Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan Paslon Insani

Mahkamah Konstitusi Tolak Gugatan Paslon Insani

Gedung Mahkamah Konstitusi.

Jakarta - Mahkamah Konstitusi menolak gugatan pasangan Isdianto-Suryani (Insani) terkait Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) untuk Pilkada 2020.

Keputusan MK ini memupus harapan Isdianto untuk kembali memimpin Provinsi Kepulauan Riau, dan menguatkan putusan KPU Kepri yang memenangkan pasangan Ansar Ahmad-Marlin Agustina.

Ketua dewan hakim MK Anwar Usman mengatakan, berdasarkan amar putusan mengadili dalam eksepsi, pertama menyatakan eksepsi termohon dan eksepsi pihak terkait mengenai kedudukan hukum pemohon beralasan menurut hukum. 

Kedua, menyatakan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. 

"Dalam pokok perkara menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Anwar Usman dalam sidang lanjutan, Selasa (16/2/2021). 

Demikian putusan dalam rapat permusyawaratan hakim oleh sembilan Hakim Konstitusi yaitu Anwar Usman selaku Ketua merangkap anggota, Aswanto, Arief Hidayat, Saldi Isra, Manahan M.P Sitompul, Daneil Yusmic P, Foekh, Enny Nurbaningsih, Wahiddin Adams dan Suhartoyo. 

Sementara dalam pembacaan putusan itu, hakim MK Saldi Isra menyebutkan bahwa berdasarkan seluruh pertimbangan hukum mengenai pelanggaran pemilu di atas yang yerkait dengan keterpenuhan ketentuan pasal 158 ayat 1 huruf a UU 10/2016, mahkamah tidak memiliki keyakinan bahwa dalil pemohon dimikian berpengaruh pada keterpenuhan syarat pasal 158 ayat 1 huruf a, a quo.

Tanggapan KPU Kepri

 

Dalam persidangan di MK, KPU Kepulauan Riau menyampaikan adanya kedewasaan berdemokrasi telah ditunjukkan di Pemilihan Gubernur Kepulauan Riau 2020, baik oleh Paslon 1, Paslon 2 dan Paslon 3. 

"Kedewasaan berdemokrasi ini bisa memberikan contoh pada daerah lain, serta menjadi catatan sejarah positif untuk kontestasi ke depan di provinsi yang kita cintai ini," kata Widiyono Agung Sulistiyo, Divisi Hukum & Pengawasan KPU Provinsi Kepri. 

Dia memaparkan, dari jumlah 1.168.188 pemilih se-Kepri, yang datang memilih, terdapat suara sah sebanyak 722.030.

Adapun rinciannya yakni Ansar-Marlin sebanyak 308.553 suara, disusul Isdianto-Suryani 280.160 suara dan Soerya Respationo-Iman Sutiawan sebanyak 183.317 suara.

Sedangkan tingkat partisipasi pemilihan Gubernur-Wagub Kepri 2020 adalah 68,56% pada situasi pandemi Covid-19, ada kenaikan 12 persen dari hasil Pilkada 2015. 

Dari hasil pemilihan tersebut pasangan Soerya-Iman tidak mengajukan sengketa rekapitulasi hasil pemilihan. 

Untuk  pasangan Isdianto, S.Sos, MM.-Suryani, SE. mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, hal ini sesuai konstitusi negara kesatuan RI. 

Gugatan diajukan Insani ke MK pada 23 Desember 2020, kemudian pada tanggal 29 Desember 2020 telah diregister oleh MK nomor 131/PHP.GUB-XIX/2021 yang pada pokoknya Permohonan Pemohon meminta Pembatalan SK KPU Prov Kepri nomor 217/PL.02.6-Kpt/21/Prov/XII/2020 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Kepulauan Riau tahun 2020.  

Selanjutnya pemanggilan sidang pertama 28 Januari dengan acara Legal Standing pihak-pihak yang hadir, Pembacaan Permohonan Pemohon, pengesahan bukti Pemohon sebanyak 8 bukti, serta mengajukan tambahan bukti hingga 33 bukti dan Pengesahan Pihak Terkait. 

Dilanjutkan sidang kedua 4 Februari 2021 dengan acara Pembacaan Jawaban Termohon, Pemberi Keterangan (Bawaslu), pembacaan jawaban pihak terkait, pengesahan bukti tambahan Pemohon dan Pengesahan bukti Termohon sebanyak 56 bukti, pengesahan bukti pemberi keterangan dan pengesahan bukti pihak terkait.  

Setelahnya Majelis Panel MK akan menyampaikan ke RPH (Rapat Permusyawaratan Majelis untuk menentukan perkara-perkara yang tidak lanjut ke putusan akhir atau berlanjut pada 15-16 Februari 2021. 

Artinya jika tidak berlanjut ada beberapa kategori yaitu permohonan dinyatakan tidak diterima atau permohonan dicabut atau permohonan tidak dihadiri pemohon saat sidang. 

Untuk perkara 131, hal utama yang menjadi alasan hukum tidak diterimanya permohonan Insani adalah perolehan suara Pemohon (Paslon 2) selisihnya terhadap peraih suara tertinggi yaitu Paslon 3 sebesar 28.393 suara atau sebesar 3,68% melebihi selisih prosentase 2% yang diatur dalam pasal 158 ayat (1) UU 10 tahun 2016 oleh Mahkamah Konstitusi.

"Hal ini dianggap tidak memenuhi syarat sehingga putusan dinyatakan tidak dapat diterima, karena terhadap aturan ambang batas selisih ini telah diatur dalam undang-undang," kata Widiyono. 

Kemudian, gugatan pelanggaran administrasi terstruktur, sistematis dan masif (TSM) dianggap belum bisa meyakinkan Majelis mempengaruhi rekapitulasi hasil penghitungan suara. 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews