Jembatan Babin Disambut Was-was Pengusaha Bintan, Kenapa?

Jembatan Babin Disambut Was-was Pengusaha Bintan, Kenapa?

Mantan anggota DPRD Bintan, Indra Setiawan

Bintan - Pembangunan jembatan Batam-Bintan yang digaungkan akan mulai dilakukan tahun di depan disambut baik banyak pihak. Tak terkecuali kalangan pengusaha. Namun ada satu hal yang membuat pengusaha di Bintan dan Tanjungpinang was-was.

Salah seorang pengusaha di Tanjunguban, Kecamatan Bintan Utara (Binut), Indra Setiawan mengaku mendukung penuh pembangunan jembatan tersebut

Namun ada beberapa permintaan mereka khususnya status Batam, Bintan dan Tanjungpinang. Karena status tersebut sangat berkaitan dengan peredaran barang-barang, baik itu sembako maupun lainnya.

Indra mengatakan, pemerintah daerah dan pemerintah pusat harus segera menetapkan status yang jelas untuk Bintan dan Tanjungpinang. Apalagi nantinya koneksi jalur darat akan terbuka.

"Kami dukung, tapi kami juga tak paham dengan dampak pembangunan jembatan itu. Kami minta pihak terkait jelaskan dulu status Bintan dan Tanjungpinang sebelum membangun," ujar Indra, Kamis (29/11/2018).

Perlu diketahui bahwa Kota Batam memiliki status sebagai Kawasan Free Trade Zone (FTZ). Sedangkan Bintan hanya sebagain wilayahnya saja ditetapkan FTZ dan Tanjungpinang tidak ada sama sekali status itu.

Ini membuat peredaran ekonomi yang tidak jelas. Hal ini membuat para pelaku usaha atau pengusaha di Tanjungpinang dan Bintan menurutnya was-was.

"Jika dibangun jembatan itu, Batam, Bintan, dan Tanjungpinang itu kan jadi satu wilayah. Karena jarak tempuhnya bisa jadi 15 menit. Tapi kondisi rentang perderan perdagangannya berbeda jauh," jelasnya.

Mantan anggota DPRD Bintan ini mengatakan, ketersedian kebutuhan pokok harian di Batam lebih lengkap. Sebab segala fasilitasnya serba ada, jumlah penduduknya paling banyak serta kebutuhannya juga memenuhi kuota.

Dengan dasar itu pengiriman barang dari luar daerah ke Kepri seperti Jakarta, Jawa, Sumatera dan Sulawesi akan terfokus ke Batam. Sedangkan Bintan dan Tanjungpinang tidak memenuhi dasar kuota tersebut sehingga barang dari luar daerah tidak bisa masuk langsung ke Bintan.

"Semua pengiriman barang pastinya melalui Batam. Karena kuota Bintan dan Tanjungpinang cuma secuil, tidak mungkin ada kapal atau transportasi kirim barang ke sini langsung. Nah, jadi apa keuntungan bagi kami jika ada jembatan itu?," katanya.

Kabupaten Bintan dan Tanjungpinang juga ingin seperti Batam yang diberikan kebebasan. Baik dalam segi fasilitas maupun pemberlakukan bebas pajak.

Jadi ia meminta pihak terkait di Kepri memberikan pandangan secara menyeluruh dan kajian yang mendalam terkait status FTZ ini. Sehingga pelaku usaha di Bintan dan Tanjungpinang tidak mengalami kesulitan dan juga tidak dinilai sebagai pelaku kejahatan perpajakan dan pelanggar cukai maupun lainnya.

"Inilah dampak psikologis pelaku usaha di Bintan dan Tanjungpinang. Karena kami pastinya iri dengan wadah perlakuan FTZ. Batam bebas pajak tapi ketika barang masuk ke Bintan dan Tanjungpinang harus memenuhi segala aturan dan dikenakan pajak 10 persen. Padahal ketiga daerah ini sangat dekat dan terjangkau," ucapnya.

(ary)


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews