Simalakama PMK 148 untuk Batam

Simalakama PMK 148 untuk Batam

Fifi Hariani, Akademisi di Batam. (foto: istimewa)


Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution memberikan pernyataan lisan bahwa kenaikan UWTO (Uang Wajib Tahunan Otorita) ditunda untuk sementara waktu. Pernyataan itu disusul dengan surat yang dikeluarkan Kementerian Perekonomian tertanggal 16 November 2016, yang ditujukan kepada Kepala BP Batam untuk menunda pemberlakuan tarif baru yang tertuang dalam Perka BP Batam No 19 Tahun 2016.

Kabar ini jelas menggembirakan masyarakat Batam yang sebulan terakhir berdebar-debar mendengar kenaikan UWTO tersebut. Tapi, apakah masalah selesai setelah Menko Darmin memberikan pernyataan?

Ternyata persoalan Peraturan Menteri Keuangan 148 Tahun 2016 (disingkat PMK 148) ternyata masih belum selesai sampai saat ini.

Penundaan itu awalnya dianggap memberikan angin segar bagi masyarakat Kota Batam yang akan membawa dampak positif bagi perekonomian.

Akan tetapi hal tersebut, justru menjadi buah simalakama bagi masyarakat Kota Batam. Diberlakukan bikin pusing, ditunda juga membuat bingung.

Hal ini dikarenakan surat yang dikeluarkan Kementerian tersebut justru berujung pada nota dinas yang dikeluarkan BP Batam kepada Direktur Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Nomor 226/A3.4/11/2016 tertanggal 18 November 2016, untuk menghentikan pelayanan di PTSP sementara waktu sampai batas yang tidak ditentukan.

Ini menjadi “mimpi buruk jilid 2” bagi masyarakat Kota Batam, dimana segala pelayanan perizinan tidak dapat berjalan sama sekali.  

Bagaimana jika warga dihadapkan dengan kebutuhan untuk segera membayarkan UWTO-nya yang sudah jatuh tempo karena didesak oleh bank pemberi kredit yang belum lunas?

Bagaimana juga bila warga harus segera menjual rumahnya dikarenakan anaknya harus melanjutkan pendidikan, dan pelayanan terhenti seperti saat ini?

Dan yang paling ironis lagi, bagaimana jika masyarakat dalam keadaan terdesak harus segera menjual rumahnya karena salah satu anggota keluarga sedang sakit dan membutuhkan biaya yang besar, sementara pelayanan terhenti seperti saat ini sampai waktu yang tidak dapat ditentukan?

Belum lagi masyarakat dihadapkan dengan peraturan yang berubah-ubah dari waktu ke waktu dan yang lebih anehnya, seolah menutup mata tentang asas non retroaktif dalam hukum.

BP menetapkan peraturan yang baru terhadap berkas yang sudah diterima di loket atau berlaku surut. Sungguh fenomena yang terjadi akhir-akhir ini terhadap kinerja BP, membuat masyarakat direpotkan dengan ketidakpastian peraturan yang dibuat BP Batam.

Sangat disayangkan, jika pada akhirnya niat baik dari pemerintah pusat untuk mendengarkan aspirasi dari masyarakat Batam tidak ditanggapi secara bijaksana oleh BP Batam seperti yang terjadi sekarang.

Terlihat dengan jelas terjadi kesenjangan birokrasi antara pemerintah pusat dan implementasinya di BP Batam. Bukankah jika suatu peraturan ditunda karena menganggu kepentingan masyarakat banyak, tidak seharusnya pelayanan terhadap publik dihentikan? Dan lagi hari ini masyarakat yang menjadi korban dari ketidakpastian suatu kebijakan.
 
Niat baik pemerintah pusat ini, sepertinya diacuhkan oleh pelaksana regulasi di daerah, kembali BP Batam menciptakan tembok yang tinggi dengan masyarakat.

Seakan-akan keberadan BP Batam yang dulu pernah sangat dekat dengan masyarakat hari ini hilang. Niat baik pemerintah pusat di awal tahun 2016 untuk membereskan penyimpangan alokasi lahan di BP Batam yang saya analogikan “membersihkan sarang tikus” justru hari ini menciptakan “Dinosaurus “ bagi masyarakat Kota Batam.

Saya memakai analogi “Dinosaurus“ karena kekuatan yang dimiliki oleh BP Batam sangat besar, apalagi kalau kita lihat cakupan yang sangat luar biasa dalam PMK 148, hampir semua sektor perijinan bermuara pada BP Batam.

Kekuatan yang seperti ini, jika tidak dikelola dengan baik dan tidak dapat beradaptasi dengan ekosistem yang ada justru akan punah seperti dinosaurus.

Dan kita tidak mengharapkan hal tersebut terjadi. Pemerintah pusat perlu menangani secara serius persoalan yang terjadi di Batam saat ini. Batam dalam kondisi “sakit." Hal ini juga diakui oleh Bank Indonesia dalam Batamnews.co.id tanggal 18/11/2016, bahwa pertumbuhan perekonomian Kota Batam akhir-akhir ini mengalami penurunan yang cukup signifikan diakibatkan kegaduhan yang dihasilkan dari PMK 148 tersebut.

Meningkatnya angka pengangguran diakibatkan PHK yang terjadi, juga menjadi efek domino dari kekhawatiran investor untuk berinvestasi di Batam karena ketidakpastian peraturan saat ini.  

Hal ini sudah membuat pergerakan ekonomi Kota Batam merosot dalam segala sektor. Jika pemerintah pusat masih menganggap bahwa persoalan ini masih dapat diselesaikan di daerah dan tidak segera mencabut PMK 148 atau merevisi dengan peraturan baru yang dapat segera diterapkan dan mempertimbangankan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, maka cepat atau lambat, Batam yang terkenal dengan industri dan ekonomi yang stabil juga kan ikut punah seperti “dinosaurus” yang hanya terkenal namanya saja hari ini.

Dan kita sebagai masyarakat Kota Batam hanya bisa menunggu “kejutan jilid 3 “apa lagi yang akan dilakukan oleh BP Batam?

Fifi Hariani
Akademisi di Kota Batam


Komentar Via Facebook :
close

Aplikasi Android Batamnews