Dituding Mahasiswa Tak Serius Bangun Lingga, Aktivis Senior Bela Awe Nizar

Dituding Mahasiswa Tak Serius Bangun Lingga, Aktivis Senior Bela Awe Nizar

Wakil Bupati Lingga, Muhammad Nizar (kiri) dan Bupati Lingga, Alias Wello (Kanan) (Foto:ist)

Lingga - Kritikan Ketua Umum Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kabupaten Lingga, Rasyid Maulana yang menilai Bupati dan Wakil Bupati Lingga belum serius membangun, ditanggapi aktivis senior, Aziz Martindaz.

Baca: IMM Pertanyakan Keseriusan Awe-Nizar Membangun Lingga

Mantan Aktivis Pejuang Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) itu menilai, Alias Wello dan Muhammad Nizar memiliki keseriusan dalam memberikan kemajuan di Lingga. Hanya saja, kajian output dan benefitnya yang tidak terkonsep secara matang bahkan terkesan asal-asalan.

"Pendapat Pak Gubernur Kepri yang dalam berbagai sambutan mengatakan, Pak Bupati kita itu gerakannya seperti lipas kodong dalam upaya membangun Lingga. Itu membuktikan keyakinan beliau akan keseriusan Pak Alias Wello," kata Aziz kepada Batamnews.co.id, Selasa (22/1/2019).

Bahkan kata dia, hampir setiap pergerakan Alias Wello, 80 persennya selalu berada di luar daerah. Hal tersebut bukan tak beralasan melainkan menjemput anggaran, baik bersumber dari swasta, APBD Provinsi maupun APBN.

Sementara itu, dalam kontek persoalan belum terealisasinya visi misi Awe-Nizar yang menyebutkan ingin menjadikan Lingga sebagai pusat sumber daya kelautan menuju masyarakat maju, sejahtera, agamis dan berbudaya, ia sepaham dengan IMM Lingga.

"Tapi perlu diketahui bahwa kebijakan menyangkut bidang perikanan dan kelautan, kekuasaannya menurut Undang-undang (UU) sudah berada di tangan provinsi. Ini juga harus didukung dan adanya senergi OPD yang prima," ujarnya.

Tapi, Aziz menyayangkan koordinasi atas bidang perikanan dan kelautan tidak dipergunakan Pemkab Lingga sebaik mungkin. Padahal, pendekatan secara personal maupun secara kepartaian sangat baik.

"Pemerintah seharusnya berpikir dibidang SDA kelautan yang berorientasi pada peningkatan infrastruktur alat tangkap nelayan yang lebih modern agar bisa bersaing dengan nelayan luar daerah. Bukan malah berpikiran ingin membangun pabrik sardin, yang akhirnya tidak terealisasi," ucap Aziz.

Alasan pemerintah untuk merubah sosial kultur kemasyarakatan dari nelayan menjadi petani, juga bukan suatu alasan yang subjektif semata. Melainkan secara objektifitas sangat dimungkinkan dalam rangka menambah perkapita masyarakat dari dua sisi SDA kelautan dan pertanian yang dimiliki.

Bahkan, tidak salah kalau hutan non produktif diolah menjadi hutan produktif. Namun harus dilakukan kajian secara mendalam, baik dari sisi kecocokan kultur tanah, AMDAL, sistem dan manajemen pengelolaan serta pemberdayaan SDM yang dimungkinkan perkembangannya menjadi maksimal.

Apalagi yang menyangkut pada persoalan pertanian padi. Oleh karena itu, jika pengelolaannya merupakan tanggungjawab pemerintah, hal-hal yang belum penting menyangkut anggaran untuk menunjang produktifitas dikesampingkan dahulu, misalnya pembangunan Tugu Cangkul dan lainnya.

"Utamakan dulu persoalan pupuk, bibit, obat-obatan, pestisida yang berhubungan dengan hama tanaman," ucap dia.

Selanjutnya, dalam rangka menambah daya dorong meningkatkan bidang pertanian, pemerintah juga jangan alergi dengan investasi yang ingin dilakukan oleh investor yang berminat menggerakkan bidang pertanian lainnya di Lingga. Misalnya perkebunan sawit.

"Yang perlu pemerintah lakukan adalah bagaimana melakukan pengawasan untuk menilai sejauh mana keseriusan investasi dan menilai seberapa besar kemanfaatan baik yang didapat oleh pemerintah maupun masyarakat. Bahkan, kalau perlu pertanyakan jaminan apa yang diberikan perusahaan jika mereka gagal dalam mengembangkan investasi yang ingin dilakukan," ujarnya.

Ia sepakat jika dikatakan pemerintan terkesan melalaikan pembangunan Infrastruktur baik jalan, jembatan dan hal lain. Termasuk yang berbau peningkatan SDM maupun infrastruktur yang berhubungan dengan pelayanan kepentingan masyarakat.

"Pemahaman kita pada kemampuan APBD Lingga dalam membangun infrastruktur memang sangat minim. Tapi bukan berarti Lingga tidak mendapat perhatian oleh pemerintah baik pusat maupun provinsi untuk mendapatkan anggaran membangun infrastruktur yang masih tertinggal," tuturnya.

Aziz menilai, yang memprihatinkan dimasa tiga tahun kepemimpinan Awe-Nizar yaitu, sejengkalpun jalan yang menghubungkan antar desa, tidak ada yang dibangun dan ditingkatkan di wilayah ibukota.

Padahal menurutnya, Wakil Bupati Lingga pernah dalam penyampaian visi misi dihadapan masyarakat menyatakan akan membangun jalan poros baru melewati pesisir pulau Lingga yang disepanjang jalan tersebut akan dibuat area lokasi tambak.

"Tapi sampai saat ini hanya tinggal impian. Semua yang ada saat ini adalah peninggalan masa kepemimpinan Daria," katanya.

Dengen demikian, Aziz berharap pada refleksi disisa dua tahun lagi kepemimpinan Awe-Nizar inilah, pemerintah harus menyeiringkan antara pembangunan infrastruktur maupun pembangunan ekonomi menjadi lebih baik lagi.

(ruz)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews