Dikabulkan Jaksa, Terdakwa Budy Hartono jadi Justice Collaborator Kasus Nurdin Basirun

Dikabulkan Jaksa, Terdakwa Budy Hartono jadi Justice Collaborator Kasus Nurdin Basirun

Terdakwa Budy Hartono, mantan Kabid Perikanan Tangkap, DKP Kepri mengenakan rompi tahanan KPK. (Foto: Liputan6.com)

Jakarta - Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengabulkan permohonan justice collaborator (JC) yang diajukan Kepala Bidang Perikanan Tangkap Kepulauan Riau, Budy Hartono.

Hal itu disampaikan Jaksa KPK saat membaca surat tuntutan untuk Budy Hartono dan koleganya Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri Edy Sofyan.

Keduanya merupakan terdakwa kasus dugaan suap terkait izin pemanfaatan ruang laut di wilayah Kepri.

"Penuntut umum berpendapat bahwa terdakwa II Budy Hartono memenuhi syarat untuk ditetapkan menjadi justice collaborator berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan Komisi Pembarantasan Korupsi Republik Indonesia," kata Jaksa KPK Rikhi Benindo Maghaz di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (31/1/2020).

Jaksa KPK mengatakan, permohonan JC Budy layak dikabulkan dengan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Selain itu, didasarkan pula pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan Whistleblower dan Justice Collaborator dalam Tindak Pidana Tertentu.

Menurut Jaksa KPK, Budy bukan merupakan pelaku utama dalam perkara.

Budy memberikan keterangan yang signifikan dalam pengungkapan perkara dan kooperatif sejak tahap penyidikan hingga persidangan.

Budy juga telah mengungkap secara signifikan penerimaan gratifikasi oleh Gubernur Kepri nonaktif Nurdin Basirun.

Dalam perkara Edy dan Budy, jaksa menuntut keduanya lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan.

Menurut jaksa, hal yang memberatkan keduanya adalah perbuatannya tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.

Sementara hal yang meringankan adalah keduanya berlaku sopan di persidangan, memiliki tanggungan keluarga, berterus terang, mengakui dan menyesali perbuatannya. Secara khusus, hal meringankan bagi Budy adalah perannya sebagai JC.

Jaksa menilai keduanya terbukti menerima suap sebesar Rp 45 juta dan 11.000 dollar Singapura dari pengusaha Kock Meng. Menurut jaksa, suap itu diserahkan ke Edy dan Budy untuk mendukung kepentingan Nurdin Basirun.

Suap itu diberikan pengusaha Kock Meng bersama-sama temannya, Johanes Kodrat dan Abu Bakar.

Pemberian tersebut dimaksudkan agar Nurdin selaku Gubernur Kepulauan Riau menandatangani Surat Izin Pemanfaatan Ruang Laut Nomor: 120/0796/DKP/SET tanggal 07 Mei 2019 atas nama Kock Meng seluas 6,2 hektar.

Kemudian, menandatangani Surat Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang Laut Nomor: 120/0945/DKP/SET tanggal 31 Mei 2019 atas nama pemohon Abu Bakar seluas 10,2 hektar.

Serta menyetujui rencana memasukkan kedua izin tersebut ke dalam daftar Rencana Peraturan Daerah Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kepulauan Riau.

Atas perbuatannya, jaksa menilai keduanya terbukti melanggar Pasal 12 huruf (a) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews