Rapat Bersama Wakil Menteri ATR, Bupati Meranti Sempat Ingin Walkout

Rapat Bersama Wakil Menteri ATR, Bupati Meranti Sempat Ingin Walkout

Kegiatan rapat konsultasi PIPPIB di Meranti. (Foto: Arjuna/Batamnews)


Meranti, Batamnews - Bupati Kabupaten Meranti, Muhammad Adil kesal dengan peta indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB). 

Menurutnya hal itu bisa menghambat pembangunan di Meranti, terutama pengembangan sektor pertanian.

Rapat konsultasi terkait PIPPIB digelar bersama bersama Wakil Menteri Angraria dan Tata Ruang (ATR) Dr Surya Tjandra, Gubernur Riau Drs H Syamsuar, Anggota DPD/MPR RI Dr Hj Intsiawati Ayus serta pejabat lainnya, bertempat di Gedung Rapat Paripurna DPRD Meranti, Senin (22/6/2021).

Menurutnya sejumlah aturan yang dikeluarkan terkait PIPPIB akan menimbulkan kendala. 

Aturan itu yakni terbitnya Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2019, tanggal 7 Agustus 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut dan telah ditetapkannya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Nomor: SK.851/MENLHK/PKTL/IPSDH/PLA.1/2/2020 terkait PIPPIB Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut Tahun 2020 Periode 1 tanggal 26 Februari 2020.

Ia mengatakan, berdasarkan kajian akan sangat menyulitkan dan bahkan menghambat pelaksanaan pembangunan khususnya di bidang pertanian, perkebunan, dan bidang lainnya. 

Pada dasarnya, sektor-sektor tersebut merupakan potensi bagi daerah dan penyumbang pertumbuhan perekonomian perdesaan sampai perkotaan.

Adil menilai, kebijakan PIPPIB sangat tidak beralasan. Sebab, lahan masyarakat yang dikelola selama puluhan tahun bahkan area perkantoran yang kini menjadi pusat pemerintahan di Kepulauan Meranti masuk dalam kawasan PIPPIB.

"Yang kita tempati saat ini adalah lahan gambut yang masuk kawasan PIPPIB artinya kami semua tinggal di kawasan hutan," ucapnya dengan nada kesal.

Dijelaskan Adil, total luas kawasan hutan di Kabupaten Kepulauan Meranti adalah 260.654,32 hektare (71,67 %), sedangkan luas kawasan non hutan atau Areal Penggunaan Lain (APL) adalah 100.027,53 hektare (27,5 %). 

Dari Luas APL tersebut sebanyak 81.555,38 hektare termasuk ke dalam moratorium gambut PIPPIB Tahun 2020.

Luas areal penggunaan lain yang benar-benar bisa digunakan dan aman untuk pelaksanaan kegiatan pemerintahan hanya seluas 16.072,15 hektare saja atau sekitar 4.42 persen dari total luas daratan di Meranti.

Dengan areal yang bisa dikelola hanya tinggal seluas 16.072,15 hektare tersebut, tentunya akan menyulitkan pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan. 

Akibatnya, dikatakan Adil, Kabupaten Meranti bisa-bisa menjadi kabupaten yang selalu tertinggal, termiskin dan terbelakang.

Kebijakan PIPPIB menurutnya lebih banyak menimbulkan masalah bagi daerah. Pemerintah susah untuk membangun karena terkendala wilayah PIPPIB. Lahan masyarakat tidak bisa diagunkan ke bank untuk mendapatkan modal usaha dan masih banyak lagi. 

"Yang kami inginkan adalah menolak penetapan PIPPIB di wilayah Kepulauan Meranti. Saya minta kawasan PIPPIB ini gak usah ada lagi, jangan buat hati masyarakat Meranti makin sakit," kata Adil dengan gamblang.

"Sudah susah, tambah lagi dibuat susah. Tau ndak, sekarang sudah ada 12 ribu pengangguran di Meranti akibat Corona, tak bisa kemana-mana mereka. Jangan buat hati masyarakat tambah sakit. Kalau tak bisa cari jalan keluar saya aja yang keluar dari ruangan ini nanti," tegasnya. 

 

Gubernur Riau, H Syamsuar mendukung penuh penolakan Bupati Kabupaten Kepulauan Meranti, H Muhammad Adil terkait kebijakan Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru (PIPPIB).

Dengan kehadiran Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) di Meranti, kata Syamsuar, dapat menjembatani aspirasi masyarakat langsung ke Presiden RI, Joko Widodo.

"Karena sesuai perintah Presiden untuk urusan perizinan tidak boleh berlama-lama dan PIPPIB membuat semuanya menjadi terkendala, investasi terhambat yang pada akhirnya berdampak pada lambatnya pertumbuhan ekonomi masyarakat Riau khususnya di Meranti," terangnya, Senin (22/6/2021).

Menyikapi masalah PIPPIB tersebut, Anggota DPD/MPR RI Insiawati Ayus mengaku telah menjadi prioritas untuk dituntaskan. Komite DPD RI juga tidak ingin kebijakan yang dinilai mengebiri hak masyarakat tersebut berlarut-larut tanpa ada penyelesaian.

"Benar yang dikatakan Pak Bupati bahwa ini membuat hati masyarakat bertambah sakit. Kami pun dari DPD RI akan segera menuntaskan masalah ini," katanya.

Setelah mendengarkan semua keluhan dan masukan berbagai pihak, Wakil Menteri ATR Dr Surya Tjandra mendukung usulan HM Adil untuk segera menuntaskan masalah PIPPIB di Meranti. 

Bahkan, dia berencana akan menjadikan Meranti sebagai pilot project penyelesaian masalah PIPPIB di Indonesia.

"Kita akan komunikasikan lagi masalah ini. Kita juga akan menyampaikan ini ke kementerian bersama dukungan dari Bupati, legislator dari DPRD Meranti Maupun DPD RI," ucapnya.

Dalam pertemuan itu sesuai kesepakatan sementara menghasilkan beberapa poin yang akan dibawa ke rapat tingkat Nasional yakni:

1. DPD RI, Kementrian ATR/BPN, Kementrian LHK BPKH Pekanbaru, Badan Informasi Geospasial, Pemprov Riau, Pemkab Meranti mendukung penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut untuk menyelamatkan keberadaan hutan alam primer dan lahan gambut;

2. Memahami adanya perbedaan antara PIPPIB dengan kondisi fisik di lapangan serta memperhatikan perubahan tara ruang, masukan dari masyarakat, pembaharuan data perizinan dan hasil survei kondisi lapangan perlu dilakukan klarifikasi;

3. Permohonan klarifikasi terhadap PIPPIB dan status lahan secara kolektif dikoordinasikan oleh kantor pertanahan setempat kepada direktur jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkunga, Direktur Inventarisir dan pemantauan SDH;

4. Mekanisme revisi PIPPIB dilakukan dengan melampirkan peta analis penatagunaan tanah dari kementrian ATR/BPN RI melalui Kantor Pertanahan setempat;

5. Komite I DPD RI memberikan rekomendasi kepada Pemkab Meranti untuk membentuk Tim Kerja Penyelesaian PIPPIB;

6. Tim Kerja Penyelesaian PIPPIB terdiri dari Kecamatan, Kelurahan/Desa untuk melakukan pendataan bidang tanah yang belum bersertifikat;

7. Kegiatan Tim Kerja penyelesaian PIPPIB di daerah meliputi kegiatan pendataan dan pemetaan dengan menggunakan anggaran daerah;

8. Komite I DPR RI akan melakukan monitoring pelaksanaan tugas tim kerja sebagai bahan rapat kerja dengan Kementrian LHK, ATR/BPN dan Kemendagri.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews