Turun Kelas

Turun Kelas

Ilustrasi.

Oleh: Robby Patria

BANK Dunia memperkirakan, perlu waktu dua tahun bagi Indonesia untuk bisa kembali menjadi negara berpenghasilan menengah ke atas dengan pendapatan di atas US$ 4.096. 

Jika dirupiahkan dengan kurs 14.500 maka, pendapatan per bulan rata rata penduduk Indonesia harus sekitar Rp5 juta per bulan atau setahun Rp60 juta. Dengan demikian baru bisa kita beranjak ke negara berpenghasilan menengah ke atas.

Saat ini gross national income (GNI) per kapita Indonesia pada 2020 turun menjadi US$ 3.870, dari GNI per kapita 2019 yang sebesar US$ 4.050.

Dalam klasifikasi yang baru, Bank Dunia mengategorikan negara berpenghasilan menengah ke bawah dengan rentang 
pendapatan US$ 1.046-US$ 4.095 dan kelompok penghasilan menengah ke atas US$ 4.096-US$ 12.695.

Bappenas merancang 2025 kita diprediksi 6.305 dolar US. Namun agaknya target tersebut berat untuk diwujudkan. 2020 kita malah turun ke angka US$3.870. Dengan kondisi pandemi saat ini perlu waktu dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. IMF memprediksi Indonesia tumbuh 4 persen lebih di 2021.

Pandemi memerlukan penanganan serius berlari cepat dengan vaksinasi. Jika vaksinasi sukses maka pertumbuhan ekonomi akan lebih tinggi. Namun jika pandemi lamban teratasi, maka pertumbuhan ekonomi di bawah 7 persen akan lambat mengejar target menaikkan Indonesia kembali ke pendapatan menengah ke atas.

Jika kita lihat dari Upah Minum Kota, baru DKI Jakarta yang mendekati Rp5 juta per bulan. Itu pun masih di angka Rp4 jutaan. Sementara mayoritas UMK di Indonesia berkisar Rp2-3 juta per bulan. Jauh di bawah negara berpenghasilan menengah ke atas. Memang sekelompok kalangan kaya di Indonesia yang jumlahnya tak banyak. Tapi kekayaan mereka melebihi sangat luar biasa.

Majalah Forbes menyatakan 18 orang Indonesia masuk dalam daftar orang paling kaya di dunia tahun ini. Total kekayaan 18 orang tersebut bila dijumlah mencapai US$75,5 miliar, setara dengan Rp1.057 triliun (kurs Rp14 ribu per dolar AS).

Dan itu sangat kontras jika kita lihat angka kemiskinan yang terus bertambah akibat pandemi. BPS mencatat angka kemiskinan sebanyak 27,55 juta jiwa atau meningkat 2,76 juta dibandingkan tahun sebelumnya. Pada periode September 2020, tingkat kemiskinan menjadi 10,19 persen atau meningkat 0,97 poin persentase (pp) dari 9,22 persen periode September 2019.

Mereka disebut miskin ketika pengeluaran sebesar Rp 458.947,-/kapita/bulan dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp 339.004,- (73,87 persen) dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp119.943,- (26,13 persen). Jumlah Rp458 ribu per bulan itu di bawah pengeluaran 2 dolar US per hari yang dipakai standar Bank Dunia menetapkan garis kemiskinan.

Namun jika dihitung berdasarkan Purchasing Power Parity (PPP) atau paritas daya beli maka standar Indonesia sudah setara dengan standar garis kemiskinan dunia. 

Kita tentu tak bisa membandingkan per kapita Singapura yang sudah melesat jadi negara maju walaupun kita lebih dahulu merdeka dibandingkan Singapura.

Bahkan jika dibandingkan dengan Singapura per kapita mereka sudah di atas 50 ribu US Dolar kita tentu jauh tertinggal.

Kita juga tak bisa membandingkan Singapura yang anggap covid flu biasa di masa mendatang. Karena memang mereka sudah memvaksinasi prosentase penduduknya lebih besar dibandingkan prosentase kita. Bayangkan covid 19 sudah menularkan penduduk Singapura 62 ribu dengan angka kematian 36 orang. 

Indonesia sudah tertular 2,3 juta lebih dengan angka kematian 62 ribu lebih. Kita masih jauh untuk melepas masker ketika vaksinasi belum mencapai 70-80 persen jumlah penduduk. Sehingga kebal kawanan akan tercapai ketika penduduk sudah banyak mendapatkan suntikan vaksinasi.

Setelah vaksinasi sukses baru kita bisa berharap sektor perekonomian akan bangkit. Pertumbuhan ekonomi akan kembali tumbuh, investasi harus masuk, lapangan pekerjaan tersedia, maka perekonomian di Indonesia akan kembali bergairah.

Pemerintah telah mengalokasikan Rp900 triliun lebih di masa pandemi diharapkan memberikan stimulus perekonomian, memperkuat bidang kesehatan, sehingga keyakinan melewati pandemi bisa berjalan baik.

Pemulihan ekonomi kita akan lambat di saat kita tidak patuh pada ajakan pemerintah untuk berdiam di rumah di masa PPKM. Yakinlah, negara yang sukses mengatasi pandemi seperti Singapura maupun Australia karena mereka disiplin. Dan patuh kepada kebijakan pemerintah. 

Jangan lama lama kita turun kelas pendapatan menengah ke bawah. Kita harus bangkit keluar jebakan ledakan jumlah penduduk dan merosot pertumbuhan ekonomi. Ada harapan dengan jumlah penduduk yang besar dan konsumsi domestik yang besar akan menyelamatkan Indonesia cepat pulih. Tentu lagi-lagi ketika pandemi dapat dikendalikan dengan baik.*

Penulis adalah Wakil Ketua Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Tanjungpinang.


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews