Prajogo Pangestu, Dulu Sopir Angkot Kini Terkaya ke-3 RI

Prajogo Pangestu, Dulu Sopir Angkot Kini Terkaya ke-3 RI

Prajogo Pangestu, Pemilik Star Energy (Foto: Dok. Star Energy)

Jakarta - Forbes baru saja merilis barisan orang-orang terkaya di Indonesia. Di posisi 5 besar, ada nama Prajogo Pangestu yang meroket ke posisi 3 di tahun ini.

Prajogo melonjak tujuh peringkat ke urutan ketiga dengan kekayaan bersih US $7,6 miliar atau setara dengan Rp 106 triliun, dari US $3 miliar tahun lalu. Kenaikan aset tersebut seiring dengan optimisme investor pada prospek perusahaan yang mengerek harga saham Barito Pacific.

Salah satu emiten milik grup Barito Pacific yang kinerjanya moncer adalah PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA), salah satu kilang petrokimia terbesar di Indonesia.

Jika dihitung selama tahun berjalan harga saham TPIA tercatat mampu melesat hingga 63,71% dan dapat dikatakan cukup menjadi favorit di kalangan investor asing karena berhasil menorehkan aksi beli bersih (net buy) sebesar Rp 171,79 miliar.

Perusahaan milik crazy rich Prajogo Pangestu tersebut, hari ini dijadwalkan akan melakukan peresmian pembangunan pabrik polyethylene baru yang akan terletak bersebelahan degan pabrik CAP Cilegon I, Provinsi Banten.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama sejumlah menteri kabinet Indonesia Maju akan meresmikan pembangunan pabrik baru milik Chandra Asri tersebut.

Sebagai informasi, proyek pabrik baru tersebut bernilai US$ 380 juta atau setara degan Rp 5,32 triliun. Pabrik ini akan memproduksi High Density Polythylene (HDPE), Linear Low Density Polyethylene (LLDPE), dan Metallocene LLDPE (mLLDPE).

 

Menerima Penghargaan dari Jokowi

 

Pada Agustus lalu, Prajogo mendapat penganugerahan gelar tanda kehormatan 2019 dari Presiden Joko Widodo. Ia menerima tanda Penerima Bintang Jasa Utama. Selain Prajogo, pengusaha lain yang menerima penganugerahan adalah Arifin Panigoro dan TP Rachmat.

Penganugerahan ini sejalan dengan Keputusan Presiden (Keppres) 72/2019, Keppres 73/2019, dan Keppres 74/2019. Penganugerahan ini diberikan sekaligus dalam rangka memperingati HUT ke-74 RI.

 

Dulu Bekas Supir Angkot, Kini Berharta Rp 106 T

Prajogo Pangestu seorang taipan yang lahir 75 tahun silam di Sambas, Kalimantan Barat dengan nama Phang Djoem Phen. Ayahnya bernama Phang Siu On yang bekerja sebagai penyadap getah karet.

Untuk mengubah nasib, Parajogo merantau ke Jakarta. Namun, kala itu Dewi Fortuna belum memihak padanya, ia tidak terlalu beruntung tinggal di ibu kota Indonesia karena tidak kunjung mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu, ia memutuskan kembali ke Kalimantan dan bekerja menjadi sopir angkutan umum.

Ketika sedang menjalani hari-harinya sebagai sopir, di 1960-an, Prajogo bertemu dan berkenalan dengan pengusaha kayu asal Malaysia, bernama Bong Sun On, atau Burhan Uray. Di sinilah nasibnya mulai berubah.

Ia memutuskan untuk bergabung dengan Burhan di PT Djajanti Group pada 1969. Terkesan dengan kerja keras yang dilakukannya, tujuh tahun kemudian, Burhan pun mengangkat Prajogo menjadi general manager (GM) di pabrik Plywood Nusantara, Gresik, Jawa Timur.

Karirnya sebagai GM Plywood Nusantara bisa dibilang singkat. Hanya bertahan selama setahun, kemudian Prajogo memutuskan mundur sebagai GM dan keluar dari perusahaan untuk mencoba memulai bisnis sendiri.

Dengan bermodal pinjaman dari BRI, yang kemudian berhasil dilunasi dalam setahun, ia pun membeli CV Pacific Lumber Coy yang kala itu sedang mengalami kesulitan keuangan.

Prajogo kemudian mengganti nama Pacific Lumber menjadi PT Barito Pacific Lumber. Pada 1993, perusahaannya menjadi perusahaan publik, dan dalam perjalanannya, Prajogo mengganti nama Pacific Lumber menjadi PT Barito Pacific setelah mengurangi bisnis kayu pada 2007.

Kemudian bisnisnya terus meningkat hingga bekerja sama juga dengan anak-anak Presiden Soeharto dan pengusaha lainnya demi memperlebar bisnisnya. Bisnisnya dengan bendera Barito Group berkembang luas di bidang petrokimia, minyak sawit mentah, properti, hingga perkayuan.

Di 2007, Barito Pacific mengakuisisi 70% perusahaan petrokimia, Chandra Asri, yang juga terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pada 2008, perusahaan mengakuisisi PT Tri Polyta Indonesia Tbk.

Pada 2011, Chandra Asri pun merger dengan Tri Polyta Indonesia dan menjadi produsen petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia.

(*)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews