Kenaikan Tarif PPN di 2022 Dinilai Imbas dari Bengkaknya Utang Saat Pandemi

Kenaikan Tarif PPN di 2022 Dinilai Imbas dari Bengkaknya Utang Saat Pandemi

Ilustrasi ATM dan kartu Kredit. (Foto: Shutterstock)

Batamnews, Batam - Pemerintah berencana menaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada 2022. Kenaikan tarif pajak ini disebut-sebut untuk mendorong target penerimaan negara melalui pajak di tahun depan.

Adapun, sesuai dengan Undang-Undang PPN Pasal 7, pemerintah bisa mengatur perubahan tarif paling rendah berada pada angka 5 persen dan paling tinggi 15 persen. Adapun saat ini, tarif PPN berlaku untuk semua produk dan jasa, yakni 10 persen.

Baca juga: Insentif PPnBM Mobil 0 Persen, DJP Kepri: FTZ Batam Nggak Ngaruh

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Tauhid Ahmad memahami, kenaikan tarif PPN ini menjadi jalan keluar bagi pemerintah melihat adanya beberapa kebutuhan. Kenaikan ini juga untuk merespon defisit anggaran dan total utang pemerintah pada 2021 yang melebar.

"Ada satu kebutuhan pemerintah melihat bahwa defisit anggaran sudah besar sekali dan total utang pemerintah itu sampai 2021 tembus di atas 41 dari PDB bahkan hampir 42 persen dari PDB," ujarnya dalam sebuah diskusi virtual bertajuk PPN 15 Persen, Perlukan di Masa Pandemi?, Selasa (11/5).

 

Tekan Rasio Utang Terhadap PDB

Menurutnya kondisi utang pemerintah tersebut menjadi suatu persoalan serius karena sudah melewati batas psikologis dari 30 persen terhadap PDB. Sementara, pemerintah harus menurunkan lagi ke angka 30 persen pada 2023 mendatang.

"Karena itu salah satunya memang bagaimana mengembalikan defisit ini ke tingkatan yang normal," ujarnya.

Baca juga: Relaksasi Bebas PPnBM Mobil Baru Tak Berlaku di Batam, Ini Alasannya

Tauhid mengatakan, memang ada dua hal untuk mengembalikan posisi defisit anggaran dan total utang pemerintah kembali bisa kembali normal. Pertama adalah bagaimana penerimaan negara bisa ditingkatkan yakni lewat kenaikan tarif PPN dan kedua mengurangi belanja negara itu sendiri.

"Namun kelihatannya pemerintah belum yakin bahwa belanja negara dalam rangka perbaikan ekonomi cukup tinggi dan satu-satunya jalan adalah melalui penerimaan negara," tegasnya.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews