Jatuh Bangun Amat Tantoso, Pernah Jualan Tebu hingga Jadi Pengusaha Kaya Raya

Jatuh Bangun Amat Tantoso, Pernah Jualan Tebu hingga Jadi Pengusaha Kaya Raya

Amat Tantoso (Foto: Istimewa)

Batam - Kasus penikaman terhadap warga negara Malaysia, dengan pelaku utama Amat Tantoso, pengusaha valas dan perhotelan di Batam, Kepulauan Riau, mengejutkan publik. 

Pria yang bergelar datok ini diduga gelap mata dan menikam seorang pria asal Malaysia di Restoran Wey Wey Kawasan Harbour Bay, Jodoh, Batam, Rabu malam (10/4/2019). Motifnya belum pasti. Namun informasi yang berkembang soal utang piutang bisnis.

Amat Tantoso diketahui memiliki bisnis di berbagai bidang. Ia termasuk orang terkaya di Batam. Namun dalam perjalanannya ia sempat tersandung sejumlah kasus penggelapan pajak pada tahun 2006 lalu.

Baca juga: Pengusaha Amat Tantoso Terancam Penjara 8 Tahun

Kala itu, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Batam menghukum Amat Santoso, Ketua Asosiasi Valuta Asing Batam, dua tahun penjara dan membayar denda Rp 5 miliar. Amat dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus menggelapkan pajak transaksi jual beli valuta asing.

Direktur Utama PT Putra Kundur Valasindo itu didakwa melanggar aturan tata cata perpajakan. Vonis ini tak jauh dari tuntutan jaksa dua tahun penjara dan denda Rp 2,3 miliar yang dibacakan 28 Februari 2006 lalu. 

Keluar dari penjara, Amat Tantoso, semakin berjaya. Jaringan bisnisnya bukannya tenggelam, justru semakin moncer. Amat kemudian merambah ke bisnis perhotelan dan kuliner. 

Pada 2016 lalu, Amat Tantoso kembali membuat masalah. Ia menenteng senjata api saat mengamankan pelaku penipuan di money changernya di Batam. Kasus tersebut tidak berlanjut.

Baca juga: Kasus Senpi Amat Tantoso  

Ia mendirikan Hotel Vanilla Windsor. Hotel tersebut sempat bermasalah karena memakan ROW jalan, namun belakangan "dimaafkan" Pemko Batam. Namun peruntungan Amat di hotel tak begitu kentara. Pengelolaan Hotel Vanilla pun ia serahkan ke Group Mesa.

Beberapa tahun lalu, Presdir PT Putra Kundur Mandiri Valasindo itu sudah memiliki belasan cabang money changer di Batam, Riau dan Jakarta.

Amat mengisahkan, awal tahun 1990-an ia merantau ke Batam untuk mengais rezeki. Karena hanya bermodal ijazah SMA, tentu sulit baginya mendapatkan pekerjaan yang layak. Hari-harinya diisi dengan kehidupan yang serba prihatin. 

Kalau pagi ia berjualan es tebu, sedangkan malam hari buka warung kopi. Toh, ia tidak pasrah dengan nasibnya yang kurang beruntung itu. Ia pun berpikir bagaimana melipatgandakan penghasilan yang terbatas itu. Apakah mungkin? Ia pun memutar otak sembari mencari informasi ke sana sini tentang peluang mendapatkan income tambahan.

Perhatiannya pun tertuju pada apa yang dilakukan kawan-kawannya. Karena di Batam banyak terdapat pabrik dan perdagangan ekspor-impor, di sana banyak orang yang berprofesi sebagai calo penukaran mata uang asing. Dan, penduduk di kepulauan yang bertetangga dengan Singapura itu sudah familier bertransaksi dengan US$, Sin$ dan RM. Nah, sebagai langkah awal, mula-mula Amat mengikuti jejak teman-temannya menjadi makelar valas yang hanya bermodal jasa tenaga pemasar atau penawar valas.

Tak puas hanya menjadi calo, pemilik nama Tionghoa Tan Sui Han itu lalu berpikir: kalau menjadi calo terus, kapan majunya. Maka, dengan modal sedikit tabungan ia nekat membeli sendiri mata uang US$ dan Sin$ untuk dijualbelikan dengan tujuan mencari capital gains dari selisih kurs. Tidak disangka, jual-beli valas itu mengasyikkan dan membuahkan untung yang lumayan. Itulah sebabnya ia memutuskan berhenti dagang es tebu dan warung kopi yang dilakoni selama tiga tahun.

Selanjutnya, Amat merasa yakin, jika investasi valas ini ditekuni dengan serius bakal menjanjikan kehidupan yang lebih baik. Dan setelah krisis moneter bergejolak, tepatnya tahun 1998 ia mulai getol bermain valas. Mengapa? Menurut Amat saat itu adalah momen yang tepat berinvestasi valas, karena fluktuasi kursnya sangat tinggi, sehingga peluang meraih untung kian terbuka. "Waktu itu dalam sehari gejolak kurs bisa naik 400 poin. Padahal di hari normal paling tinggi cuma 100 poin," ungkap pria kelahiran Sawang, Kabupaten Karimun, 5 September 1967 ini. Dan, fluktuasi tajam nilai tukar rupiah itu berlangsung hingga tahun 2001. "Tapi sekarang dengan kondisi ekonomi dan politik yang mulai stabil, posisi rupiah juga tenang. Naik-turun rupiah tipis, yakni sekitar 5-6 poin/ Sin$," ayah tiga orang anak ini berujar.

Baca juga: Identitas Pria yang Ditikam Amat Tantoso

Menurut Amat, selain momen bagus, agar investasi valas menguntungkan perlu dilakukan strategi khusus untuk menyiasati. Caranya? Pertama, ia membagi portofolio valas dalam tiga jenis mata uang yang ramai ditransaksikan: Sin$ dengan komposisi 80%, US$ 10% dan RM 10%. Kedua, menerapkan pola balancing antara jumlah mata uang asing yang digenggam dengan rupiah. Artinya, jika memiliki duit Rp 100 juta, yang Rp 50 juta dibelikan valas dan Rp 50 juta dibiarkan dalam rupiah. Ini untuk meminimalkan risiko. 

Katakanlah, jika terjadi perubahan kurs signifikan di salah satu mata uang, modal utamanya tidak ludes. Dan ketiga, bila pada kurun waktu tertentu fluktuasi kurs sangat volatil, ia menyarankan sebaiknya simpan Sin$ dan US$ saja. Alasannya, mata uang kedua negara itu terbukti masih sangat kuat dibanding rupiah. Terakhir, jangan lupa mengikuti perkembangan berita politik, keamanan dan ekonomi, baik di dalam maupun luar negeri. Pentingnya meng-update informasi itulah yang menuntut Amat selalu dekat dengan komputer dan TV yang menayangkan real time pergerakan valas.

Amat mengaku sebagian besar waktunya dihabiskan untuk memelototi monitor pergerakan valas. "Sampai-sampai ibaratnya dunia valas itu istri kedua," ujarnya sembari tertawa. Karena sudah berpengalaman cukup lama dalam investasi valas, mengikuti perkembangan beritanya dan tren pergerakan kurs bagi Amat tidak perlu bantuan orang lain sebagai penasihat investasi. "Segala keputusan jul-beli valas saya tentukan sendiri," papar tamatan SMA I Tanjung Batu Pulau Kundur, Kepulauan Riau ini.

Baca juga: Penampakan Amat Tantoso Usai Tikam Warga Negara Asing

Meski valas lebih banyak menyedot perhatian Amat dengan porsi 80% total portofolio pribadinya, guna meminimalkan risiko ia pun mendiversifikasi sisanya ke instrumen properti dan asuransi. "Dari porsi 20% itu mayoritas saya tanamkan ke properti dan bisnis patungan. Sedangkan asuransinya lebih sedikit," ujar suami Cie Eng ini. Adapun jenis polis asuransi yang dibeli adalah asuransi jiwa untuk dirinya dan asuransi pendidikan untuk anak-anak.

Untuk investasi di properti, selain rumah yang ia jadikan tempat tinggal sekarang di Batam, mulai tahun ini Amat akan membeli ruko dan pembangunan pasar. Ia bersama empat orang teman berpatungan membangun 17 ruko (masing-masing tiga lantai) dan dua pasar di atas lahan 6 ribu m2. Investasi di daerah Kepulauan Riau ini menelan dana kurang-lebih Rp 7 miliar. Amat optimtistis investasinya akan mengalami titik impas setelah 18 bulan.

Eksekutif yang pernah menerima penghargaaan Asian Best Executive Award 2004 dari Lembaga Citra Mandiri serta Eksekutif & Pengusaha Indonesia Berprestasi 2001 dari Yayasan Nirwana ini menyadari, meski mulanya hanya coba-coba, investasi di ruko merupakan langkah awal untuk lebih serius terjun ke instrumen properti. Di mata Amat, investasi properti memiliki plus-minus sebagaimana valas. Di properti, lanjutnya, membutuhkan rentang waktu investasi yang lama. Akan tetapi, potensi imbal hasilnya lebih pasti dan aman. "Beda dari valas. Di valas risiko tinggi, tapi peluang return juga gede dan lebih likuid," tutur kolektor ratusan batu cincin eksklusif itu.

Selain valas dan properti, keranjang investasi Amat berikutnya dalam bentuk penyertaan saham di Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Ia diajak empat orang kawan untuk bergabung investasi mendirikan BPR. Total nilai investasi yang dibutuhkan Rp 4 miliar. 

Baca juga: Kondisi Terkini Warga Malaysia yang Ditikam Amat Tantoso

Ia memproyeksikan investasi ini akan balik modal setelah tiga tahun. Ia mengungkapkan, investasi pendirian kantor BPR tidak sekadar mengejar untung, tapi juga untuk membantu para UKM di Batam dalam upaya mencari sumber pembiayaan. Baik investasi di BPR maupun properti, menurut Amat, dirinya tidak terlibat langsung mengelola, tapi diserahkan kepada para profesional.

Ia pun bercerita pernah kejeblos investasi di valas. "Dalam dua jam saya pernah rugi Rp 160 juta. Penyebabnya kala itu ada gejolak politik saat pemilihan Megawati menjadi presiden menggantikan Gus Dur tahun 2001. Waktu itu dalam satu hari nilai tukar rupiah bergejolak hingga 400 poin," ia mengungkapkan. Sebaliknya untung besar pun pernah dinikmati Amat. Ia membenarkan return gede terjadi ketika zaman jatuhnya rezim Soeharto. Pasalnya, saat itu kurs rupiah anjlok dari Rp 9 ribu/US$ menjadi Rp 15 ribu/US$.

(snw)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews