Masuk Hutan Lindung, Warga Pertamina Kabil Ingin Pemutihan Lahan

Masuk Hutan Lindung, Warga Pertamina Kabil Ingin Pemutihan Lahan

Rapat dengar pendapat warga di ruang rapat Komisi I DPRD Kota Batam, Kamis (19/12/2019). (Foto: Dyah/Batamnews)

Batam - Puluhan warga RT 04/04 perkampung Pertamina Tongkang, Kelurahan Kabil, Kecamatan Nongsa, mengajukan permohonan pemutihan lahan pada Komisi I DPRD Kota Batam, Kamis (19/12/2019).

Ketua RW 04, Abdul Hari mengatakan, rapat dengar pendapat ini merupakan usaha terakhir dari warga untuk meminta kejelasan status lahan.

Sebelumnya mereka juga sempat meminta beberapa kali dalam puluhan tahun meminta pada BP Batam.

"Kampung ini sudah berada sejak tahun 1984, dan pada 1999 masih belum ada legalitas, dari perusahaan bersedia mengajukan ke Pemko Batam untuk legalitas lahan. Dari Otorita memang ada respon, tapi tidak bisa kami lanjuti. Pada 2002 kami coba ajukan lagi ke otorita tapi tidak ada jawaban. Dan 2019 kami mengajukan dari warga ditanggapi oleh pihak terkait dengan diundang ke Komisi 1 DPRD Batam," ujarnya

Keberadaan area permukiman yang telah berdiri selama lebih dari 40 tahun menurut mereka layak dijadikan kampung tua ataupun kavling.

Lamanya usia pemukiman ini, menurut mereka setara dengan kampung Panau maupun Teluk Nipah, bahkan area permukiman di sekitar mereka disebutkan sudah mendapatkan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) hanya mereka saja yang tidak memiliki status.

Bahkan keberadaan kampung mereka disebutkan lebih dahulu ada dari KSB (Kavling Siap Bangun). Padahal layanan lengkap baik jaringan telepon, air maupun jaringan listrik resmi sudah masuk ke kawasan tersebut.

"Pihak warga minta agar status ini jelas. Dan minta ke pihak berwenang untuk sama - sama cari solusi yang jelas," ujarnya.

Menanggapi permohonan warga,perwakilan Dinas Kelautan, Perikanan, Pertanian dan Kehutanan Kota Batam, Kahfi mengakui perkampungan Pertamina Tongkang memang perkampungan lama, dan sudah diakomodir statusnya dan diputihkan sejak 1993.

Namun Kahfi perwakilan dari Balai Kehutanan mengatakan, sisa area yang tidak diputihkan, dan jadi permukiman warga tersebut, saat ini merupakan area hutan lindung.

"Kalau memang wilayah permukiman ini memang sudah ada sejak lama, mengapa tidak terdata oleh kami?" tanyanya.

Penggunaan lahan ini merupakan penggunaan kawasan hutan non prosedural. Kewenangannya berada di Kementerian Kehutanan. Berdasarkan UU 23 untuk penggusuran kewenangannya ada di Provinsi.

Penggunaan kawasan ini disebutkan tidak ada wewenang di Badan Pengusahaan (BP) Batam.

"BP juga kesulitan mengatasi hal itu karena status kawasan hutan lindung dan bukan kawasan permukiman," ucapnya.

Untuk pengajuan permohonan tersebut, menurutnya status pengolahan harus diubah dulu dari status kawasan hutan lindung menjadi kawasan permukiman.

"Namun kami akan periksa dulu di lapangan, untuk melihat lokasi dan memeriksa administrasinya, siapa tahu sudah berganti status kawasannya namun tidak disadari," ungkapnya.

Pimpinan Rapat RDP ini, Harmidi meminta pertemuan ditunda hingga BP Batam hadir. "Kita lanjut rapat ini tahun depan ya (2020), karena beberapa hari lagi masuk libur panjang," ujarnya.


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews