batamnews)

Karimun, Batamnews - Nelayan di Karimun galau dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 85 tahun 2021. Aturan itu terkait jenis dan tarif atas Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

Nelayan yang dikenai PNBP tidak lagi dengan ukuran kapal di atas 30 Gross Tonnage (GT). Melainkan nelayan dari 5 hingga 30 GT kini juga dikenai PNBP.

PP tersebut tentu saja memberatkan bagi nelayan kecil tersebut. Sehingga, jika mengikuti PP yang telah disahkan itu, mereka harus bekerja lebih ekstra lagi.

Diketahui, sebelum PP nomor 85 tahun 2021 itu ditandatangani Presiden Jokowi, nelayan memegan acuan PP nomor 75 tahun 2015.

Ketua Fraksi PKB DPRD Kabupaten Karimun, Nyimas Novi Ujiani yang juga pendiri Perkumpulan Kelompok Nelayan Karimun Berazam (PKNKB), siap membela dan menolak PP tersebut.

“Nelayan merasa dirugikan dengan adanya PP nomor 85 Tahun 2021, yang berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan dan sudah ditandatangani oleh Presiden, Joko Widodo,” kata Nyimas Novi.

Ia menganggap PP tersebut memberi ruang untuk pungutan PNBP bagi kapal penangkap atau pengangkut ikan, dengan kapasitas 5 sampai 30 Gross Tonnage (GT).

"Sebelumnya pungutan hanya diberlakukan untuk kapal dengan ukuran diatas 30 GT," ucapnya.

Secara otomatis, pengguna kapal berukuran 5 sampai 10 GT bakal bekerja ekstra, demi memenuhi kemampuan untuk membayar ke negara.

Kapal dengan kapasitas 5 hingga 10 GT tersebut merupakan nelayan-nelayan kecil yang tidak dapat berlayar terlalu jauh. Kapasitas angkut juga tidak banyak 

“Ini akan membahayakan, sebab ukuran kapal segitu tidak bisa ke perairan yang jauh karena faktor cuaca, apalagi di Kepulauan Riau,” katanya.

Nyimas juga menyebutkan, regulasi dari keputusan pemerintah yang baru diterbitkan, dengan menaikkan pungutan dalam bentuk penentuan skala persentase kapal mulai dari kapasitas lima sampai 60 GT sebesar lima persen, kemudian kapasitas 61 sampai 1000 GT sebesar 10 persen, dan kapal berkapasitas 1000 GT ke atas.

“Ini tentu saja menguntungkan pengusaha besar, tapi juga membuka potensi bagi kapal asing, yang dikhawatirkan akan semakin banyak beroperasi di perairan NKRI, seperti di Laut Natuna selama ini,” ujar wanita yang juga sebagai Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Karimun itu.

Selaku anggota DPRD Kabupaten Karimun dari Fraksi PKB, Nyimas Novi mengaku akan menjembatani para nelayan dengan pemerintah terkait penolakan terhadap peraturan tersebut.

“PP 58 tahun 2021 harus dikaji ulang, karena aturan yang baru ini jelas merugikan nelayan kecil dan pengusaha penangkap ikan,” ucapnya.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews