Riak Komunikasi Membawa Bencana

Riak Komunikasi Membawa Bencana

Gubernur Kepri Ansar Ahmad (kanan), Wagub Marlin Agustina dan Wali Kota Batam Rudi.

Oleh: Iskandar Zulkarnain Nasution

TAHUN Baru Islam 1443 Islam di Kepulauan Riau memiliki banyak kejutan peristiwa. Peristiwa yang paling terbaru adalah peristiwa ditahannya Bupati Bintan, Apri Sujadi oleh KPK. Lembaga yang baru saja mengubah suai status pegawainya ini menjadi ASN bergerak cepat. Setelah lama tidak terdengar gerakannya bersebab carut marut proses pengalihan status, ASN di KPK begitu dilantik dan diambil sumpah, langsung bergerak. KPK menangkap, menahan dan menjadikan Bupati Bintan Apri Sujadi sebagai tersangka dalam kasus Cukai Rokok di wilayah non Pabean FTZ Bintan.

Bupati Bintan, Apri Sujadi, yang juga Ketua Demokrat Kepri versi Moeldoko, adalah sosok kuat, muda dan cemerlang. Bahkan ketika jabatan Ketua Demokrat Kepri lowong sejak pemecatannya oleh AHY, jabatan sebagai ketua Demokrat Kepri masih lowong sehingga kini. Itulah perbandingannya betapa kinerja Apri Sujadi sangat mumpuni di Partai yang berhasil mendudukkan sebagai Bupati di Bintan selama 2 periode. Penahanan oleh KPK ini adalah masa jabatan Apri Sujadi di periode ke 2 sebagai Bupati.

Saya mengenal Apri Sujadi sejak sama sama menuntut ilmu di Universitas Riau, di Pekanbaru. Kami sama juga berada di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Saya kakak kelasnya, Apri Sujadi setingkat di bawah saya. Selain kami, ada juga Ade Angga, Staf khusus Gubernur Kepri, yang sama keluaran dari Fakultas dan Universitas ini.

Apri Sujadi bertemu dengan saya kembali ketika saya terpaksa pindah dari Otorita Batam ke Pemerintah Provinsi Kepri. Saya katakan terpaksa karena saya direkrut dengan sedikit paksaan oleh teman saya, Wira Bulantara, ajudan pimpinan Kepri waktu itu, yang juga satu alumni dengan saya, Apri Sujadi dan Ade Angga. Wira Bulantara merupakan senior saya di Universitas.

Masa awal saya bergabung dengan Pemprov Kepri itulah saya berjumpa dengan Apri Sujadi, waktu itu kami sering bertemu di kedai baju, toko milik keluarganya, dan Apri sering duduk berjualan di sana. Saya kebetulan pula sering rapat di hotel di depan kedai baju milik keluarganya itu. Apri lah yang sering menegur, mengajak diskusi dan beramah tamah.

Setelah itu Apri Sujadi beralih menjadi anggota KPU Bintan dan tetap saja, kebiasaanya menegur saya terlebih dahulu tidak berubah. Kemudian menjadi ketua DPRD Bintan dan selanjutnya menjadi wakil ketua DPRD Kepri, sekaligus Ketua Partai Demokrat Kepri. Apri Sujadi tetap tidak berubah. Apri tetap menegur saya terlebih dahulu dan tetap memanggil saya, abang. Terbayangkan bagaimana kita merasa sangat terhormat diberlakukan begitu, apatah saya hanya staf di Pemprov Kepri dan Apri Sujadi Wakil Ketua DPRD Kepri.

Bahkan ketika menjadi Bupati Bintan, Apri Sujadi masih tetap sama. Bahkan sering menggoda saya dengan mengatakan apa betah masih menjadi eselon 3 setelah 2 kali ikut Open Bidding tapi tetap tidak menjadi pilihan untuk menjabat. Katanya, kemampuan abang mumpuni, tapi abang tetap akan susah untuk menjabat eselon 2, jadi apa masih betah? Hehehe...

Tapi bagaimanapun, semua manusia tetap memiliki kelemahan. Sudah menjadi rahasia umum dalam perjalanannya sebagai Bupati Bintan, ada riak-riak dalam hubungan dengan wakil Bupati yang menjadi partnernya. Riak riak itulah yang menyebabkan mereka berpisah jalan dalam periode kedua. Riak yang sama yang menerpa Walikota Tanjungpinang Lis Darmansyah dan wakil walikotanya. Namun endingnya yang berbeda, di Tanjungpinnag Lis Darmansyah dipecundangi oleh wakilnya, di Bintan, Apri Sujadi berhasil mengokohkan dirinya melanjutkan sebagai Bupati periode kedua. Bahkan hampir saja di Bintan terjadi calon tunggal, namun gagal karena campur tangan PDIP dan Partai Nasdem. Dan ini juga yang saat ini menjadi salah satu pangkal perselisihan dari Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri.

Apa sih riak yang menjadi perselisihan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah?

Ternyata adalah pembagian kewenangan. Memang sudah jelas ada aturan yang membagi kewenangan antara Kepala Daerah dan wakil kepala daerah. Namun dalam perjalanannya ada saja yang menyebabkan terjadi miskomunikasi antara keduanya. Ada yang karena pembagian kewenangan sesuai aturan tidak diberikan oleh kepala daerah, ada yang karena perjanjian pembagian kewenangan sebelum mereka maju sebagai pasangan diingkari ketika mereka sudah menduduki jabatan tersebut. Ini terjadi di hampir seluruh provinsi dan daerah.

Kita bisa lihat dalam kasus Nurdin Basirun, yangmana untuk mendudukkan Isdianto menjadi wakil gubernur sesuai kesepakatan koalisi saja butuh waktu 1 tahun 9 bulan. Bahkan ketika Isdianto sudah menjadi wakil gubernur, Isdianto beranggapan tidak diberikan kewenangan secara penuh sesuai janji mereka di awal koalisi dahulu. Dan kita tahu juga ending apa yang dialami oleh Nurdin Basirun. Begitu jugalah konon ceritanya kisah Nurdin Abdullah, Gubernur Sulawesi Selatan, sehingga memiliki ending yang menjadi bencana bagi karir politik dan kehidupannya.

Sehari sebelum Tahun Baru Islam 1443 H, sebagai warga Kepri, kita juga dihentakkan oleh konferensi pers Gubernur Kepri, Ansar Ahmad. Ada riak dalam komunikasi Gubernur dan wakil gubernur. Riak ini utamanya berpangkal pada kesepakatan yang dijalin sebelum berikrar menjadi koalisi dalam pilgub kemarin.

Saya memberikan apresiasi terhadap curhatan Ansar Ahmad sebagai Gubernur Kepri. Curhatan yang bahkan disampaikan di Kota Batam, basis utama wakil gubernurnya. Namun dari kacamata saya, konferensi pers ini bisa merugikan bagi Ansar Ahmad. Poin pertama, konferensi pers ini hanya dihadiri oleh ketua salah satu partai pengusung dan ketua timses pilgub yang kebetulan juga menjadi staf khusus. Kerugiannya, semua yang hadir di depan bukan representasi dari Batam, mereka merupakan entitas dari Kota Tanjungpinang dan Bintan. 

Walaupun Ansar Ahmad dan Marlin Agustina menang besar di kedua wilayah ini, tapi itu bukan cerminan bahwa kemenangan besar itu hanya jerih payah seorang Ansar Ahmad. Apatah lagi bisik bisik di kedua wilayah ini, Ansar Ahmad sudah berubah, tidak sama seperti sebelumnya. Poin kedua, konferensi pers ini menunjukkan kelemahan kepemimpinan Gubernur. Harusnya dengan sumber daya politik yang kuat dan sumber daya birokrasi, Gubernur mampu menjalin komunikasi yang intens tidak hanya terhadap wakil gubernur namun juga terhadap Walikota Batam dan jajarannya.

Ibarat pantun, riak komunikasi Gubernur Kepri, Ansar Ahmad berdentum sambut oleh wakil ketua timses, wakil gubernur dan sekretaris kota Batam. Inti dari gema konferensi pers itu, bahwa perihal riak-riak pembagian kewenangan dan kesepakatan koalisi hendaknya dibahas secara internal oleh partai koalisi, timses, tokoh pendukung dan para pihak yang selama pilgub kemarin berkontribusi.

Bahkan seakan menegaskan situasi pandemi, komunikasi efektif itu menurut wakil gubernur adalah dengan menggunakan perangkat telepon. Dan wakil gubernur menegaskan bahwa menelpon Gubernur adalah prioritas pertamanya dalam menjalankan tugas.

Sementara sekretaris kota, Jefridin, yang menurut bisik bisik adalah sosok yang menjadi bagian dari kesepakatan koalisi dalam pilgub kemarin menegaskan komitmen kepatuhan mereka sebagai aparat Pemerintah Kota dalam menjalankan fungsinya terkait kegiatan Gubernur di Batam. Masalahnya menurut Jefridin adalah pihak protokol yang tidak menjelaskan terang benderang kepada pimpinan.

Adalah keniscayaan riak-riak ini bisa menjadi aliran air yang menyejukkan jika bagian yang bertugas melancarkan komunikasi pimpinan bekerja dengan optimal. Biro Humas, Protokol dan Penghubung yang dalam nomenklaturmnya telah diubah menjadi Biro Administrasi Pimpinan yang salah satu tugas pokoknya adalah sebagai komunikasi pimpinan mengemban tugas itu. Dan dalam berbagai literatur, harusnya fungsi menjembatani kepala daerah dan wakil kepala daerah ada ditangan seorang sekretaris daerah.

Bagaimanpun, belajar dari kesalahan masa lalu, riak riak komunikasi ini harus diselesaikan. Tidak boleh dibiarkan saja tanpa ada penyelesaian. Bahkan jangan sampai didengungkan oleh para pendukung fanatik kedua kubu. Ibarat kata pepatah, jikalau berperang itu ibarat arang habis besi binasa, yang menang jadi arang yang kalah jadi abu. Karena itu kita berdoa semoga riak riak komunikasi ini tidak menjadi bencana bagi negeri Kepri.

Penulis pengamat sosial di Kepulauan Riau.


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews