Drama Taliban

Drama Taliban

Warga memadati landasan pacu Bandara Hamid Karzai, Kabul untuk meninggalkan Afghanistan. (Foto: Twitter via Daily Mail)

Oleh: Iskandar Zulkarnain Nasution

MEDIA sosial diramaikan dengan kata Taliban. Kata Taliban ini merujuk pada 2 isu utama di media sosial yakni pertama jatuhnya kekuasaan Presiden Ashraf Ghani oleh kekuasaan pemberontak Taliban dan isu yang kedua adalah Komnas HAM menilai uji TWK pegawai KPK menyasar kelompok yang diduga dilabeli sebagai Taliban.

Kata Taliban dalam isu pertama merajai jagat media sosial dengan keberhasilannya merebut ibukota Kabul dan memaksa Presiden Ashraf Ghani untuk melarikan diri ke negara tetangga Tajkistan. Taliban praktis menjadi penguasa Afghanistan kembali setelah 20 tahun lamanya berperang dengan invasi AS.

Siapakah Taliban ini?

Taliban dalam bahasa Pashtun, etnis terbesar di Afghanistan dan Pakistan, berarti Pelajar. Ini merujuk kepada mereka yang pernah belajar kepada seorang Mollah (guru) yang bernama Omar. Mollah (guru) Omar sendiri merupakan pendiri Taliban yang sebelumnya adalah salah satu komandan dalam pasukan Mujahidin yang berhasil memaksa Uni Soviet untuk keluar dari Afghanistan di akhir tahun 1989.

Taliban sendiri lahir setelah 5 tahun keluarnya Uni Soviet yang mengakibatkan ketidakstabilan dan perang di antara suku dan panglima perang di Afghanistan. Mollah (guru) Omar, yang setelah selesai perang dengan Afghanistan memilih untuk mengajar di madrasah, dengan 50 orang rekan sesama guru dan pelajarnya memutuskan untuk mengakhiri ketidakstabilan yang menimbulkan peperangan, korupsi dan kemiskinan di Afghanistan memutuskan mendirikan pasukan sendiri dengan nama Taliban. Tak butuh lama, hanya dalam waktu 2 tahun Taliban berhasil menggulingkan Presiden Afghanistan saat itu, Abdullah Rabbani. Dan dalam waktu 4 tahun sejak didirikan, Taliban berhasil menguasai 90 persen wilayah Afghanistan.

Ketika terjadi serangan teror 11 September 2001 di New York, Amerika Serikat meminta Pemerintahan Afghanistan yang melindungi Osama bin Laden, untuk menyerahkan Osama. Namun Mollah (guru) Omar menolak menyerahkan Osama. Pasukan Amerika Serikat menyerbu Afghanistan dengan cepat dan menggulingkan pemerintahan Taliban yang berkuasa.

Kendati demikian, Taliban secara perlahan mampu mendapatkan kembali pengaruhnya di sebagian wilayah Afghanistan dan melancarkan perlawanan terhadap pemerintahan Afghanistan yang dilindungi oleh Amerika Serikat.

Namun, kesepakatan perdamaian yang dimulai di Doha Qatar dan dilanjutkan kesepakatan rahasia antara Presiden Trump dan Taliban yang menetapkan penarikan pasukan Amerika Serikat dan sekutu NATO nya dalam waktu 14 bulan meningkatkan prestise Taliban di dalam negeri Afghanistan. Amerika Serikat yang mematuhi kesepakatan itu dan menarik total seluruh pasukannya dan pasukan sekutu NATO hanya dalam 1 malam (istilahnya) telah menunjukkan bahwa pasukan pemerintahan Afghanistan yang selama ini disokong dan didanai oleh Amerika Serikat tidak efektif dalam berperang secara head to head dengan pasukan Taliban. 

Hanya 10 hari saja sejak penarikan pasukan asing dari Afghanistan, Taliban berhasil menguasai seluruh wilayah perbatasan, 19 ibukota provinsi dari 34 provinsi yang ada dan sukses merebut Kabul sebagai ibukota Afghanistan dan memaksa Presiden Ashraf Ghani dan para panglima perangnya untuk melarikan diri ke negara tetangga, Tajkistan. Pelatihan selama 20 tahun dan menghabiskan uang miliaran dolar Amerika tidak berguna sama sekali ketika pasukan Afghanistan tanpa dukungan pasukan asing berhadapan dengan Taliban.

Cerita dahsyat ini sekali lagi membuktikan bahwa negara adidaya yang menginvasi Afghanistan, untuk kedua kali, gagal dalam menstabilkan Afghanistan untuk kepentingan mereka. Kecepatan serangan dan kemajuan luar biasa pasukan Taliban yang tidak diberikan pelatihan oleh negara adidaya seperti Amerika Serikat sepertinya harus kita pelajari. 

Bagaimanapun kenyataan membuktikan, latihan gabungan, atau joint strike dengan pasukan asing, tidak lantas menunjukkan bahwa pasukan Afghanistan mumpuni, termasuk pasukan khusus mereka yang porak poranda dihajar oleh pasukan rakyat model Taliban.

Tapi berbeda dengan fase pertama Taliban berkuasa, fase kedua ini diyakini adalah kelompok Taliban yang sudah moderat. Seperti diutarakan oleh Wakil Presiden ke 10, Jusuf Kallla, Taliban, yang telah diundang oleh JK ke Jakarta sebanyak 2x untuk merundingkan perdamaian di Afghanistan, juga mempelajari Islam yang lebih terbuka di banyak negara-negara Islam di dunia, termasuk di Indonesia. Itulah yang membuat kekuatan asing berkenan untuk “tutup mata” atas penggusuran Presiden Ashraf Ghani.

Sementara itu, di Indonesia, ada juga Taliban, kode khusus terhadap beberapa pegawai KPK, yang menurut Komnas HAM telah menjadi target untuk dipensiunkan secara paksa dari statusnya sebagai pegawai KPK.

Komnas HAM menyatakan label Taliban digunakan sebagai dalih untuk menyingkirkan pegawai KPK melalui proses TWK. Bagi Komnas HAM stigmatisasi ini merupakan masalah serius dalam konteks HAM. 

Menurut Komnas HAM, label Taliban disematkan bukan hanya latar belakang praktek keagamaan, namun lebih pada kondisi dimana pegawai KPK tidak bisa disetir untuk kepentingan yang bertolak belakang dengan profesionalitas dalam pemberantasan korupsi. Pelabelan Taliban ini salah satu dari 11 pelanggaran HAM hasil temuan Komnas HAM dalam proses TWK tersebut.

Apakah lembaga kedua setelah Ombudsman, yang menyatakan ada mal administrasi dalam proses TWK pegawai KPK, ini juga akan bernasib sama dengan Ombudsman. Yakni dipertanyakan kewenangan dan keharusan menjalankan rekomendasi Lembaga Negara ini sebagai norma hukum. Atau apakah sebaliknya dijalankan sesuai norma hukum, waktu yang akan menjawabnya. Bisa juga butuh 20 Tahun lebih untuk mengembalikan para Taliban versi hasil temuan Komnas HAM ini ke posisi terhormat dalam upaya pemberantasan korupsi yang profesional dan tidak bisa disetir oleh kepentingan lain? Wallahu alam bissawab.

Penulis adalah pengamat sosial politik internasional.
 


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews