MK Tolak Gugatan Farouk Muhammad soal Foto Caleg DPD yang Diedit

MK Tolak Gugatan Farouk Muhammad soal Foto Caleg DPD yang Diedit

Gedung Mahkamah Konstitusi.

Jakarta - Majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) membacakan putusan permohonan sengketa Pileg 2019 dengan nomor perkara 03 yang dimohonkan caleg DPD Nusa Tenggara Barat (NTB) petahana, Farouk Muhammad. 

Farouk menggugat ke MK terkait lolosnya caleg DPD NTB nomor 26, Evi Apita Maya, karena mengedit foto di baliho dan surat suara menjadi cantik. Dalam putusannya, MK menolak seluruh permohonan itu.

"Amar putusan, mengadili dalam eksepsi, menolak eksepsi pemohon, pihak terkait satu dan dua. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam persidangan, Jumat (9/8/2019).

Pertimbangan MK menolak permohonan itu, karena dugaan pelanggaran yang dimaksud oleh pemohon termasuk dalam pelanggaran administrasi yang seharusnya menjadi kewenangan Bawaslu.

"Terjadinya dugaan pelanggaran caleg DPD NTB nomor 26 Evi Apita Maya dengan mengedit pas foto di luar batas kewajaran, MK berpendapat itu termasuk pelanggaran administratif yang seharusnya dilaporkan ke Bawaslu," kata Hakim Suhartoyo. 

Baca: Dituduh Edit Foto Kelewat Cantik, Evi Siapkan 40 Halaman Jawaban di MK

Selain itu, berdasarkan keterangan Bawaslu dalam persidangan, tidak ada laporan maupun keberatan dari caleg lain mengenai Evi yang mengedit foto dalam baliho maupun surat suara. Bahkan masing-masing caleg DPD sudah diberikan kesempatan untuk memastikan foto itu saat meluncurkan speciment surat suara dan foto caleg DPD.

"Dalam proses itu, tidak ada caleg yang keberatan bahkan telah disetujui oleh seluruh calon. Kemudian termohon (KPU) telah mengumumkan kepada media terhadap DCS DPD sebagai bentuk transparasi, akan tetapi tidak ada masyarakat yang keberatan saat diumumkan," ucap Suhartoyo.

Evi Apita Maya yang digugat karena menggunakan foto editan di surat suara DPD.

Suhartoyo menuturkan, pemohon baru melaporkan hal itu ke Bawaslu setelah hasil rekapitulasi penghitungan suara diumumkan. Dalam laporan itu, pemohon melaporkan beberapa dugaan pelanggaran lain yang dilakukan Evi seperti melakukan politik uang hingga penggelembungan suara.

"Setelah MK memeriksa dan menyandingkan bukti yang telah dihadirkan pemohon, termohon, pihak terkait dan Bawaslu, bukti surat dokumen yang diajukan pemohon tidak lengkap sehingga MK tidak bisa diyakinkan," jelas Suhartoyo. 

Lebih lanjut, MK berpendapat jika dugaan penggelembungan suara yang dilakukan oleh Evi dikabulkan, hal itu tidak akan berpengaruh terhadap perolehan kursi antara pemohon dan pihak terkait. Sebab selisih suara mereka terlalu jauh.

"Selisih suara penggelembungan suara hanya 738 suara yang dimohonkan pemohon, padahal selisih dengan terkait sebesar 95 ribu. Jadi tidak akan mempengaruhi peringkat karena tidak signifikan dan pemohon tidak bisa membuktikan itu sehingga MK berpendapat permohonan pemohon tidak beralasan," tutup Suhartoyo. 

(*)
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews