Kadin Ajukan Executive Review Perka 11/2019 ke BP Batam

Kadin Ajukan Executive Review Perka 11/2019 ke BP Batam

Jadi Rajagukguk bersama Ampuan di kantor Ombudsman RI. (Foto: ist)

Batam - Kamar Dagang Industri (Kadin) Kota Batam mempermasalahkan Peraturan Kepala (Perka) BP Batam nomor 11 tahun 2019. Seperti diketahui, Perka ini mencabut keistimewaan bebas cukai rokok dan minuman alkohol (mikol) di kawasan FTZ. Menurut Kadin hal itu sudah tak sesuai dengan prinsip FTZ.

Kadin pun akan membawa hal ini ke Mahkamah Agung (MA), jika BP Batam tidak merevisi aturan itu. "Sekarang kami masih minta Kepala BP Batam meninjau Perka 11 melalui executive review," kata Jadi Rajagukguk, Ketua Kadin Kota Batam, Kamis (15/8/2019).

Satu-satunya cara elegan menurutnya yang dibenarkan adalah menguji Perka 11 tersebut ke MA.

"Kalau tidak dilakukan perubahan akan ditempuh jalur hukum melalui uji materi atau gugatan ke MA karena peraturan (Perka 11) bertentangan dengan Undang-undang," katanya.

Kadin Batam sudah melayangkan protes terhadap Perka 11 tersebut. Selain meminta BP Batam untuk melakukan perubahan, Kadin Batam juga melaporkan Perka yang menurut mereka maladministrasi tersebut ke Ombusdman.

BP Batam sebelumnya tidak bisa langsung mengubah Perka 11 Tahun 2019 tentang pencabutan aturan bebas cukai rokok dan mikol.

Direktur Promosi dan Humas BP Batam, Dendi Gustinandar mengatakan BP Batam harus menunggu revisi peraturan pemerintah (PP) Nomor 10 Tahun 2012.

"Karena keduanya (Perka dan PP) saling berkaitan," ujar Dendi Gustinandar Direktur Promosi dan Humas BP Batam, Selasa (13/8/2019) sore.

Perka ini sebenarnya didasari keputusan pemerintah untuk mencabut fasilitas pembebasan barang kena cukai yang selama ini diberlakukan di Kawasan Perdagangan Bebas Batam, Bintan, Karimun dan Pinang.

Dengan pencabutan ini, rokok dan minuman beralkohol akan dikenakan cukai.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi sebelumnya menyatakan pencabutan tersebut dilakukan setelah pihaknya mendapatkan rekomendasi dari KPK.

Sebagai informasi, beberapa waktu lalu KPK melakukan penelitian atas peredaran rokok di Batam. Penelitian dilakukan pada November 2017 hingga April 2018.

Hasil penelitian mengungkap bahwa rokok beredar di Batam pada periode tersebut mencapai 2,5 miliar batang. Jumlah tersebut kata mereka mengindikasikan adanya penyelundupan rokok ke daerah lain.

Heru mengatakan selain alasan tersebut, pencabutan fasilitas pembebasan cukai juga dilakukan setelah pemerintah mengevaluasi dasar hukum yang digunakan untuk membebaskan cukai di kawasan tersebut. Ada dua dasar hukum yang dievaluasi, UU Cukai dan Peraturan Pemerintah tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam.

Dari sisi UU, hasil evaluasi menunjukkan bahwa ketentuan soal pemberian fasilitas pembebasan cukai sebagaimana diterapkan di Batam, Bintan, Karimun dan Pinang menyalahi aturan.

"Prinsip cukai adalah pengendalian. Dengan memberikan pembebasan itu terbalik dari filosofi cukai," katanya.

Sementara dari sisi peraturan pemerintah, ruang pembebasan cukai memang diberikan dengan kalimat, sepanjang untuk konsumsi, diberikan pembebasan.

"Kombinasi dua legal framework tersebut kami analisis, dan akhirnya kami simpulkan pembebasan barang kena cukai di kawasan tersebut tidak tepat," katanya.

(tan/fox)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews