Penjelasan KPK Soal Polemik OTT Patrialis Akbar

Penjelasan KPK Soal Polemik OTT Patrialis Akbar

Patrialis Akbar. (foto: ist/net)

 BATAMNEWS.CO.ID, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mempedulikan pernyataan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Patrialis Akbar yang merasa dizalimi, atas kasus yang menimpanya saat ini.

Bagi KPK, pernyataan semacam itu hak setiap orang yang tengah terjerat kasus dan KPK optimis karena sudah memiliki bukti permulaan yang cukup saat menetapkan seseorang sebagai tersangka.

"Silakan saja menyampaikan hal tersebut. Kami tentu telah memiliki bukti yang cukup sebelum menetapkan Patrialis Akbar dan tiga orang lainnya sebagai tersangka," kata Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, di Jakarta, Sabtu (28/1/2017).

Bukti yang dimaksud Febri adalah dugaan Patrialis menerima suap dari tersangka Basuki melalui Kamaludin. Dimana indikasinya adalah hadiah sebesar USD20 ribu serta janji SGD200 ribu terkait perkara Judicial Review UU 41 tahun 2014 di MK.

"Ada kepentingan tersangka Basuki yang diduga sebagai pihak pemberi terhadap putusan tersebut," tutur Febri.

Keyakinan itu diperkuat karena KPK sudah memiliki bukti komunikasi dan pertemuan para tersangka. Di mana dari hasil operasi tangkap tangan (OTT), ada 11 orang yang diamankan namun hanya empat orang yang menjadi tersangka dan tujuh lainnya sebagai saksi.

"Dalam proses penyelidikan hingga OTT kita yakin ada indikasi kuat perbuatan suap terjadi. Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan hingga setelah ada minimal dua alat bukti, perkara kita tingkatkan ke penyidikan," tambah Febri.

Ada juga yang mempertanyakan penangkapan tidak dilakukan pada saat transaksi berlangsung, selain itu pada saat diamankan keempat tersangka berada di sejumlah tempat berbeda.

Febri Diansyah menjelaskan, makna OTT yang dilakukan lembaganya tidak sebatas itu. Di banyak OTT menurut dia juga dilakukan di tempat berbeda.

"Operasi tangkap tangan menurut KUHAP dapat dilakukan sesuai Pasal 1 angka 19. Seperti beberapa saat setelah tindak pidana terjadi," kata Febri. 

Seperti pada kasus suap hakim konstitusi dimaksud, sejak Rabu 25 Januari 2017 pagi, KPK menurut Febri telah menemukan adanya indikasi transaksi sehingga langsung mengamankan tersangka Kamaludin di sebuah lapangan golf di Rawamangun.

"Dari Kamaludin kami dapatkan draf Putusan MK 129," ujar Febri.

Selanjutnya tim KPK ‪bergerak ke tempat pemberi suap di daerah Sunter Jakarta Utara, hingga pada malam harinya mencari pihak yang diduga penerima suap.

"KPK mendapatkan Patrialis sedang berada di Grand Indonesia dan kemudian mengamankan dalam OTT tersebut. Sebelumnya diduga juga telah terjadi pemberian uang sejumlah USD20 ribu," paparnya.

Seperti diketahui, Patrialis Akbar bersama Kamaludin (swasta) sudah ditetapkan menjadi tersangka penerima suap USD20.000 (setara Rp 270 juta) dan SGD200.000 (setara Rp 1,95 miliar) dari dua tersangka pemberi suap yakni pengusaha impor daging pemilik 20 perusahaan Basuki Hariman (BHR) dan Ng Fenny (NGF) selaku Sekretaris Basuki.

Suap terkait dengan dugaan pengurusan putusan perkara Nomor: 129/PU-XIII/2015 tentang Sistem Zonasi dalam Pemasukan (impor) Hewan Ternak, dalam objek permohonan JR Undang-Undang (UU) Nomor 18/2009 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 41/2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan terhadap UUD 1945.

Suap diberikan diduga agar MK mengabulkan gugatan dengan tujuan menguntungkan perusahaan Basuki.  

(ind/bbs)


Komentar Via Facebook :

Berita Terkait

close

Aplikasi Android Batamnews