Dianggap Akan Menyengsarakan Pekerja, Buruh Tolak Omnibus Law

Dianggap Akan Menyengsarakan Pekerja, Buruh Tolak Omnibus Law

Aksi unjuk rasa buruh di DPRD Batam tolak Omnibus Law, Rabu (12/2/2020). (Foto: Dyah/Batamnews)

Batam - Rencana pemerintah melakukan deregulasi melalui omnibus law kembali mendapat penolakan dari kalangan buruh. Terkhusus di Batam, pada Rabu siang (12/2/2020), ribuan buruh berorasi ke kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Batam. Mereka menolak penerapan omnibus law karena dianggap akan merugikan buruh.

Sebenarnya, apa itu Omnibus Law?  Kenapa sangat ditentang oleh buruh di seluruh Indonesia?

Seperti diketahui, omnibus Law merupakan konsep hukum perundangan-undangan yang akan diterapkan oleh Presiden Joko Widodo di Indonesia. Konsep ini telah banyak diterapkan di beberapa negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Irlandia.

Omnibus Law sebenarnya hanya ingin menyederhanakan aturan yang selama ini berbelit-belit. Namun, belakangan ini, undang-undang ini disebut-sebut akan memotong hingga menurunkan kesejahteraan buruh/pekerja di seluruh Indonesia.

Menurut Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal, ia menentang pemberlakuan Omnibus Law. Ia mencatat sedikitnya ada 6 dampak buruk omnibus law bagi kaum pekerja di Indonesia.

1. Omnibus Law Akan Menghapus Upah Minimum (UMK/UMR/UMP)

Omnibus law rencananya akan menghilangkan upah minimum dan menggantinya dengan penerapan upah per jam. Meskipun ada pernyataan yang menyebut buruh dengan jam kerja minimal 40 jam sepekan akan mendapat upah seperti biasa, tapi bagi buruh dengan jam kerja kurang dari 40 jam akan mendapat upah di bawah minimum.

“Bagaimana ketika pekerja sakit, menjalankan ibadah sesuai kewajiban agamanya, cuti melahirkan; maka upahnya tidak lagi dibayar karena pada saat itu dianggap tidak bekerja,” ucap Said Iqbal.

2. Menghilangkan Pesangon

UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang mengatur besaran pesangon maksimal 9 bulan dan dapat dikalikan 2 untuk pemutusan hubungan kerja (PHK) jenis tertentu, sehingga totalnya bisa mendapat 18 bulan upah, bakal dihilangkan. Oleh sebab itu, para baruh akan dirugikan jika Omnibus Law diberlakukan tahun ini.  

 Selain itu, ada penghargaan masa kerja maksimal 10 bulan upah dan penggantian hak minimal 15 persen dari total pesangon dan/atau penghargaan masa kerja. Namun, melalui RUU Omnibus Law, Iqbal melihat pemerintah berencana memangkas pesangon menjadi tunjangan PHK sebesar 6 bulan upah.

3. Tidak Ada Kepastian Kontrak Kerja

Fleksibilitas pasar kerja dan perluasan outsourcing. Menurut Iqbal, omnibus law akan memperkenalkan istilah baru yaitu fleksibilitas pasar kerja. Dia menerangkan fleksibilitas pasar kerja berarti tidak ada kepastian kerja dan pengangkatan status menjadi karyawan tetap atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). Untuk itu, aturan tersebut dianggap akan sangat merugikan buruh.

4. Tenaga Kerja Asing (TKA) Akan Leluasa Masuk ke Indonesia

Selain status kontrak kerja tidak jelas,  Iqbal menilai omnibus law akan membuka ruang besar tenaga kerja asing (TKA) tidak berketerampilan (unskill) untuk masuk dan bekerja di Indonesia.

Padahal, UU Ketenagakerjaan mengatur jabatan yang boleh ditempati TKA yakni yang membutuhkan keterampilan tertentu yang belum dimiliki pekerja lokal. Jangka waktunya pun dibatasi maksimal 5 tahun dan harus didampingi pekerja lokal untuk transfer of knowledge.

“Dalam omnibus law ada wacana semua syarat itu dihapus, sehingga TKA bebas masuk Indonesia,” ucap Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal

5. Jaminan Sosial Terancam Dihapus

Omnibus law potensi mengancam jaminan sosial yakni jaminan hari tua dan jaminan pensiun. Sistem kerja fleksibel membuat pekerja tidak bisa mendapat jaminan hari tua dan jaminan pensiun karena tidak ada kepastian pekerjaan.

Sistem kerja fleksibel akan membuat buruh berpindah pekerjaan setiap tahun dengan upah beberapa jam dalam satu hari yang besarannya di bawah upah minimum.

 6. Omnibus Law Berat Sebelah

Omnibus law dikhawatirkan bakal menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha yang tidak memenuhi hak-hak buruh.

“Dampaknya, akan banyak hak buruh yang tidak dipenuhi pengusaha karena tidak ada efek jera,” katanya.

Sebelumnya, Ketua Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) Ilhamsyah, mengatakan organisasinya menolak pasal-pasal ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Lapangan Kerja. Menurutnya, RUU ini akan meningkatkan PHK massal dan makin menurunkan kesejahteraan masyarakat.

Dia melihat proses pembahasan omnibus law mengarah pada penghapusan atau penurunan besaran pesangon, pengupahan dan menyerahkan sistem ketenagakerjaan pada mekanisme bipartit yakni perundingan pengusaha dan buruh di tempat kerja.

Ilhamsyah yakin perubahan yang akan dilakukan terhadap ketentuan pesangon itu bakal menciptakan banyak PHK massal.

Buruh yang menganggur akibat PHK massal ini tak lantas mendapatkan pekerjaan sehingga menjadi beban ekonomi dan sosial bagi masyarakat dan negara.

“Alih-alih cipta lapangan kerja, pengesahan omnibus law akan menciptakan gelombang PHK,” katanya.

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews