Batam Masih Belum Ramah Bagi Penyandang Disabilitas

Batam Masih Belum Ramah Bagi Penyandang Disabilitas

Trotoar di kawasan Batam Centre yang belum dilengkapi guiding block bagi penyandang disabilitas. (Foto: Johannes Sargih/batamnews)

Batam - Isu disabilitas semakin menjadi perhatian dari masyarakat dan pemerintah. Apalagi setelah debat perdana Capres-Cawapres Kamis (17/1/2019) kemarin yang juga sempat mengangkat persoalan mengenai kesetaraan disabilitas.

Dari masing-masing paslon tampaknya sepakat mengenai kesetaraan disabilitas. Pada acara debat tersebut Presiden Jokowi sempat mencontohkan kesetaraan disabilitas dengan bonus yang didapatkan oleh masing-masing pemenang di Asian Para Games 2018 sama dengan yang ada Asian Games 2018.

Saat ini, Pemerintah Pusat melakukan berbagai hal sebagai upaya peningkatan kapasitas disabilitas dan penyetaraan dengan non-disabilitas.

Adapun upaya-upaya yang sudah dilakukan pemerintah pusat antara lain dengan adanya UU nomor 8 tahun 2016 yang mengatur tentang partisipasi disabilitas untuk bekerja di BUMN dan swasta, pemenuhan bonus atlet Asian Para Games yang setara dengan atlet Asian Games, serta mendorong adanya bahasa isyarat di televisi.

Berbicara mengenai disabilitas, berarti berkaitan juga dengan aksesibilitas. Walaupun sudah diatur di UU dan diinstruksikan oleh pejabat berwenang, namun dalam implementasinya tidak akan maksimal jika aksesibilitasnya kurang atau tidak tersedia. 

Karena sejatinya, ketersediaan aksesibilitaslah yang akan membantu disabilitas untuk bisa melakukan pekerjaan dan aktivitas sama seperti non-disabilitas. Aksesibilitas yang dibutuhkan untuk masing-masing disabilitas tentu berbeda, sesuai dengan hambatan yang dimilikinya. 

Bagaimana ketersediaan aksesibilitas di Batam, dan bagaimana ini mempengaruhi pengembangan dan pemenuhan hak-hak disabilitas di Batam?

Pemerhati disabilitas sekaligus pemilik Lembaga Putrakami, Yuli Everi mengatakan fasilitas untuk penyadang disabilitas di Batam masih minim. 

"Penyandang tunanetra membutuhkan guiding block di trotoar dan fasilitas publik sebagai penunjuk jalan. Di Batam, ketersediaan guiding block masih sangat terbatas dan sulit mendapatkannya," ujar Yuli, Sabtu (19/1/2019).

Berdasarkan informasi dari ketua Persatuan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI) Batam, Lagalo Fachrizal,  jumlah disabilitas di Batam ada lebih dari 800 orang. 

"Itu yang terdata saja, karena banyak juga yang nggak terdata, terutama yg tidak sekolah, tidak bekerja, dan yang menjadi penyandang disabilitas karena penyakit atau pengaruh usia," ujar Lagalo.

Dia juga menyarankan seharusnya daerah-daerah vital seperti Batam Centre dan Nagoya memiliki guiding block sebagai aksesibilitas untuk tunanetra. 

Selain guiding block, tunanetra juga butuh aksesibilitas braille, yakni tulisan berbentuk titik-titik timbul untuk dapat membaca dan mengetahui lokasi tempatnya. 

Bagi disabilitas tuli, ketersediaan akses bahasa isyaratlah yang dibutuhkan. Akses isyarat hanya bisa didapatkan di TV nasional, namun bahasa isyarat di TV lokal Batam masih belum tersedia. 

Kemampuan bahasa isyarat penerima tamu dan front office di berbagai tempat umum seperti kantor pemerintahan, mall, dan restoran juga terbilang rendah, sehingga membuat banyak tuli yang kesulitan berkomunikasi dengan orang-orang sekitarnya.

Selain itu, Komunitas Tuli Kepri yang tergabung dalam Gerakan Kesejahteraan Tunarungu Indonesia (Gerkatin) mengaku kesulitan mendapatkan juru bahasa isyarat untuk kegiatan tersebut. 

Juru bahasa isyarat dibutuhkan agar penyandang tuli juga mendapatkan informasi dari orang dengar (non-disabilitas) yang akan turut hadir di Musda Gerkatin, dan agar orang dengar memahami apa yang disampaikan oleh orang tuli dalam kegiatan tersebut.

“Kami sudah cari di Batam, tapi tidak ada yang bisa menjadi juru bahasa isyarat untuk membantu kami. Akhirnya kami mendapatkannya malah dari Jakarta,” kata  Jonelyne, penyandang tuli yang menjadi salah satu panitia inti persiapan kegiatan Musda Gerkatin.

Lain lagi dengan disabilitas daksa. Penyandang tunadaksa membutuhkan aksesibilitas berupa pintu ruangan yang besar untuk kursi roda, dan ram atau bidang miring agar bisa mengakses suatu tempat, serta tersedianya lift sebagai akses naik dan turun antarlantai. 

Sejumlah mall, kantor pemerintah, dan tempat publik sudah memiliki aksesibilitas ini, namun jumlahnya masih sedikit. Masih dibutuhkan lebih banyak lagi ram di trotoar kota Batam.

Karena dengan adanya aksesibilitas, baik disabilitas maupun non-disabilitas akan terjalin kesetaraan.

(sya)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews