Wisata Kepri

Pesona Pulau Penyengat yang Bikin Decak Kagum

Pesona Pulau Penyengat yang Bikin Decak Kagum

Masjid Pulau Penyengat yang indah memesona

BATAMNEWS.CO.ID, Tanjungpinang - Bayangkanlah masjid dengan dekorasi cantik, aneka bangunan antik bernuansa kuning, dan budaya yang kental. Pulau Penyengat di Kepulauan Riau menjadi tujuan para traveler yang ingin mengagumi kebudayaan Melayu.

"Hati-hati ke pulau itu, banyak penyengat," kisah Abu Zainal dengan logat Melayu kental, ketika membuka cerita Masjid Raya Sultan Riau di Pulau Penyengat.

Dia adalah seorang Muazim Masjid Raya Sultan Riau, Pulau Penyengat, Tanjung Pinang, Kepri. Sejak usia 15 tahun dia mengabdikan dirinya memelihara dan mengurus segala keperluan masjid yang menjadi saksi kebesaran bangsa Melayu.

Syahdan, wilayah perairan Kepri dulu kala menjadi lalu lintas pedagang dari berbagai negeri, tidak hanya dari Singapura dan Malaysia, namun juga kaum pedagang dari Timur Tengah dan Eropa. Mereka singgah ke pulau ini untuk mencari air sebagai perbekalan mereka selama di kapal.

Pulau mungil berukuran 2.500 x 750 meter itu merupakan belantara yang ditumbuhi pohon-pohon besar dan rindang. Entah bagaimana ceritanya, sumber mata air tawar muncul di pulau tersebut dan menjadi destinasi para pedagang untuk mencari perbekalan air bersih saat mengarungi lautan.

"Sampai suatu hari ada yang mencari air dan diserang penyengat dan memakan korban jiwa," kata Zainal. 

Dari kabar yang tersiar melalui mulut ke mulut itulah kini pulau yang berjarak 35 kilometer dari Batam itu disebut Pulau Penyengat. Ada pemandangan menarik saat perahu yang membawa kami dari dermaga Tanjung Pinang hendak bersandar di dermaga Penyengat. Sebuah masjid kuning dengan 4 pilar tampak berdiri kokoh menghadap lautan lepas. Namanya Masjid Raya Sultan Riau. Zainal menyebut warna kuning merupakan lambang kejayaan Melayu.

Sastrawan sekaligus budayawan Melayu, Raja Ali, menyebut masjid itu dibangun sebagai mas kawin dari Sultan Mahmud kepada Engku Putri Raja Hamidah, seiring dengan dihadiahkannya Pulau Penyengat kepada sang putri. Masjid yang dibangun pada tahun 1803 itu dulunya tidak sekokoh sekarang. 

Tahun 1832, pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda Riau VII Raja Abdul Rahman, masjid yang awalnya dibangun berbahan kayu itu direnovasi. Langkah itu dilakukan guna dapat menampung jemaah yang kian hari kian memadati masjid. Kini masjid tersebut memiliki panjang 19,80 meter dan lebar 18 meter, ditopang 4 pilar dan 13 kubah bulat.

"Itu menandakan rakaat salat sehari semalam. Tidak ada semen dari bangunan. Masjid dibangun dengan bahan putih telur sebagai perekat, kapur, dan tanah liat," terang Zainal.

Konon, ujar Zainal, putih telur itu dimuat dalam dua kapal besar. Tidak jelas dari mana telur-telur itu dibawa ke Penyengat.

Ketika kaki melangkah ke dalam masjid, wisatawan bisa melihat kitab suci Al-Quran bertulis tangan serta dua lemari perpustakaan Kerajaan Riau-Lingga dengan pintu berukir kaligrafi di kiri-kanan. Meski sudah tampak tua, lemari hitam tersebut masih nampak kokoh berdiri menyambut jemaah.

Masjid tersebut kini dapat menampung 3.000 masyarakat yang tinggal di Penyengat. Masyarakat yang berada di pulau sebelah, Tanjung Pinang, biasa menyempatkan salat di masjid ini. Tinggal menyeberang menggunakan Pongpong (perahu angkut) dari dermaga Tanjung Pinang.

Rupanya keagungan masjid bukan hanya menarik perhatian masyarakat sekitar Kepri. Tak sedikit pejabat negara seperti menteri dan kedutaan besar yang menyempatkan diri untuk salat di Masjid Raya Sultan Riau.

"Yang terakhir itu Menteri Hukum dan HAM Pak Amir Syamsudin," kata Zainal seperti dikutip dari detiktravel.

O iya, saya hampir lupa menceritakan bagaimana rupa bangunan luar dari masjid nan cantik ini. Di halaman Masjid terdapat dua buah rumah sotoh yang diperuntukkan untuk pertemuan. Terdapat juga dua balai yang biasa digunakan untuk menyediakan hidangan ketika kenduri atau berbuka puasa yang disediakan pengurus masjid setiap harinya.

Di seberang masjid terdapat perpustakaan mungil berukuran 4x3 meter dan dinamai Raja Ali. Perpustakaan biasa dikunjungi masyarakat sekitar Penyengat ataupun pengunjung yang kebetulan singgah di pulau itu.

Usai menikmati pesona Masjid Sultan, sebutan masyarakat sekitar penyengat, Anda dapat melanjutkan perjalanan mengelilingi objek wisata sejarah yang ada di Penyengat. Tinggal pilih saja, jalan kaki atau menggunakan sarana Beca Motor (Bemor). 

Dengan tarif Rp 25 ribu per jam. Anda akan dibawa menuju destinasi Makam Engku Putri Raja Hamidah, Makam Raja Haji Fisabillilah, Makam Raja Jakfar, Makam Raja Abudrrahman, Istana Kantor, dan Balai Adat Indra Perkasa tempat sumber mata air di pulau itu dihasilkan oleh sumur tua. Serupa dengan Masjid Sultan, komplek makam raja tersebut juga didominasi warna kuning yang menjadi simbol kejayaan Melayu dulu kala.

Untuk menuju Penyengat, Anda bisa menumpang kapal Fery dari dermaga Telaga Punggur dengan biaya Rp 48 ribu. Waktu tempuh perjalanan akan memakan waktu satu jam hingga ke Tanjung Pinang. Lalu, Pongpong adalah transportasi selanjutnya yang akan membawa anda ke Tanjung Pinang. Ongkosnya tidak terlalu mahal, cukup Rp 5 ribu saja. Ketika kapal bersandar dan Anda berjalan menuju pulau, warung kecil di sepanjang dermaga siap menyambut Anda dengan hidangan ikan laut bakar khas Penyengat.

 

[snw]


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews