Apri Sujadi Rugikan Negara Rp 250 Miliar, Terima Jatah Rp 6,3 Miliar dari Pengusaha

Apri Sujadi Rugikan Negara Rp 250 Miliar, Terima Jatah Rp 6,3 Miliar dari Pengusaha

Konferensi pers KPK yang menetapkan Bupati Bintan sebagai tersangka pengaturan cukai.

Jakarta, Batamnews - Bupati Bintan, Kepulauan Riau Apri Sujadi diduga telah menerima miliaran rupiah dari praktik dugaan tindak pidana korupsi terkait pengaturan barang kena cukai dalam pengelolaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan tahun 2016-2018.

Menurut Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata, Apri dari tahun 2017 s/d 2018 diduga menerima uang sekitar sejumlah Rp 6,3 miliar.

Sementara, mantan Kepala BP Kawasan Kabupaten Bintan Muhammad Saleh Umar yang ikut jadi tersangka dalam kasus ini, juga diduga menerima uang, namun tak sebanyak Apri, yakni sebesar Rp 800 juta.

"Perbuatan para tersangka diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar sejumlah Rp 250 miliar," kata Alex Marwata dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta pada Kamis (11/8/2021) sore. 

Baca: KPK Tetapkan Bupati Bintan Apri Sujadi sebagai Tersangka Korupsi

Dari konstruksi perkara yang diungkap KPK, diketahui kasus ini berawal dari teguran Ditjen Bea dan Cukai pada 4 Desember 2015 kepada BP Bintan terkait jumlah kuota rokok yang diterbitkan lebih besar dari yang seharusnya.

Tiga bulan kemudian, tepatnya 17 Februari 2016, Apri  dilantik menjadi Bupati Bintan, yang secara ex-officio menjabat sebagai Wakil Ketua I Dewan Kawasan Bintan. 

Kumpulkan Pengusaha di Batam

 

Selanjutnya di awal Juni 2016, bertempat di salah satu hotel di Batam, Apri memerintahkan stafnya untuk mengumpulkan para distributor rokok yang mengajukan kuota rokok di BP Bintan.

Dalam pertemuan tersebut, diduga terdapat penerimaan sejumlah uang oleh Apri dari para pengusaha rokok yang hadir.

Menindaklanjuti pertemuan tersebut, Apri dengan inisiatif pribadi kemudian melakukan penggantian personel BP Bintan dan memerintahkan Nurdin Basirun (Ketua Dewan Kawasan Bintan) menetapkan komposisi personel baru BP Bintan dengan menempatkan Azirwan sebagai Kepala BP Bintan dan Saleh Umar sebagai wakilnya.

Namun pada Agustus 2016, Azirwan mengundurkan diri sehingga tugas sebagai Kepala BP Bintan dilaksanakan sementara waktu oleh Saleh Umar.

Atas persetujuan Apri dilakukan penetapan kuota rokok dan MMEA (Minuman Mengandung Etil Alkohol) dan menerbitkan kuota rokok sebanyak 290.760.000 batang dan kuota MMEA dengan rincian, Golongan A sebanyak 228.107,40 liter, Golongan B sebanyak 35.152,10 liter dan Golongan C sebanyak 17.861.20 liter. 

Minta Jatah Kuota

 

Di tahun 2017, BP Bintan menerbitkan kuota rokok sebanyak 305.876.000 batang (18.500 karton) dan kuota MMEA (Minuman Mengandung Etil Alkohol).

Diduga dari kedua kuota tersebut ada distribusi jatah bagi Apri sebanyak 15.000 karton, Saleh Umar sebanyak 2.000 karton dan pihak lainnya sebanyak 1.500 karton. 

Pada Februari 2018, Apri memerintahkan Alfeni Harmi (Kepala Bidang Perizinan BP Bintan) dan diketahui juga oleh Saleh Umar untuk menambah kuota rokok BP Bintan tahun 2018 dari hitungan awal sebanyak 21.000 karton.

Sehingga, total kuota rokok dan kuota MMEA yang ditetapkan oleh BP Bintan tahun 2018 sebanyak 452.740.800 batang (29.761 karton). 

"Selanjutnya kembali dilakukan distribusi jatah, dimana untuk AS sebanyak 16.500 karton, MSU 2000 karton dan pihak lainnya sebanyak 11. 000 karton," demikian penjelasan KPK.

Baca: Dicekal KPK, Bupati Bintan Apri Sujadi Serahkan Paspor ke Imigrasi Tanjungpinang

Untuk penetapan kuota rokok di BP Bintan dari tahun 2016 s/d. 2018 diduga dilakukan oleh Saleh Umar dan penetapan kuota MMEA di BP Bintan dari tahun 2016 hingga 2018 diduga, ditentukan sendiri tanpa mempertimbangkan jumlah kebutuhan secara wajar.

Dari tahun 2016 s/d. 2018, BP Bintan telah menerbitkan kuota MMEA kepada PT. TAS yang diduga belum mendapatkan izin edar dari BPOM dan dugaan terdapat kelebihan (mark-up) atas penetapan kuota rokok di BP Bintan dimaksud.  

Kini, Apri dan Saleh Umar ditahan KPK. Mereka disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews