Trafficking, Kejahatan Terorganisir yang Merata di Penjuru Batam

Trafficking, Kejahatan Terorganisir yang Merata di Penjuru Batam

Ketua Komisi Keadilan Perdamaian Masalah Migran dan Perantau, Chrisanctus Paschalius Saturnus.

Batam - Kejahatan trafficking acap terjadi di manapun. Korbannya rata-rata orang yang ingin mendapatkan penghidupan lebih layak dengan bekerja, namun menjadi sasaran penipuan para mafia perdagangan orang.

Trafficking merupakan tingkat tertinggi dari kejahatan tindak kekerasan. Dalam praktiknya, kejahatan perdagangan orang ini berlangsung secara terorganisir.

Di Batam, tindak kejahatan ini sering terjadi. Baik itu yang terekspos maupun yang tak diketahui oleh publik. 

“Trafficking di Batam ini ada, dan ini merata seluruh penjuru kota,” ungkap Ketua Komisi Keadilan Perdamaian Masalah Migran dan Perantau, Chrisanctus Paschalius Saturnus, ketika berdiskusi dengan Batamnews di Gereja Katolik Paroki Santo Petrus, Baloi.

Kebanyakan korban trafficking adalah mereka yang memiliki permasalahan ekonomi. Dari himpitan ekonomi, muncul keinginan untuk memperbaiki kehidupan dengan bekerja, khususnya ke luar daerah asal.

Hal ini dimanfaatkan oleh para mafia trafficking untuk mengeruk keuntungan berlipat. Para korban biasanya dijanjikan bekerja di tanah rantau dengan iming-iming penghasilan tinggi.

Namun, dalam kenyataannya, harapan para korban trafficking ini jauh panggang dari api. 

Perlu kerja keras dalam memberantas kejahatan trafficking. “Ini merupakan perbudakan modern dan penghinaan kepada kemanusiaan,” tegas dia.

Pria yang akrab disapa Romo Paschal ini memaparkan, dalam rentang empat tahun terakhir, ada 300 kasus di Batam yang sudah ditangani oleh lembaganya. 

Di luar dari komisi ini, tentunya, masih banyak lagi kasus kekerasan yang terjadi dan ditangani oleh lembaga lain maupun Komnas Perempuan.

Paschal menjelaskan dalam kasus trafficking ada bermacam jenis eksploitasi yang dihadapi korban. “Eksploitasi bisa dari tenaga fisiknya, eksploitasi seksual hingga eksploitas terhadap organ dalam,” katanya.

Kekerasan yang dialami korban trafficking ini memberikan luka mendalam secara psikologis. Menurut Paschal, kondisi terparah pada korban adalah mengalami gangguan kejiwaan.

Pada 2018 ini, ada dua kasus yang ditangani Romo Paschal hingga tahap pengadilan. Kasus ini terkait eksploitasi fisik dan satunya lagi eksploitasi seksual.

Menurut dia, hukum yang diberikan kepada pelaku trafficking hanya memberikan efek jera sesaat, dan bisa terulang lagi selesai masa hukuman. 

“Setidaknya ketika sampai ke pengadilan ini sudah menjadi suatu usaha yang baik dari pada berhenti di tengah jalan,” imbuh dia.   

Paschal, mengatakan banyak persoalan yang membuat kejahatan trafficking meningkat di lapangan. “Hukum saja tidak cukup menjadi penyelesaian masalah. Ada kemiskinan, pendidikan yang lemah, dan kemalasan seseorang untuk bekerja,” ujarnya.

Hukum harus memiliki konsep jera untuk pelaku. Namun masyarakat mampu memberikan pencegahan terjadinya trafficking dengan terus mengampanyekan dan peka terhadap lingkungan sekitar.

(das)
 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews