Mengintip Keangkeran Ruang Penyidikan KPK di Lantai Tiga Polresta Barelang

Mengintip Keangkeran Ruang Penyidikan KPK di Lantai Tiga Polresta Barelang

Suasana di ruang penyidikan KPK di lantai tiga Mapolresta Barelang. Sejumlah pejabat dan pengusaha diperiksa terkait kasus dugana suap dan gratifikasi Gubernur Nurdin Basirun (Foto: Batamnews)

Batam - Ruang pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di lantai tiga Mapolresta Barelang, Baloi, Batam, Provinsi Kepulauan Riau, menjadi tempat keramat.

Sejumlah pejabat dan pengusaha di Kepulauan Riau sudah merasakan kursi 'panas' di ruang berukuran sekitar 10 x 12 meter itu sejak beberapa hari lalu.

Ada sekitar 10 kursi penyidik KPK dan sekitar 14 kursi dipersiapkan untuk para saksi yang dipanggil terkait suap dan gratifikasi serta perizinan dan dugaan jual beli jabatan yang melibatkan Gubernur Nonaktif Kepulauan Riau Nurdin Basirun.

Pemeriksaan digelar di satu ruangan tersebut. Ada beberapa meja panjang yang telah disatukan. Di bagian depan terdapat meja utama. 

Pemeriksaan hari pertama pada Kamis 25 Juli 2019. Kemudian dilanjutkan keesokan harinya dengan saksi berbeda.

Biasanya ruangan tersebut sepertinya digunakan untuk kegiatan-kegiatan Mapolresta Barelang atau rapat. 

"Kita dikumpulkan dalam satu ruangan yang cukup besar. Seperti aula," ujar seorang saksi yang diperiksa KPK menceritakan pengalamannya untuk pertama kali diperiksa lembaga antirasuah tersebut, Jumat (26/7/2019).

Tentu saja, berada di ruangan tersebut, sudah cukup membuat gerah. Apalagi para penyidik KPK tanpa tedeng aling-aling.

Segala pertanyaan disampaikan menjurus dan berbelok-belok. "Penyidik juga sebelumnya juga menyatakan soal kesaksian palsu. 'Kalau bapak bohong, bisa masuk penjara 7 tahun'," ujar pejabat tersebut menirukan ucapan penyidik.

Karena dalam satu ruangan, materi pemeriksaan juga terkadang terdengar satu sama lain. "Saya dengar juga pertanyaan penyidik kepada Wali Kota Batam," ujar pria tersebut.

Karena dikumpulkan dalam satu ruangan, satu sama lain terkadang bisa mendengar pertanyaan penyidik. "Ada terima uang?" ujar seorang penyidik KPK seperti diceritakan sumber.

Intinya, kata sumber Batamnews, KPK mengejar mengenai keterlibatan dalam suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Nurdin Basirun. 

KPK memeriksa sejumlah pejabat di hari pertama, Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Kepri Jamhur Ismail, Kepala Dinas PUPR Provinsi Kepri Abu Bakar, Kabiro Hukum Provinsi Kepri Heri Mokrhizal serta sejumlah staf. Ada sekitar 14 orang yang diperiksa.

Di hari berikutnya, KPK memeriksa Wali Kota Batam HM Rudi, Sekdaprov Kepri Arif Fadillah, Wakil Ketua Pansus Ranperda Rencana Zona Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) DPRD Provinsi Kepri, Notaris Bun Hai, Wiraswasta Sugiarto, Kepala Seksi Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Tahmid, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Kepri Firdaus, selain itu ada juga pengusaha Hartono, Johannes Kennedy, Kock Meng, serta sejumlah.

Sejumlah pejabat dan pengusaha tersebut yang masih berstatus saksi tersebut diperiksa berbarenanga. Mulai dari sekitar pukul 10.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Ada sekitar enam jam.

Saat pemeriksaan, berbagai tingkah yang diperiksa. Wali Kota Batam HM Rudi misalnya, saat dijumpai wartawan, mendadak berbalik badan dan kembali masuk ke ruangan pemeriksaan.

Setelah itu, usai diperiksa Rudi mengaku mendapat pertanyaan mengenai zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Batam, termasuk reklamasi dan pasir laut.

Sedangkan pengusaha Kock Meng kabur dari pintu belakang. Begitu juga Hartono, pemilik kawasan Harbour Bay, dengan reklamasi yang begitu luas, juga memilih pintu samping dan menghilang.

Ada sejumlah penyidik KPK yang turun memeriksa para saksi. Pemeriksaan juga dijaga ketat aparat kepolisian dari Mapolresta Barelang.

Usai diperiksa beberapa diantara bersedia diwawancarai. Mereka membeberkan sejumlah pertanyaan dan jawaban saat diperiksa.

Wakil Ketua Pansus Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K), Ing Iskandar, ikut diperiksa.

Anggota Komisi II DPRD Provinsi Kepri itu menjelaskan, Ranperda tersebut belum disahkan. 

Menurutnya izin prinsip tersebut bisa dikeluarkan dengan menggunakan Perda RT/RW Kepri, Ia juga menambahkan mengapa provinsi yang dapat mengeluarkan terkait perizinan, hal itu berdasarkan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

"Dimana mengatur 0-12 mil dari garis pantai merupakan wewenang dari provinsi, bukan lagi wewenang kabupaten/kota," kata Wakil Ketua Pansus RZWP3K.  

Kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Gubernur Nonaktif Nurdin Basirun ini masih terus didalami penyidik KPK. Saat ini selain Nurdin, ada tiga tersangka lainnya. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kepri Edy Sofyan beserta Kepala Bidang Perikanan Tangkap Budi Hartono, kemudian seorang nelayan penyuap Nurdin, Abu Bakar. 

Nurdin Basirun disuap seorang nelayan asal Pulau Panjang, Batam, Kepulauan Riau, bernama Abu Bakar. Ia memberikan uang kepada Budi Hartono senilai sekitar Rp 45 juta.

Di sanalah KPK menangkap keduanya dan menggiringnya ke rumah dinas Gubernur Kepri. Di rumah tersebut ditemukan uang sekitar Rp 5,3 miliar. Belum diketahui dari siapa. KPK menduga uang tersebut diduga ada kaitannya dengan jabatan atau gratifikasi.

Kemudian, sejumlah saksi diperiksa. Dari pemeriksaan puluhan saksi tersebut, KPK masih menetapkan sebagai saksi. Sebelumnya KPK tidak menutup kemungkinan menambah tersangka.

(snw)

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews