EDITORIAL

Mari Belajar dari Kasus Nurdin Basirun

Mari Belajar dari Kasus Nurdin Basirun

Nurdin Basirun dalam sebuah kesempatan beberapa waktu lalu (Foto: Batamnews)

DUA anak buah Gubernur nonaktif Kepri Nurdin Basirun, Edy Sofyan dan Budy Hartono, divonis bersalah. Keduanya berperan sebagai perantara suap. Mereka masing-masing divonis empat tahun penjara.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor juga menjatuhkan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. 

Keduanya bersalah karena menjadi perantara suap sebesar SGD 11 ribu dan Rp 45 juta dari pengusaha Kock Meng pada mantan Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun.

Lantas bagaimana dengan Nurdin Basirun?

Kecil kemungkinan Nurdin Basirun bisa lolos dari jerat hukum. Apalagi berharap hukuman yang lebih ringan dari anak buahnya serta pelaku penyuapan. Penyuap Nurdin, seorang pengusaha, Kock Meng, sudah divonis bersalah lebih dahulu. 

Kock Meng dijatuhi hukuman pidana penjara 1 tahun 6 bulan berikut denda. Ia terbukti memberikan uang suap kepada Nurdin Basirun melalui Abu Bakar, seorang nelayan. Perantaranya Abu Bakar, juga divonis serupa.

Kasus bermula saat Kock Meng ingin mengajukan permohonan izin prinsip pemanfaatan laut untuk restoran dan penginapan terapung di daerah Tanjung Piayu Batam. Setelah itu, Johanes Kodrat mengenalkan Abu Bakar ke Kock Meng yang mengurus surat izin usaha itu.

Kasus ini juga melibatkan sejumlah pengusaha dan pejabat di Kepri. Beberapa diantaranya diduga menyetor gratifikasi lebih besar daripada Kock Meng.

Bahkan ada yang setorannya hingga Rp 1,2 miliar. KPK juga menemukan uang senilai Rp5 miliar di rumah dinas Nurdin di Tanjungpinang. Dugaannya uang gratifikasi. Uang tersebut berasal dari para pengusaha dan pejabat di Kepri. Baik yang terkait jabatan maupun terkait pengurusan perizinan.

Saat ini Nurdin Basirun tengah menunggu tuntutan dari jaksa KPK. Setelah itu menunggu vonis. Sebuah perjalanan hidup baru Nurdin akan ditentukan pada saat itu. Nasib Nurdin di tangan hakim dan Tuhan. 

Bukan tidak mungkin Nurdin Basirun dituntut jauh lebih tinggi dari penyuap dan anak buahnya.

Apalagi Nurdin adalah seorang kepala daerah yang seharusnya menjadi panutan dan contoh bagi anak buahnya dan masyarakat. Ia pernah menjabat bupati dua periode di Kabupaten Karimun, Kepri,

Kasus ini seharusnya menjadi momen penting sebagai titik balik bagi jajaran pemerintahan di Provinsi Kepulauan Riau. Bagaimana memperbaiki birokrasi perizinan khususnya di wilayah ruang laut. 

Permasalahan perizinan ruang laut ini kerap kali disalahgunakan oknum kepala daerah untuk mengeruk keuntungan pribadi. Dengan mengorbankan peraturan perundang-undangan, lingkungan, serta masyarakat setempat.

Lihat saja bagaimana pembangunan di Batam yang terkesan tak sesuai dengan rencana tata ruang dan wilayah. Laut ditimbun. Hutan mangrove dibabat habis. Ekosistem tak dijaga dengan baik. Hutan ditebangi. Disulap menjadi kawasan-kawasan komersil dan permukiman landed. Begitu juga beberapa pembangunan di daerah lain. Setali tiga uang.

Selain itu, mengenai perizinan yang sulit dan berbelit dan mesti menyogok, membuat iklim investasi semakin runyam.

Padahal proses perizinan menjadi titik penting menjaga iklim investasi. Proses birokrasi yang tidak transparan, tidak adil, dan tidak akuntabel, tentu saja akan merusak alur investasi di berbagai bidang, baik di bidang investasi, perdagangan, pariwisata dan lain sebagainya.

Kedekatan dengan pejabat di daerah, terkadang dimanfaatkan dan kelak menjadi bumerang. Para pengusaha yang merasa dekat dengan pejabat daerah, tak segan-segan berkolusi. Dari sinilah muncul ketidakadilan dalam birokrasi perizinan. Diskriminasi. Siapa dekat dia dapat, ditambah sogokan biar lebih cepat.

Di lain sisi, pengusaha juga serba sulit, lebih sering perizinan baru terbit setelah ada uang pelicin. Dan itu tak sedikit bila tak ingin berbelit. Bagi pengusaha, waktu adalah uang, berapa pun uang yang diminta asalkan usaha lancar, tentu tak menjadi soal. Namun banyak yang lupa hal tersebut sudah sangat jelas melanggar aturan.

Ini yang kemudian merusak berbagai tatanan dan sistem perizinan, terutama yang menyangkut pemanfaatan ruang laut, perizinan yang menjadi pintu masuk KPK menyeret Nurdin Basirun ke bui.

Sudah barang tentu, perizinan yang keluar tanpa berdasarkan kajian yang sesuai aturan yang layak.

Sehingga yang menjadi korban adalah lingkungan dan warga atau nelayan sekitar. Padahal potensi Kepulauan Riau sangat besar di bidang kemaritiman. 

Kepri memiliki ribuan pulau. Kaya akan hasil laut dan memiliki lautan yang luas. Bila hal ini diabaikan, bukan tidak mungkin berbagai potensi yang ada tak bisa tergali dengan baik bahkan bisa menjadi bumerang bagi masa depan.

Jadi mari kita belajar dari kasus yang menimpa Bang Den ini..

 

Zuhri Muhammad

Pemimpin Redaksi Batamnews 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews