KPAI Soroti Dugaan Praktik Peradilan Anak Bermasalah di SPN Dirgantara

KPAI Soroti Dugaan Praktik Peradilan Anak Bermasalah di SPN Dirgantara

Ilustrasi (Foto: HukumOnline)

Batam - Penangkapan dan pemborgolan siswa SMK Penerbangan SPN Dirgantara Batam tengah jadi sorotan. Termasuk dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Komisioner KPPAD Kepri, Ery Syarial menuturkan ia telah berkoordinasi dan berdikusi dengan pihak KPAI mengenai kasus tersebut.

Dalam diskusinya dengan Komisioner Bidang Pendidikan KPAI, Retno Lisyarti, tindakan pihak sekolah dengan cara menangkap dan memborgol siswa yang bermasalah sangat tidak tepat dan melanggar aturan aturan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

“Menurut saya, SOP sekolah harus mengacu pada Sisdiknas secara umum dan untuk masalah anak bermasalah harus mengacu pada UU Perlindungan Anak dan UU Sistem Peradilan Pidana Anak, yaitu UU No 11 tahun 2012,” ujar Erry menjelaskan penilaian Retno kepada batamnews.co.id, Selasa (11/8/2018) siang.

Sekolah yang tak sanggup membina siswanya, tidak boleh membuat peradilan sendiri di sekolah, yang dapat melanggar hak-hak anak. KPAI menilai ada indikasi peradilan anak di SPN Dirgantara tersebut.

“Jadi gini, Erwin menuduh anak ini melakukan pelanggaran pidana terus mereka hukum sendiri dengan cara mereka. Padahal tidak boleh sekolah memberikan hukuman fisik dan penngkapan, pemborgolan, penahahn pada anak. Kalau ada anak seandainya diduga melakukan pidana maka bisa diselesaikan dengan cara pembinaan di sekolah,” kata dia.

Dia menjelaskan, sementara anak korban yang dituduh melakukan pidana mencuri ini terus ditambah tuduhan berupa pengedar narkoba, dan mencabuli pacarnya, dan tuduhan itu dibuat-buat dan diadili pihak sekolah. 

“Ibaratnya sekolah punya peradilan sendiri yang sangat melanggar hak anak. Untuk SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak) sebenarnya melibatkan banyak pihak dan lembaga, tidak bisa diselesaikan di internal sekolah yang rentan terjadi persekusi dan pelanggaran hukum pada anak,” ucapnya.

Komisione Bidang Anak Berhadapan Hukum (ABH) KPAI, Putu Elvin Gani juga menyampaikan, sekolah boleh menghukum atau memberikan sanksi pada pelajar yang nakal atau yang melakukan tindak pidana, dengan menerapkan sistem restorative justice yang melibatkan beberapa pihak seperti guru, orangtua, komite,  tokoh masyarakat, dan bisa juga libatkan praktisi pendidikan, dewan pemdidikan. 

Restorative justice yaitu menghukum atau memberikan sanksi yang mendidik dan membina anak yang tujunnya mengubah prilaku anak dari tidak baik menjadi baik dengan bentuk bentuk hukuman tidak dengan kekerasan, hukuman fisik, pemenjaraan. 

“Bentuk hukuman yang bisa ditempuh antara lain bisa variatif dan kreatif misal dengan menambah tugas belajar, bekerja di pustaka, menambah piket kelas. bisa juga hukuman lain di luar sekolah dengan kerja sosial, ikut pelatihan dan sebagainya. Tujuan SPPA untuk tetap menjaga harkat dan martabat anak yang tidk boleh diperlakukan sewenang-wenang,” katanya.

(ude)

 


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews